Warga Gentansari Gelar Ritual Cowongan Tradisi untuk Meminta Hujan

BANJARNEGARA – Warga Dusun Semayun Desa Gentansari Kecamatan Pagedongan menggelar ritual Cowongan. Ritual ini merupakan tradisi khas di dusun tersebut untuk memohon agar segera turun hujan. Karena keunikannya, ritual yang berlangsung selama tujuh hari berturut-turut (dimulai Selasa 29/10) ini dipadati oleh ribuan orang dari berbagai penjuru.

Kepala Desa Gentansari Supriyono mengatakan tradisi ini sempat vakum selama 24 tahun. “Kami berupaya menghidupkan lagi pada tahun 2014. Cowongan ini mungkin hanya ada satu-satunya di Dusun Semayun. Di daerah lain ada Cowongan, tapi beda dengan yang di Semayun,” paparnya.

Cowongan merupakan ritual mengarak boneka Cowongan. Boneka ini terbuat dari batok kelapa dan sebagai pegangannya dari bambu. Batok dihias sedemikian rupa agar mirip dengan wajah manusia. Batok ini dibalut dengan rangkaian bunga kamboja untuk membentuk rambut, tangan, badan dan kepala boneka.

Pawang Cowongan Ismoyo mengatakan saat Cowongan, boneka yang dipegang dua orang wanita akan bergerak dan sulit dikendalikan. Boneka ini mendekati siapa saja yang ada di sekitarnya. Setiap malam Cowongan, ada dua boneka yang diarak. Satu mewakili Nini Cowong dan satunya lagi Kaki Cowong.

Sebelum Cowongan berlangsung, dilakukan pembacaan doa oleh warga yang hadir. Demikian pula saat Cowongan berkeliling kampung. Ada mitos warga yang terkena pukulan Cowong, akan “gering tahunen” atau menjadi kurus. Sehingga warga yang memadati jalan di kampung Semayun berhamburan untuk menghindari dari boneka Cowongan yang bergerak tak terkendali.

Seorang warga Tuijah mengatakan Cowongan merupakan tradisi untuk meminta hujan. “Sudah enam bulan ngga hujan,” kata dia. ijah berharap dengan Cowongan ini, segera turun hujan. (drn/)

Beri komentar :
Share Yuk !