Berbagi Kisah Inspiratif Bersama Pelaku UMKM

PURWOKERTO – Cerita tentang pelaku usaha mikro tidak melulu tentang omset yang kecil atau usaha rumahan. Tetapi justru dari mereka kita bisa belajar, sebab dari merekalah fondsi ekonomi menjadi kokoh.

Banyak kisah menarik tentang semangat, kegigihan, jatuh bangun, harapan dan bahagia. Seperti kisah Kuatno misalnya, pria asal Purwonegoro Purwokerto utara yang kini menekuni produksi yogurt.

Sebelum menemukan usaha yang tepat, ia silih berganti berusaha, mulai dari multi level marketing, distribusi permen hingga jualan alat peraga pendidikan ke sekolah-sekolah.

“Dulu saya repacking permen yang saya beli dari Jakarta. awal mula belajar konsiniasi banyak kerugian, karena tagihan macet dan barang habis,” jelasnya.

Namun seiring waktu ia terus belajar, bahkan sesama pelaku usaha kecil juga berbagi ilmu. ” Supaya tagihan tidak macet maka, setiap minggu nota harus diganti baru, barang lama ditarik sekaligus nagih uang,” tambahnya.

Ia belajar hal tersebut dari seorang pedagang roti yang juga sesama konsiniasi. Pria lulusan Fakultas Biologi ini, akhirnya menemukan yogurt sebagai produk olahan minuman kesehatan.

Betul saja sejak memulai usaha itu ia mendapat respon yang cukup baik. Bahkan pada tiga bulan pertama, ia juga mendapat bantuan dari Universitas Peradaban berupa alat dan lainnya.

“Saya tidak menyangka, ketika ada konsumen yang tiba-tiba mau mendampingi usaha saya dan memberikan bantuan melalui Kemenristek Dikti, yang disalurkan melalui Universitas Peradaban,” jelasnya.

Untuk meningkatkan penjualan, kini ia banyak mengikuti kegiatan ekspo yang diselenggarakan di berbagai instansi di Purwokerto.

Jika sedang beruntung, dalam kurun waktu setengah hari iasudah mengantongi omset hingga Rp 2.500.000. Yogurt yang ia jual dikemas dengan harga mulai Rp 1000 hingga Rp 8000 per kemasan sesuai ukuran dan rasa.

Sementara itu Hariono asal Purwokerto Barat yang kini memiliki nama usaha Citarasa Snack juga memiliki kisah lain. sejak 2010 lalu ia sudah mulai mengawali usaha.

Produk yang ditawakan, mulai dari mie lidi, dan macam-macam snack lainnya.ia pun mulai mendistibusikan produknyake warung-warung dan pasar di Purwokerto. ” Awalnya saya memulai dengan jumlah yang sangat kecil, karena saya harus bergerak dan mendapat pemasukan,” ujarnya.

Rupanya ia juga mendapat nasib baik, tak butuh waktu lama, ia mendapat pesanan dengan jumlah 10 ball, padahal ia sendiri belum memiliki kapasitas yang cukup banyak.

Bahkan ukuran 10 ball ia belum tau jumlahnya, sampai-sampai harus menanyakan kepada konsumen. ” Kalau satu ball itu isinya 100 pcs, jadi kalau 10 ball itu 100 pcs kali 10,” ungkapnya.

Kisah lain dari Ma’mum warga asal Sokaraja Tengah Banyumas. Pria yang memproduksi Batik sejak tahun 80an ini mengaku, awalnya ia adalah seorang karyawan yang sudah cukup lama bekerja.Namun ia akhirnya memilih mengawali usaha mandiri.

Pemilik Batik Gunung Slamet ini mengaku akan dengang senang hati untuk berbagi ilmu, mulai dari pewarnaan maupu memilikcorak yang bagus. Saat ini ia bahkan sudah sering diundang untuk mengisi pelatihan bagi para siswa di sejumlah sekolah. Atas jasanya ia juga sudah sering mendapat pesanan seragam dari sejumlah sekolah.

Tidak dipungkiri, awal membangun usaha juga cukup sulit, apalagi zaman dulu, belum se makmur seperti kondisi sekarang.

Menurutnya yang mahal adalah konsistensinya, keuntungan tidak selalu banyak, untuk menjalankn usaha juga selalu banyak tantangan, namun jika memiliki niat yang bersungguh-sungguh maka usaha tersebut pasti akan menjadi jalan pendapatan.

Sebaliknya jika usaha tersebut hanya untuk usaha sampingan, maka pendapatan yang diperoleh juga hanya sekedar sampingan. (sakur)

Beri komentar :
Share Yuk !