Dari Pernikahan Hendra & Dea, Merias Sendiri dan Kenakan Busana Lirik Lurik

BANYUMAS – Dihari bahagia yang ditunggu-tunggu pasangan pengantin biasanya dirias oleh perias profesional. Namun kali ini kedua mempelai yakni Dea Muhitha Khairani dan Hendrawan Wibisono memilih untuk merias sendiri.

Dea merupakan putri dari pasangan Dr Ir Agus Margiwiyanto Ms, dan Ibu Dra Ari Siswardani atau Bu Ririen yang juka ketua Himpunan Ahli Rias Pengantin Indonesia (HARPI) Banyumas. Sedangkan Hendrawan merupakan Putra dari Pasangan Bapak Sarwo Martoyo (Alm) dan Ibu Yuli Widi Arsih.

Bukan tanpa alasan, meski memilih untuk make up sendiri, mempelai wanita yang akrab dipanggil Dea ini merupakan make up artis profesional. Sehingga hasil rias tersebut tidaklah mengecewakan. Malah banyak yang terkesima dengan rias pengantin Jojga Putri yang dipadukan dengan busana kain lurik.

Saat prosesi rias tersebut, ia juga sekaligus berbagi ilmu dengan berbagai kalangan yang menggandrungi dunia rias. Pengalaman rias tersebut ia siarkan melalui live instagram dan tutorial rias. Maklum saja Dea yang beralamat di Jl Dr Angka Gang II no 1A ini, juga mengelola Dhita Wedding bersama ibunya.

“Konsep yang kami usung memang bertema klasik tetapi tetap kekinian, untuk desain busana lurik kami bekerjasama dengan desainer Bhyanda Official Purwokerto,” terangnya.

Menurut Dea pasangan pengantin selama ini mengenakan busana dengan warna-warna tertentu. Bahkan sangat jarang atau belum ada yang secara khusus mengenakan busana lurik. Padahal kain lurik memiliki banyak motif dan corak, modelnya pun cukup beragam.

Dengan sentuhan payet-payet yang ditata di seluruh garis lurik, membuat busana tersebut menjadi sangat elegan dan mewah. Bahkan perpaduan bunga-bunga pada sisi pundak kanan kiri dan bagian depan menjadikan semakin terlihat anggun.

” Bisa dibilang ini adalah karya dari ibu saya, yang memang ide awalnya dari beliau. Kami menamai dengan Lirik Lurik, artinya kita juga harus mengangkat produk-produk lokal yang sesungguhnya memiliki nilai unggul,” terangnya.

Setelah diperkenalkan ke khalayak melalui memontum pernikahan tersebut, kedepannya busana Lirik Lurik tersebut bisa menjadi inspirasi baru bahkan bisa menjadi trend center. Sebab hal itu menjadi bagian dari cara untuk mengangkat dan nguri-uri budaya Jawa.

Sementara itu bu Ririen mengatakan, pada upacara pernikahan tanggal 9 Juli 2020 kemarin memang tidak mengundang tamu. Prosesi tersebut hanya dihadiri oleh kalangan keluarga. Namun demikian prosesi adat tetap dilaksanakan di hari sebelumnya.

“Siraman kita lakukan tanggal 8, dan sebelum siraman kami juga lakukan sungkeman kepada eyang atau simbah untuk meminta restu menikahkan putri kami,” ujar bu Ririen.

Meski tidak dihadiri oleh tamu, namun prosesi adat dan siraman dapat berlangsung hikmad. Acara tersebut mulai dari pasang bleketepe dari janur kemudian disusul dengan cethik geni atau adhang wiwitan untuk memberi suguhan bagi para keluarga dan tamu yang ngayubagyo, hingga prosesi ngracik toya untuk siraman.

Pada saat ngracik toya atau air siraman tersebut diisi dengan berbagai jenis bunga yang sudah ditentukan, lengkap dengan cengkir gadhing, yang kemudian dimasukkan ke dalam bokor siraman. Tak hanya itu bokor juga dialasi dengan daun alang-alang dan daun lainnya serta ditutup dengan kloso dan kain.

Cengkir Gadhing misalnya hal itu memiliki artian kencenge pikir, bahwa dalam berumah tangga hendaknya juga mampu untuk berfikir jernih. Sementara pada saat seungkeman, sang anak juga memberikan kain sebagai pertanda kasih sayang atau tondo tresno yang disebut kain pesingan.

“Sejatinya, siraman adalah kilas balik melihat masa kecil, seorang anak harus ingat bahwa ia pernah dibesarkan, digendong bahkan di suapi atau di dulang. Banyak petuah petuah agar anak bisa menghargai leluhur dan orang tua,” terangnya. (saw)

Beri komentar :
Share Yuk !