Masyarakat Purwokerto Gugat Pengesahan UU KPK dan Revisi RUU KUHP

PURWOKERTO – Beragam profesi dan pekarjaan yang tergabung dalam Masyarakat Sipil Anti Oligarki Purwokerto mengeluarkan petisi. Pernyataan sikap kepada pemerintah ini isinya menggugat pengesahan UU KPK dan revisi RUU KUHP. Sebab undang undang ini hanya akan menguntungkan segelintir elit dan berpotensi menimbulkan sifat represif dan otoriter kepada masyarakat Indonesia.

Dalam petisi yang ditandatangani oleh 17 orang. Terdiri dari jurnalis, akademisi, pedagang, sineas, penyair, dramawan, dan mahasiswa menuntut agar DPR dan presiden menghapus pasal-pasal bermasalah.

Pasal itu antara lain tentang pembentukan Dewan Pengawas (Pasal 37 (A-H), kewenangan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) (Pasal 40). Selain itu ada Pasal 37 B huruf b, permohonan izin dari Dewan Pengawas, masuknya KPK dalam rumpun eksekutif (Pasal 1 ayat 3) dan status pegawai KPK sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) (Pasal 1 ayat 6).

“Pasal-pasal bermasalah tersebut berpotensi mengancam dan melemahkan KPK yang selama ini telah terbukti mengungkap kasus-kasus korupsi besar yang dilakukan oleh elit dan melibatkan jaringan oligarki,” ujar salah satu penandatangan petisi dari akademisi, Dr Hariyadi.

Sedangkan dalam RUU KUHP mereka menilai sangat mencolok pada kepentingan elit penguasa (oligarki) sebaliknya represif terhadap rakyat melalui pasal-pasal bermasalah.

Antara lain tentang hukuman ringan terhadap koruptor (Pasal 604), makar (Pasal 188), kegiatan promosi atau mempertunjukkan alat kontrasepsi tanpa diminta (Pasal 414 dan 416), perzinaan (Pasal 418), penghinaan presiden (Pasal 218-220), santet (Pasal 252), aborsi (Pasal 251, 470-472), gelandangan (Pasal 432), dan unggas (Pasal 278-279).

Pasal-pasal tersebut dinilai sangat berpotensi mengancam kedaulatan rakyat atas dirinya sendiri, mengancam kebebasan berekspresi dan merusak kohesi sosial.

Selain menghapus pasal bermasalah, masyarakat Sipil Anti Oligarki Purwokerto ini juga mengajukan beberapa tuntutan lainnya. Antara lain menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM dan menghentikan segala bentuk kebijakan pemerintah yang mengarah pada terjadinya pelanggaran HAM.

Kemudian, menghentikan segala bentuk kekerasan dan kriminalisasi dalam upaya penyelesaian konflik-konflik agraria serta mengutamakan kepentingan dan kemaslahatan rakyat di atas kepentingan elit-oligarki.

“Selain itu kita juga menuntut agar menghentikan pendekatan represif oleh aparat dalam menangani aksi unjuk rasa baik mahasiswa maupun masyarakat sipil,” ujar salah satu penandatangan petisi dari jurnalis Abdul Aziz Rasjid. (amh/tom)

Beri komentar :
Share Yuk !

Tinggalkan komentar