Menghakimi Bukan Model Dakwah NU

Ngaji Kitab Ihya Ullumiddin Bareng Gus Ulil Absor Abdala

PURWOKERTO-Di tengah bermunculannya model dakwah yang cenderung menghardik dan menghakimi orang lain, Nahdlatul Ulama (NU) akan terus mengedepankan cara dakwah yang santun dan lemah lembut.

Hal itu dikatakan Ulil Absor Abdala dalam kesempatan ngaji kitab Ihya Ulumuddin di Masjid Agung Baitussalam Purwokerto, Jumat (11/10).

Menurutnya, Kitab Ihya Ulumuddin masih sangat tepat dijadikan rujukan bagi para santri, karena buah dari ilmu tersebut seseorang akan memiliki sikap tawadhu, dan tawakal. Dijelaskan, salah satu penyakit orang yang memiliki ilmu memang akan merasa sombong, karena merasa tahu.

“Tetapi dengan mengkaji kitab ihya maka seseorang bisa lebih berhati-hati. Termasuk harus memiliki niat yang benar. Ciri-ciri orang belajar tasawuf maka ia akan rendah hati, tidak menyombongkan diri dan tidak mudah menghardik orang lain,” katanya.

Ajarkan Oto Kritik

Dalam dimensi yang lain kitab Ihya mengajarkan orang untuk lebih melihat diri sendiri, sebelum menilai orang lain. “Biasanya ketika membaca kitab Ihya, orang yang sudah merasa pintar akan merasa tertampar, karena kitab ini memang banyak mengajarkan oto kritik kepada diri sendiri,” ujar Ulil.

Dalam kesempatan tersebut, ia membahas Juzz 1 tentang ilmu. Menurut Imam Al Ghozali ilmu dibagi menjadi dua, yakni ilmu yang terpuji (mahmudah) dan ilmu yang tercela (madzmumah).

Namun ada pula ilmu yang awalnya baik kemudian menjadi buruk karena salah niat dan penggunaan. Ia mencontohkan, seperti Ilmu fikih yang dahulu tidaklah dimaknai secara sempit seperti saat ini. Saat ini fikih hanya dimaknai sebagai ilmu yang memproduksi tentang fatwa halal atau haram.

“Padahal fikih memiliki makna yang lebih luas, yakni segala ilmu yang membawa kepada pemahaman menuju ke jalan Alloh maka itulah ilmu fikih,” katanya.

Lebih celaka lagi, lanjutnya, orang yang belajar fikih lebih cenderung menggunakan ilmunya untuk berdebat dan merasa benar sendiri.

Kedua yakni ilmu Tauhid. Istilah Tauhid saat menjadi disiplin ilmu, yakni ilmu kalam. Orang yang belajar ilmu kalam dianggap sebagai ahli tauhid. “Padahal tidak demikian, sebab tauhid adalah tentang sikap dan keyakinan keesaan Alloh Subhanahuwataala. “Apalagi orang belajar ilmu tauhid dijadikan ilmu untuk fasih berhujjah dan dijadikan cara untuk mengalahkan musuh,” katanya.

Padahal yang disebut ulama sesuai dengan Alquran yakni orang yang memiliki ilmu akan memiliki sikap khosiyah atau takut kepada Alloh. “Jika ilmu Tauhid adalah tentang cara memaami Allah taala, maka itu semua ada di dalam Alqur an,” katanya.

Ulil menambahkan, salah satu penyakit hati masyarakat modern yakni rasa cemas yang berlebihan. Khawatir tidak bisa kaya, tidak punya pekerjaan, rumah mewah, mobil mewah dan lainnya.

“Obat dari kecemasan adalah ilmu pengetahuan, dengan ilmu pengetahuan, maka seseorang bisa melihat sesuatu bersumber dari Alloh, selain itu maka tidak perlu khawatir,” katanya.

Agenda PCNU Banyumas

Untuk diketahui, ‘Ngaji Rutin Malam Sabtu’ memang sudah agenda PCNU Banyumas. Berjalan sudah cukup lama dan disupport semua banom dan lembaga yang ada.

‘Ngaji Ruitn Malam Sabtu’ diisi secara bergantian dari sejumlah tokoh di Banyumas. Masing-masing ada sekmen untuk kesepuhan, pengurus struktur NU, pemuda / remaja milenial hilngga kajian muslimat.

Di antara nama pembicara, KH Khariri Shofa (Ponpes Darussalam Dukuhwaluh), KH Mughni Labib (Ponpes Al Ittihad, Pasir), Gus Muhammad Luqman (Ponpes Nurul Iman Pasir), hingga Gus Hadidul Fahmi Lc (Ponpes At Taujieh Al Islamy Leler). Masih ada lagi Habib Abdul Qodir Al Mulaichela (Habib Ading, Sokaraja), Agus Sunaryo MSi (Dosen IAIN dan LBM NU Banyumas) juga Gus Enjang Burhanuddin Yusuf, IAIN Purwokerto.(saw)

Beri komentar :
Share Yuk !