Produsen Ciu untuk Alkohol Perlu Dilindungi

BANYUMAS-Tidak sulit untuk mencari Desa Wlahar Kecamatan Wangon lokasinya sekitar 2 KM di sisi utara dari Kecamatan Wangon. Memasuki desa tersebut, seolah tidak ada yang berbeda dengan desa lain. Rumah berjajar dan jalan halus beraspal membuat desa ini terlihat bukan termasuk desa miskin. Beberapa rumah juga terlihat sudah dibangun permanen, dengan kendaraan pribadi terparkir di depannya.

Salah seorang warga terlihat sedang menjemur kayu, di samping rumah juga terlihat tumpukan kayu bakar yang cukup banyak. Ada pula drum plastik berjajar yang digunakan untuk tempat fermentasi. Desa ini merupakan sentra penghasil produk ciu yang sudah berlangsung puluhan bahkan mungkin ratusan tahun. Pastinya produksi tersebut sudah berlangsung sejak zaman kolonial.

“Sebagian warga di sini memproduksi ciu, sudah turun temurun dan menjadi mata pencaharian warga, ” ujar Narsim selaku Kades Wlahar.

Dulu ciu dibenci, tapi kini ciu semakin dicari. Wabah virus corona meyebar di berbagai negara, bahkan sudah masuk ke Banyumas. Kini masyarakat membutuhkan hand sanitizer, akibatnya alkohol pun sulit dicari. Atas kelangkaan tersebut, kini produsen ciu Desa Wlahar mulai memproduksi ciu dengan kadar alkohol 80 persen.

Ciu sendiri terbuat dari campuran bahan gula merah, tape, singkong serta bahan bahan lain. Bahan-bahan tersebut lalu dimasukkan dalam tong plastik dan difermentasi selama 15 hari. Setelah mencapai 15 hari, lalu bahan tersebut disuling denga cara dimasak hingga 12 jam. Untuk membuat ciu dengan kadar alkohol 80 persen, maka hasil ciu harus disuling dua kali. sehingga hasilnya bisa maksimal.

“Kami sudah rapat dengan Bupati, pemerintah rencana hendak membuat hand sanitizer dari ciu, kami juga sudah kirim sampelnya,” ungkap Narsim.

Sementara itu, Edy Wahono salah seorang warga mengungkapkan, pihaknya juga bekerjasama dengan pihak medis membuat hand sanitizer berbahan ciu. Bahkan saat ini pihaknya sudah membeli untuk diproses.

“Ciu dengan kadar alkohol 80 persen itu biaya produksi mahal, selain itu proses penyulingan juga butuh waktu lebih lama, setiap 35 liter biasa bisa menghasilkan 5,5 liter ciu dengan kadar 80 persen,” ungkap Edy.

Edy menambahkan, pihaknya membagikan hand sanitizer gratis bagi warga dengan cara bekerjasama dengan komunitas ojek. Pasalnya di Kecamatan Rawalo saat ini banyak pemudik dari Jakarta.

“Sekarang intensitas pemudik cukup banyak, warga di kampung juga khawatir, tukang ojek menjadi sangat rentan terinfeksi virus, selain untuk melindungi tukang ojek, mereka juga bisa memberikan hand sanitizer bagi pemudik,” terangnya.

Menurut edy Wahono segala bahan untuk medis, itu harus legal dan sumbernya jelas. Dari itu momentum saat ini adalah momentum yang tepat agar Bupati juga melindungi produsen ciu, khususnya untuk hand sanitizer.

Edy mengaku sejak tahun 2007 lalu mendampingi produsen ciu, bahkan sudah pernah mengajak para perajin study banding ke Bekonang Sukoharjo. Di Sukoharjo alkohol yang dihasilkan berasal dari tetes tebu, sedangkan di Banyumas menggunakan gula merah.

“Ini yang membedakan, bila perlu produksi di Banyumas juga menggunakan tetes tebu yang bisa lebih murah,” terangnya.

Jika produsen bisa fokus untuk industri medis hal tersebut sangat baik, mengingat saat ini sedang dibutuhkan oleh masyarakat khsusunya untuk pencegahan virus corona. (saw)

Beri komentar :
Share Yuk !