Ki Palih Jawara Gunung Sukapacet yang Ditakuti

BANYUMASEKSPRES.com – Dayeuhluhur tidak hanya memiliki sejarah kerajaan, namun ada pula cerita jagoan yang ditakuti pada era kolonial. Salah satu yang terkenal dan kerap diceritakan warga adalah kisah Ki Palih dari Gunung Sukapacet di Desa Hanum dayeuhluhur.

Menurut Ketua Adat Desa Hanum Kecamatan Dayeuhluhur Ceceng Rusmana terdapat kisah nyata seorang tokoh dan jagoan yang ditakuti karena kemampuannya dalam ilmu kanuragan. Dia tinggal di kaki gunung Sukapacet bernama Ki Palih.

Cerita itu diperoleh dua narasumber yakni Juru Kunci Sukanegara Aki Danya dan Keturunan Gunung Geulis Dasja. Menurut mereka Ki Palih hidup pada masa Pemerintahan Hindia Belanda, sekitar tahun 1830. Ki Palih adalah orang yang sakti. Sayangnya kesaktiannya kadang-kadang digunakan untuk hal yang sifatnya memaksakan kehendak.

Kisah dimulai saat era pembangunan Jalan Perkebunan Karet (onderneming) yang menghubungkan Kota Banjar-Majenang-Lumbir – Wangon. Sekarang menjadi jalan nasional penghubung Wangon di Banyumas dan Kota Banjar di Jawa barat.

Kerja Paksa

Pemerintah Hindia Belanda bersama para pejabat mulai bupati sampai Kuwu mewajibkan masyarakat di pedesaan Daya Luhur untuk Tugur Sapeundey – itu sebutan kerja wajib bergilir untuk pemerintahan. Biasanya dibagi dalam kelompok yang terdiri dari satu dukuh atau desa selama seminggu atau sepuluh hari.

Para pekerja Tugur itu tidak mendapatkan upah. Perbekalan dan alat pacul linggis pun mereka membawanya sendiri. Kelalaian dari mangkir kerja ini bisa mengakibatkan hukuman berat dan penyitaan harta oleh pemerintah Belanda. Tercatat dalam sejarah Perang Jawa atau Perang Diponegoro, dimana Wilayah Daya Luhur terlibat dalam perang tersebut.

Kesetiaan dan ketaatan pemerintah dan penduduk wilayah bekas Kabupaten Daya Luhur benar-benar diawasi Pemerintah Hindia Belanda.

Pada suatu hari tersebutlah Ki Palih bermaksud membuat sebuah sawah di tanah miliknya. Dikarenakan wataknya yang keras tidak ada seorangpun warga sekitar yang mau membantunya bekerja sekalipun diberi upah. Sehingga dia terpaksa mengerjakannya sawahnya sendirian,walaupun lama tidak selesai-selesai.

Pada suatu hari ketika Ki Palih bekerja melihat serombongan orang dari arah utara yang sepertinya akan bekerja Tugur Sapeundey untuk Pemerintahan Hindia Belanda.

Kemudian Ki Palih menghampirinya dan melakukan sebuah tipu muslihat kepada rombongan tersebut,dengan mengatakan bahwa tempat yang sedang dibuatnya adalah untuk pemerintah Afdeling Daya Luhur.

Diperdaya

Dahulu Kecamatan Dayeuhluhur dengan Kecamatan Wanareja adalah satu kecamatan sedang dalam proses pembangunan tempat untuk kantor kecamatan yang baru berdiri.

Kepada Rombongan dia berdalih bahwa dirinya disuruh mencegat dan membujuk rombongan tersebut agar tidak usah ikut kerja Tugur Sapeundey membangun jalan. Tetapi cukup dengan membantunya membuat “lelemahan” ( tanah untuk mendirikan rumah ) kantor dan sawah untuk menjadi sawah camat ditempat itu hingga selesai.

Entah karena bujukan entah karena ketakutan akan nama besar Ki Palih yang sudah terkenal di daerah Sukapacet, akhirnya rombongan tersebut tidak meneruskan perjalanan dan memutuskan malah bekerja membuat sawah milik Ki Palih.

Selama beberapa hari akhirnya rombongan tersebut bekerja ditempat tersebut sampai selesai menjadi sawah yang disebut Sawah Datar,kemudian rombongan tersebut pulang kembali ke tempatnya.

Rombongan tersebut ternyata para pekerja dari utara yang sudah beberapa hari ditunggu petugas pengawas Pekerjaan Pembangunan jalan yang belum juga datang sehingga dia menyangka rombongan tersebut telah mangkir dari kerja tersebut.

Kemudian dengan dikawal oleh dua orang opas bersenjata dia pergi untuk menyusul para pekerja tersebut dan akan memberikan hukuman kepada Kuwu (Kepala Desa) yang bertanggungjawab mengerahkan masyarakatnya.

Berangkatlah mandor pengawas dan opas tersebut hingga beberapa waktu kemudian mereka sampai ke rumah kepala desa yang punya kewajiban Tugur tersebut.

Karena merasa tidak bersalah si kepala desa dan sudah melaksanakan perintah untuk menyuruh warganya untuk pergi berangkat bekerja,akhirnya dia memanggil warga yang baru datang usai melaksanakan kewajiban Tugur Sapeundey tersebut.

Digerebek Malam Hari

Wargapun menceritakan bahwa mereka dalam perjalanan telah dibujuk dan dipaksa oleh Ki Palih untuk membuat lelemahan dan sawah yang katanya milik pemerintah Afdeling Daya Luhur sehingga tidak pergi ke kewajiban membangun jalan raya onderneming.

Mendengar keterangan warga seperti itu mandor dan Kuwu merasa marah karena Ki Palih telah menipu orang yang wajib bekerja untuk Pemerintah begitu juga dengan warga yang merasa telah ditipu bekerja berhari-hari.

Akhirnya Mandor memutuskan untuk menangkap dan menghukum Ki Palih dan bantu seorang warga yang menunjukkan jalan dan menemukan Ki Palih di sawahnya yang baru.

Bertemulah Mandor dengan Ki Palih dan menyampaikan kedatangannya untuk menagkap Ki Palih dengan tuduhan telah menipu penduduk dan melawan pemerintah Hindia Belanda karena akan membuat kantor kecamatan illegal.

Mengetahui dirinya akan ditangkap tentu dengan wataknya yang keras Ki Palih melakukan perlawanan,dan perkelahianpun tak dapat terelakan Ki Palih dengan opas, bertempur namun Ki Palih sulit dikalahkan.

Bahkan peluru yang dimuntahkan dari senapan yang ditembakkan dengan mudah ditangkap oleh tangan Ki Palih,hingga akhirnya para opas dan mandor berlarian kabur ketakutan dan kembali ke rumah Kuwu.

Merasa Ki Palih adalah orang yang sangat berbahaya maka salah satu opas disuruh turun ke markas pengawasan pembuatan jalan di Wanareja (Desa Madura) dan menceritakan kejadian di daerah Sukapacet serta meminta bantuan satu regu opas bersenjata untuk menangkap Ki Palih.

Begitu juga dengan Kuwu dan masyarakat sekitarnya yang sudah tahu kelakuan Ki Palih yang tidak menyenangkan dianggap sering tidak taat pada pemerintah dan tidak akur dengan warga,maka warga diatur dan dikerahkan untuk menangkap orang dimaksud.

Menganggap betapa berbahaya menangkap Ki Palih pada siang hari warga dan Opas melakukan persiapan secara lengkap untuk penangkapan Ki Palih pada malam hari dengan melibatkan penembak khusus.

Alasan Warga dan para opas bersenjata,melakukan penangkapan pada siang hari kemungkin warga takut akan dendam dari Ki Palih jika gagal ditangkap,dan wajah mereka kelihatan.

Setelah semua persiapan dan bantuan lengkap,kemudian pada malam yang gelap mereka semua diam-diam berangkat dan mengepung rumah Ki Palih yang berupa rumah panggung.

Menurut perhitungan mereka Malam itu juga merupakan malam apesnya Ki Palih. Bahkan penembak khusus dengan senapan bermata peluru inten telah dipersiapkan.

Setibanya dirumah Ki Palih warga sudah menyiapkan jebakan yang dibuat dari potongan-potongan bambu yang dipotong seruas-seruas yang ditaruh dan disusun diam-diam didepan pintu rumah Ki Palih.

Untuk memancing Ki Palih agar keluar dari rumah seorang warga yang ditugaskan untuk berteriak-teriak memanggil dan menantang berkelahi dengan Ki Palih sementara yang lain bersembunyi.

Setelah Sipenantang menyampaikan berbagai kata-kata yang sudah disusun sedemikian rupa akhirnya Ki Palih yang di dalam rumah merasa terprovokasi dan tanpa pikir panjang dia meloncat dari golodog (teras bale-bale rumah panggung) ke halaman rumah yang telah dipasang jebakan ruas-ruas bambu.

Karena kondisi gelap dan tidak waspada akhirnya Ki Palih terpeleset dan jatuh terlentang. Segera setelah melihat Ki Palih jatuh terlentang maka serentak opas bersenjata mengeroyok nya sebelum Ki Paling bisa bangun kembali dan menghujaninya dengan pukulan dan senjata,dan terakhir ditembak dengan peluru khusus sehingga Ki Palih tewas seketika.

Dihimpit Batu Besar

Sebelum dikubur Jasad Ki Paling dipotong-potong terlebih dahulu dan dikuburkan disekitar Sawah Datar lalu kuburannya dihimpit oleh batu-batu besar dikarenakan warga yang terlibat merasa ketakutan jasad Ki Palih akan hidup kembali.

Seperti yang terjadi sebelumnya ada tokoh sakti dan sangar seperti Ki Palih hidup kembali,karena konon memiliki ilmu rawerontek yang menakutkan.

Jejak silsilah keturunan Ki Palih sengaja “dihilangkan” dari daftar catatan penduduk pada era Hindia Belanda tersebut,supaya keturunannya tidak mendapatkan perlakuan negatif oleh pemerintah Hindia Belanda, sehingga diketahui laporan secara resmi Ki Palih tidak memiliki keturunan.

Kuburannya sampai sekarang masih ada di Sawah Datar di suatu tempat di daerah antara Majingklak,Palugon, Hanum dan Gunung Geulis Tambaksari (di kaki Gunung Sukapacet ) dan konon kuburannya sering dikunjungi oleh orang-orang yang punya keinginan mencari ilmu kekuatan.

Tanah di sekitar Sawah Datar dalam legenda masyarakat sekitar Gunung Sukapacet, dipercayai bahwa kelak akan benar-benar menjadi kantor kecamatan, karena tempat tersebut dahulu nya dibuat oleh masyarakat yang mau Tugur Sapeundey dan dikatakan untuk membangun kantor kecamatan.(jos)

Beri komentar :
Share Yuk !

Tinggalkan komentar