Menggiring Jejak Ki Ageng Giring di Sadran Gedhe Gumelem

BANJARNEGARA – Sudah menjadi kegiatan rutin menjelang bulan Ramadhan di Desa Gumelem Wetan dan Gumelem Kulon Kecamatan Susukan, Banjarnegara, berupa unggah-unggahan atau sering disebut Sadran Gedhe Gumelem.

Adalah sebuah tradisi masyarakat setempat dengan sukacita dan khidmat menyambut bulan suci ramadhan. Warga dua desa ini melebur menjadi satu, menjadi keluarga besar.

Mereka meneladani dua tokoh ternama, Ki Ageng Giring dan Ki Ageng Gumelem. Keduanya merupakan tokoh yang masih sangat erat hubungannya dengan kerajaan Mataram (Solo). Ki Ageng Giring konon kakak dari Ki Ageng Pamanahan, sosok yang menurunkan raja di Tanah Jawa.

Kegiatan Sadran Gedhe ini mengambil lokasi yang sangat erat hubungannya dengan kedua tokoh tersebut, yaitu makam Ki Ageng Gumelem, dan makom Ki Ageng Giring (Girilangan).

Suasana khidmat sudah merasuk sejak memasuki pintu makam Ki Ageng Gumelem, sepanjang jalan kanan dan kiri terbentang kain putih. Jalanan berbatu menyambut peziarah dan peserta acara sadran gedhe ini. Secara keseluruhan dari prosesi ini, seolah menggiring warga dan peziarah untuk menapaki jejak Ki Ageng Giring.

Babad Dalan Giring

Tokoh masyarakat sekaligus ketua panitia kegiatan Ki Agus Winaryanto menyebutkan, prosesi acara tersebut diberi nama Babad Dalan Giring, yang artinya menelusuri jejak Ki Ageng Giring. Secara kenyataan, dipilihlah sebuah prosesi kirab, mulai dari Balai Desa Gumelem Wetan menuju makam Ki Ageng Gumelem, diteruskan ke Girilangan. Di Girilangan peserta memanjatkan doa berupa tahlil, berharap kebaikan kepada Allah.

Usai dari Girilangan, dilanjutkan berdoa di Makam Ki Ageng Gumelem. Pada tahun ini yang hadir sekitar 1.200 an orang, terdiri dari keluarga kerabat Mataram Gumelem, Kesultanan Cirebon, Solo, kerabat Mataram Jepara, Mangkunegaran Jogjakarta, peziarah dan warga setempat. Selain sejumlah makanan sebagai bentuk selamatan, di pelataran makam Ki Ageng Gumelem inilah berbagai kesenian tradisional ditampilkan.

“Selain bentuk rasa syukur menyambut bulan Ramadhan, juga bentuk pelestarian adat budaya serta tradisi turun temurun,” sebut Ki Agus.

Salah satu kegiatan yang menarik adalah saat ritual perebutan gunungan yang terbentuk dari gula jawa. Gunungan yang diberinama ‘Blabur Gula’ setelah diberi doa khusus keselamatan dan keberkahan menjadi rebutan warga, dan habis dalam hitungan menit, padahal gula yang tertata rapi tersebut setinggi hampir satu setengah meter.

Ujungan

Warga dan peziarah sangat menunggu sebuah pertunjukan ‘Ujungan’ yang awal mulanya sebagai ritual meminta hujan. Ujungan merupakan seni, semacam adu kekuatan dua orang, bersenjatakan rotan, atau burus.

Keduanya di dandaani pakaian khusus mulai ikat kepala, baju, ikat pinggang hingga penutup tengan. jadi satu tangan tertutup, satu tangan lainnya memgang rotan atau untu dipukulkan. Area yang boleh dipukul hanya sebatas lutut ke bawah.

Pada pertarungan yang disetting untuk hiburan tersebut, sejumlah warga yang sudah biasa bermain seni ujungan ini turut tampi. Bahkan, mahasiswa yang sedang KKN pun turut berlaga. Paling menarik adalah saat anggota DPRD Banjarnegara Gunawan bertarung dengan ketua panitia Ki Agus.

Nampak keduanya asyik dengan permainan tersebut, saling memukul, menghindar, dan diakhiri tawa serta pelukan. Adu pukul ini tetap ada wasit atau welandhang, sebagai pemisah jika sudah terjadi saling pukul, serta memandu jalannya acara.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banjarnegara Dwi Suryanto mengatakan, even sadran gedhe atau Gumelem Culture Ritual ini merupakan salah satu dari 58 even yang ada di Banjarnegara.

Selain sebagai kegiatan pembuka bulan Ramadhan, juga dijadikan ajang silaturahmi, dan yang terpenting merupakan cara untuk promosi wisata, juga promosi potensi desa. “Ini merupakan acara yang besar dan menjadi unggulan banjarnegara, bisa dijadikan pula sebagai promosi potensi desa,” katanya. (Nugroho Purbohandoyo)

SAMB: Ada Pertunjukan Seni

Beri komentar :
Share Yuk !

Tinggalkan komentar