Militer Myanmar Rombak Kabinet

JAKARTA – Usai melakukan kudeta terhadap kekuasaan Aung San Suu Kyi, militer Myanmar merombak kabinet secara besar-besaran. Perombakan membuat militer makin memperkuat kekuasaan di Myanmar.

Di bawah perombakan kabinet, tokoh pilihan militer ditunjuk untuk memimpin 11 kementerian. Sementara 24 wakil menteri dicopot dari jabatan mereka.

Dikutip dari laman Xinhua pada Selasa, (2/2/2021), militer Myanmar menempatkan menteri baru di kementerian luar negeri, kantor pemerintahan berserikat, layanan pertahananan, urusan perbatasan, perencanaan, keuangan dan industri, investasi, dan lainnya.

Sebanyak 24 wakil menteri yang dicopot berasal dari kantor kerja sama internasional, informasi, urusan keagamaan dan budaya, dan lain sebagainya.

Reshuffle kabinet dilakukan usai militer Myanmar mendeklarasikan status darurat untuk satu tahun ke depan pada Senin kemarin. Di bawah status darurat, fungsi legislatif, eksekutif, dan yudisial diserahkan ke pemimpin militer Jenderal Min Aung Hlaing.

Kudeta militer di Myanmar memicu kecaman luas dari komunitas global. Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) juga tengah menggelar rapat untuk membahas kudeta Myanmar pada Selasa (2/2).

Juru bicara PBB, Stephane Dujarric meminta, masyarakat internasional harus satu suara atas kudeta Myanmar. Ia juga menyampaikan pernyataan Sekjen PBB Antonio Guterres yang mengutuk keras penahanan Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint.

“Perkembangan ini merupakan pukulan serius bagi reformasi demokrasi di Myanmar,” kata Dujarric.

Di sisi lain, PBB khawatir kudeta militer di Myanmar bakal makin memperburuk keadaan sekitar 600.000 Muslim Rohingya yang masih berada di negara itu.

Kekerasan dan aksi biadab militer Myanmar di Negara Bagian Rakhine Myanmar pada 2017, menyebabkan lebih dari 700.000 Muslim Rohingya melarikan diri ke Bangladesh. Saat ini, orang-orang yang terusir dari kampung halaman mereka itu masih terdampar di kamp-kamp pengungsian Bangladesh.

“Ada sekitar 600.000 orang Rohingya yang (masih) tinggal di Negara Bagian Rakhine, termasuk 120.000 orang yang secara efektif dikurung di kamp. Mereka tidak dapat bergerak bebas dan memiliki akses yang sangat terbatas atas layanan kesehatan dan pendidikan dasar,” terannya.

“Jadi ketakutan kami adalah bahwa peristiwa tersebut dapat memperburuk situasi bagi mereka,” sambungnya.

Presiden Majelis Umum PBB, Volkan Bozkir menyerukan militer Myanmar untuk mematuhi norma-norma demokratis dan menghormati institusi publik serta otoritas sipil.

“Pimpinan militer harus menghormati keinginan rakyat Myanmar dan mematuhi norma-norma demokrasi, dengan setiap perbedaan diselesaikan melalui dialog damai,” ujarnya.

Sementaar itu, Presiden Amerika Serikat, Joe Biden mengancam akan kembali menjatuhkan sanksi kepada Myanmar. Sekitar satu dekade lalu, AS telah mencabut sanksi terhadap Myanmar atas kemajuannya di bidang demokrasi.

Australia juga melayangkan kecaman keras, dan mendesak militer Myanmar untuk segera membebaskan para pejabat negara, termasuk pemimpin de facto Aung San Suu Kyi. (der/fin).

Beri komentar :
Share Yuk !