Presiden Putuskan Pindahkan Ibu Kota ke Luar Jawa

JAKARTA – Pemerintah mulai merealisasikan rencana memindahkan ibu kota negara. Dalam rapat terbatas di Kantor Presiden, Senin (29/4), Presiden Joko Widodo memutuskan untuk memindah ibukota ke luar pulau Jawa.

“Dalam ratas tadi diputuskan, presiden memindahkan Ibu kota ke luar Jawa. Jadi, ini barangkali keputusan penting yang dilahirkan hari ini,” ujar Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro usai ratas di Kantor Presiden.

Pemilihan pindah ke luar Jawa merupakan salah satu opsi yang ditawarkan Bappenas. Selain luar Jawa, dua opsi yang ditawarkan Bappenas adalah memusatkan pemerintahan di kawasan monas atau di sekitar Jabodetabek. Namun, kedua opsi tersebut ditolak Jokowi.

Pria yang akrab disapa Bambroj itu menambahkan, kondisi Jakarta sebagai ibukota sudah tidak ideal untuk masa depan. Selain kemacetan, daya dukung lingkungannya juga sudah tidak ramah. Di mana penurunan permukaan tanah mencapai 7,5 centimeter setiap tahunnya.

“96 persen sungai di Jakarta tercemar berat, sehingga memiliki bahaya signifikan akibat sanitasi yang buruk,” imbuhnya. Padahal sebagai anggota G20 dan punya potensi menjadi negara dengan GDP per kapita terbasar di dunia, Indonesia perlu ibukota yang berstandar internasional yang smart, green, dan beautiful city.

Hanya Fungsi Pemerintahan

Sementara untuk konsepnya, Bappenas mengusulkan ibu kota baru nantinya diposisikan hanya untuk fungsi pemerintahan. Yakni untuk eksekutif, legislatif, yudikatif, TNI-Polri, dan kedutaan besar serta perwakilan organisasi internasional yang ada di Indonesia. Adapun pusat perekonomian tetap di Jakarta.

Soal lokasi ibu kota baru, Bambroj belum mau menyebutkan. Hanya saja, berdasarkan kajiannya, ada sejumlah kriteria yang harus dipertimbangkan. Yakni lokasi strategis antara barat-timur untuk merepresentasikan keadilan, ada lahan yang luas milik pemerintah/BUMN, bebas bencana alam, tersedia air dan bebas pencemaran lingkungan.

“Juga harus diperhatikan dari sisi sosial, kita ingin minimumkan potensi konflik sosial. Dan juga kita harapkan masyarakat di sekitar wilayah tersebut memiliki budaya terbuka terhadap pendatang,” kata dia.

Sementara untuk pembiayaannya, Bambroj menyebut dana tergantung dari skemanya. Jika seluruh ASN pemerintah pusat pindah, dibutuhkan anggaran Rp 466 triliun. Sebab, kebutuhan lahan mencapai 40 ribu hektare untuk 1,5 juta penduduk baru dengan asumsi satu ASN empat anggota keluarga. Namun jika skema rightsizing, di mana ASN yang pindah jumlahnya disesuaikan, maka kebutuhan anggaran turun menjadi Rp 323 triliun dengan luas lahan 30 ribu hektare untuk 870.000 penduduk.

Dirancang 10 Tahun ke Depan

Skema pembiayaan tersebut bisa berasal dari empat sumber. Yakni dari APBN untuk infrastruktur dan fasilitas kantor pemerintahan, BUMN dan KPBU untuk infrastruktur utama dan fasilitas sosial, serta swasta murni untuk properti perumahan dan fasilitas komersial. Pembangunan sendiri bisa dilakukan secara bertahap hingga 10 tahun ke depan.

Untuk menangani proses tersebut, Bappenas mengusulkan pembentukan badan otorita yang melakukan persiapan dan pembangunan. Mulai dari menyusun struktur, pola tata ruang, membangun infrastruktur, membangun fasilitas pemerintahan dan pembangunan sarana prasarana. “Tentunya badan otorita ini perlu ada dewan pengawasnya,” terangnya.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo mengatakan, pemilihan di luar Jawa mempertimbangkan banyak hal. Sebab, kata dia, persoalan kemacetan dan lingkungan bukan hanya terjadi di Jakarta. Namun hampir merata di banyak wilayah Jawa.

“Di Pulau Jawa, sungai-sungai di Pulau Jawa merupakan 10 sungai yang paling tercemar di dunia,” ujarnya.

Kemudian di musim kemarau, cadangan air bersih yang tersedia hanya 20 persen dari kebutuhan dan 40 ribu hektare lahan yang sangat produktif beralih fungsi setiap tahunnya.

Hal itu tidak lepas dari ketimpangan jumlah penduduk. Di mana penduduk di Jawa sudah 57 persen dari total penduduk Indonesia. Padahal di Sumatera baru 21 persen, Kalimantan 6 persen, Sulawesi 7 persen, Papua dan Maluku 3 persen. “Pertanyaannya apakah di Jawa mau ditambah? Sudah 57 persen, ada yang 6 persen dan 7 persen dan 3 persen,” ujarnya.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan, hingga kemarin, teknis pembangunan belum dibicarakan. Apalagi, skema antara mengalihkan semua ASN atau rightsizing. “Kalau dulu saya ngobrol dengan presiden empat sampai lima tahun, sampai pembangunan selesai. Kalau pindahnya tidak harus sekaligus, bertahap,” kata Basuki.

Perbankan dan Perdagangan di Jakarta

Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menegaskan pembangunan di Jakarta akan terus berjalan. “Ini diskusinya berbeda karena ini hanya mencakup urusan pemerintahan. Tapi yang menyangkut perdagangan investasi perbankan masih tetep di Jakarta,” terangnya.

PDI Perjuangan merespon positif kebijakan Jokowi yang mematangkan rencana pembentukan pusat pemerintahan negara Indonesia, dan memindahkan ibu kota negara. Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan, apa yang dilakukan Presiden Jokowi dengan menggelar rapat kabinet terbatas membahas rencana ibu kota yang baru sangat menarik.

Namanya rencana, kata dia, implementasinya tentu memerhatikan banyak aspek, salah satunya adalah posisi geopolitik Indonesia yang begitu strategis. “Menjadi titik temu, bahkan persenyawaan peradaban antar bangsa di seluruh penjuru dunia” kata dia kemarin.

Politikus asal Jogjakarta itu mengatakan, kebutuhan pemindahan Ibu kota juga memertimbangkan arah masa depan Indonesia, dimana pada 2030 Indonesia diprediksi menjadi kekuatan perekonomian keempat di dunia. “Jakarta tentu saja tetap berperan sentral dan strategis, apalagi sebagai pusat kekuatan perekonomian Indonesia,” papar dia.

Kedepannya akan jauh lebih banyak ruang hijau, dan tata kotanya akan semakin asri dan menawan. Sebab, kantor-kantor pemerintahan negara pun akan menyesuaiakan dengan ibu kota baru tersebut.
Alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM) itu mengatakan, PDI Perjuangan sendiri berjanji akan memberikan kontribusi terhadap kebijakan strategis tersebut.

Pada 1957 Bung Karno telah meletakkan master plan dengan menjadikan Palangkaraya, Kalimantan Tengah sebagai Ibu kota Negara Indonesia. Posisinya yang strategis, bahkan telah ditarik garis imajiner yang menjadikan Kaliamantan Tengah benar-benar sebagai sentralnya Indonesia dan dunia.

Gagasan besar Bung Karno itu tentunya diintegrasikan dengan komitmen menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Atas dasar itu, partainya akan memberikan kajian khusus secara geopolitik, kebudayaan, sosiologis, serta tata ruang yang menggambarkan hebatnya Ibu Kota Indonesia yang baru. “Yang akan menampilkan seluruh watak, jati diri, dan sejarah panjang Indonesia Raya kita,” ucap dia.(JPC)

Beri komentar :
Share Yuk !

Tinggalkan komentar