Tasdi Divonis 7 Tahun, Hak Politik Dicabut 3 Tahun

SIDANG : Bupati Purbalingga nonaktif, Tasdi, menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor Semarang

SEMARANG- Bupati Purbalingga nonaktif, Tasdi, bernasib apes. Karena majelis hakim menjatuhkan vonis pidana selama 7 tahun penjara dan denda Rp 300juta subsidair 4 bulan kurungan, atas perkara dugaan suap dan gratifikasi, terkait proyek pembangunan Purbalingga Islamic Center tahap II tahun 2018, dalam sidang di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (6/2).

Selain pidana badan, majelis hakim yang dipimpin Antonius Widijantono, juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama 3 tahun. Itu terhitung sejak selesai menjalani pidana penjara. Selain itu, menetapkan terdakwa tetap ditahan di rumah tahanan negara, serta membebankan biaya perkara sebesar Rp 10 ribu.

Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan Penuntut Umum (PU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),Kresno Anto Wibowo, Roy Riady, Ikhsan Fernandi, dan Moch Takdir Suhan, yang menuntut pidana selama 8 tahun penjara dan denda sebesar Rp 300juta subsidair 6 bulan kurungan. Kemudian pencabutan hak politik, baik untuk memilih dan dipilih dalam jabatan public selama 5 tahun.

Bila dibandingkan dengan vonis yang menimpa mantan Bupati Kebumen, Yahya Fuad, juga lebih tinggi. Yahya sendiri sebelumnya dinyatakan terbukti menerima suap Rp 12 miliar, terkait sejumlah proyek di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kebumen, oleh majelis hakim, yang juga dipimpin Antonius Widijantono, dijatuhi pidana selama empat tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider empat bulan kurungan, kemudian hak politik dicabut selama tiga tahun sejak bebas masa hukuman.

Dalam kasus itu, majelis hakim, menyatakan Tasdi terbukti melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 12B Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan ditambahkan dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam pertimbangannya, majelis menyebutkan, hal-hal memberatkan, perbuatan terdakwa bertentangan dengan upaya pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, kemudian perbuatan terdakwa menciderai amanah yang diberikan sebagai kepala daerah

“Sedangkan hal-hal meringankan, terdakwa sopan dan koperatif selama persidangan, mengakui perbuatan dan menyesali perbuatannya. Kemudian terdakwa memiliki tanggungan seorang istri dan dua anak,”kata hakim Antonius.

Majelis juga menilai, terdakwa terbukti menerima suap sebesar Rp 115 juta dari pengusaha Hamdani Kosen. Suap tersebut merupakan komitmen fee yang diberikan oleh kontraktor pemenang proyek Islamic Center Purbalingga itu. Selain itu, majelis juga menilai, terdakwa terbukti menerima gratifikasi selama kurun waktu 2017 hingga 2018 mencapai Rp1,19 miliar, dari sejumlah pihak yang ditujukan untuk kepentingan politik terdakwa dalam rangka pemenangan pasangan Ganjar Pranowo- Taj Yasin Maimoen dalam pilkada Jateng.

“Terdakwa tidak pernah melaporkan pemberian yang patut diduga berkaitan dengan jabatannya sebagai bupati itu ke KPK,”sebut majelis.

Atas putusan tersebut, baik terdakwa maupun PU KPK langsung menyatakan pikir-pikir. Selama sidang berlangsung, Tasdi, terlihat menahan tangis, wajahnya tampak tegang, namun pandangannya terlihat kosong. Akan tetapi air mata langsung tertumpah, saat memeluk dua keluarganya usai divonis. Sekalipun tangisannya tak mengema, mata tetap terlihat memerah menahan tangis.

Ketika sidang, Tasdi, juga tak ada perubahan, sama seperti sidang-sidang sebelumnya, ia mengenakan baju batik yang sama, celana kain warna hitam dan sepatu pantofel. Usai berpelukan, ia langsung bergegas masuk perlahan ke ruang tahanan dan pintu tahanan langsung ditutup. Ia didalam ruang tahanan dengan ditemani keluarganya.

“Ijin yang mulia piker-pikir,”kata Tasdi, singkat usai ditanya sikapnya oleh majelis hakim. (jks)

Beri komentar :
Share Yuk !

Tinggalkan komentar