CILACAP – Gelombang revolusi teknologi 4.0 telah memberikan perubahan besar pada dunia bisnis. Digitalisasi pada sektor pemasaran dan distribusi produk memberikan dampak besar pada bisnis costumer goods. Untuk itu Perkumpulan Pelaku Jamu Alami Indonesia (PPJAI) berharap semua anggotanya bisa mengikuti perubahan ini agar tetap bertahan
Ketua Perkumpulan Pelaku Jamu Alami Indonesia (PPJAI), Mukit Hendrayatno menyebutkan, hasil research Google Temasek e-conomy pada 2018 menyebutkan, volume belanja online di Indonesia telah mencapai 27 milliar USD atau dengan kurs Rp 14.000 berkisar Rp 387 triliun di tahun 2018. Dan akan naik secara signifikan, diprediksi akan menyentuh Rp 1.500 trilliun pada 2025. Masih dalam sumber yang sama, di antara yang memberikan peran pertumbuhannya adalah produk kesehatan dan kecantikan.
“Data global diatas menunjukan pada akhiryna distruption, akan terjadi secara radikal pada sektor costumer goods. Dan perubahan besar tersebut akan sangat dipengaruhi juga oleh perilakuku generasi millennial yang merupakan basis konsumen potensial dan basis konsumen masa depan,” kata Mukti usai talk show jamu di era digital dalam rangkaian Festival Jamu dan Kuliner di lapangan eks Batalyon Cilacap, Sabtu (28/9).
Menurutnya, dalam kondisi seperti ini PPJAI mengambil posisi untuk tidak menganggap remah arus perubahan tersebut.
“Kami menyadari sepenuhnya, apabila kemampuan adaptasi Industri Kecil jamu termasuk pemasarannya enggan beradaptasi, maka akan tergilas mesin perubahan ini. PPJAI melihat perubahan ini dari sudut pandang sebagai peluang. Dengan perilaku yang pembeli online dan cash sesungguhnya fenomena ini memberikan satu peluang besar bagi UKM. Situasi ini menjadikan gap UKM dengan industri bermodal besar menjadi menyempit,” ujarnya.
Mukit menerangkan, dahulu pemenang pasar biasanya adalah produsen yang mampu mendekatkan produk dengan pasar, dengan memberikan produk secara kongsiniasi atau tidak tunai. Cara tersebut sudah puluhan tahun membuat UKM sulit masuk dalam palagan pasar yang didominasi pemodal besar. Namun dengan landscape pasar hari ini, UKM tidak perlu modal besar untuk produksi dalam jumlah besar.
“Dengan pemasaran menggunakan teknologi digital budget promosi bisa ditekan dan UKM hanya perlu melakukan stok barang atas barang yang laku terjual. Modal kedepan akan menjadi sesuatu yang tidak lagi menentukan dalam pertumbuhan bisnis,” paparnya.
Lebih lanjut dikatakan, salah satu tema dalam Festival Jamu yakni Jamu Goes online makin meneguhkan bahwa pemerintah juga telah menyadari akan urgensi fenomena potensi pasar online tersebut.
“Hal ini kami harapkan menjadi momentum dan pemicu semangat bagi seluruh insan UKM yang bergearak dalam sektor jamu khususnya di wilayah jawa tengah. Perkembangan pasar dan perubahan landscape binis pada sector ini perlu disrespon secara tepat agar tantangan millennial justru menjadi peluang agar UKM jamu tumbuh dan berkembang,” katanya.
PPJAI menjadikan jamu goes online sebagai diskusi yang terus dipertajam kedalam langkah real dalam strategy pemasan produk.
“Kami percaya dengan keberanian anggota kami mau berinvestasi di sector ini akan membuahkan hasil yang baik,” tandasnya.
Ditambahkan, perkembangan anggota PPJAI dalam pemasaran online terus mengalami kemajuan. Perkembangan ini tidak lepas dari dukungan BPOM khususnya loka POM Banyumas dan pemerintah yang terus melakukan pembinaan kepada kami, dan membantu kesulitan-kesulitan yang dihadapi.
“Kami berharap semua stake holder yang membidangi persoalan jamu terus menguatkan koordinasi agar jamu di wilayah eks Karesidenan Banyumas bisa makin tumbuh dan dapat berkompetensi di era millennial ini,” pungkasnya. (gin/*)