Arinal Riana

SEBAGAI ketua Golkar, ia ingin jadi anggota DPR. Tapi Pemilu 2014 sudah keburu lewat. Ia harus tunggu Pemilu berikutnya.
Sambil menunggu itulah ternyata ia didorong mencalonkan diri sebagai Gubernur Lampung. Melawan incumbent. Ia menang.
Itulah Arinal Djunaidi. Gubernur Lampung sekarang.
Saya makan malam di rumah dinasnya saat ke Lampung Rabu lalu. Keesokan harinya saya masih di Lampung. Arinal berangkat ke Kaltim. Yakni ke titik nol ibu kota negara Indonesia yang baru. Yang lokasinya di tengah hutan –tidak jauh dari Bukit Soeharto.
Ia membawa tanah dan air Lampung ke sana. Untuk disatukan oleh Presiden Jokowi dengan tanah dan air dari 34 provinsi se-Indonesia. Itulah ritual mulai dibangunnya ibu kota baru di Nusantara.
Air itu ia ambil dari sungai Way Kanan –sungai terpenting di Lampung. Sungai itu, dalam perjalanannya menuju muara di Laut Jawa, bersatu dengan lima sungai lainnya: menjadi sungai Tulang Bawang yang sangat besar.
Kini Arinal lagi mengeruk sungai Tulang Bawang itu. Ia tabur 1 juta benih ikan di situ. Arinal ingin sungai Tulang Bawah kembali menjadi sumber utama penghidupan masyarakat setempat.
Arinal lahir di Way Kanan. Ayahnya seorang tokoh adat terkemuka di Way Kanan. Tanah pertaniannya luas. Sang ayah minta Arinal kuliah di Fakultas Pertanian. Di Universitas Lampung.
Setelah lulus, Arinal pilih jadi pengusaha: konsultan pembukaan lahan pertanian dan perkebunan.
Sebagai pengusaha muda, ia sampai terpilih menjadi Ketua Hipmi Lampung.
Ia memang aktivis. Sejak di kampus. Ia ketua Senat Mahasiswa di fakultasnya. Lalu jadi ketua Dewan Mahasiswa. Masih pun aktif sebagai ketua HMI Cabang Lampung.
Teman-teman muda Arinal suka iri kepadanya: Arinal bisa punya banyak pacar. Ia termasuk yang dikejar-kejar cewek kala itu. “Pacarnya ganti terus. Mungkin sampai 30 kali,” kata temannya melebih-lebihkan.
Sang ayah minta Arinal berhenti jadi pengusaha.  Arinal diminta jadi pegawai negeri. “Padahal sudah enak jadi pengusaha. Bisa membangun rumah sendiri,” ujarnya.
Maka di saat masih bujang pun Arinal sudah punya rumah. Ia beli tanah di dalam kota Lampung. Ia bangun sendiri rumah itu –sesuai dengan seleranya. “Rumah minimalis yang tidak mudah ketinggalan zaman,” katanya.
Saat mulai membangun rumah itu Arinal bertobat: tidak mau lagi pacaran. Berhenti total. Ia menetapkan tekad: siapa pun gadis yang menarik hatinya setelah itu, akan langsung ia kawini.
Dua tahun lamanya Arinal menjomblo. Ia tobat habis. Rumah barunya pun jadi.
Saat itulah Arinal melihat seorang gadis sedang berjalan di jalan raya. Ia begitu tertarik dengan gadis itu. Ia pun membalikkan mobilnya: gadis itu sudah tidak ada.
Lain hari Arinal lewat jalan itu lagi. Terlihat lagi gadis itu. Tapi pakai seragam SMA. Berarti masih SMA. Padahal Arinal sudah 30 tahun. Tapi hatinya tertambat habis ke gadis itu.
Arinal pun minta tolong  temannya untuk mencari gadis itu: ketemu alamatnyi. Ketemu siapa orang tuanyi: duda dengan enam anak. Ketemu juga namanyi: Riana Sari.
Arinal pun menemui ayah Si Gadis. Ia kemukakan niatnya mengawini Riana Sari. Ia janjikan bisa menjadi suami yang bertanggung jawab.
Sang Ayah mengingatkan Riana itu masih remaja. Kalau memang mau mengawini Riana, Arinal tidak boleh hanya menjadi pacar. Harus pula bisa menjadi kakak. Bahkan menjadi bapak Riana.
Arinal menyanggupi: sudah punya rumah, mobil, dan pekerjaan. Lain hari keluarga itu pun diajak melihat rumah barunya.
Waktu melihat untuk kali pertama di jalan raya, Arinal mengira Riana sudah mahasiswa. Postur badannya memang lebih tinggi dari rata-rata gadis seumurnyi. Dia juga cantik. Dia seorang mayorete di kelompok drum band di sekolahnyi.
Arinal pun bertanya ke calon mertua: pilih punya menantu pengusaha atau pegawai negeri. “Saya ini pengusaha. Tapi sudah mendaftar sebagai pegawai negeri dan sudah lulus,” ujar Arinal saat itu.
Sang Mertua memilih agar  Arinal jadi pegawai negeri saja. “Ya sudah, cocok dengan permintaan ayah saya sendiri,” katanya.
Setelah jadi istri Arinal, Riana masuk Fakultas Hukum. Kini Riana bergelar Magister Hukum. Kalau dulu dia seorang mayorete, kini Riana menjadi ketua persatuan drum band Lampung.
Arinal pun jadi pegawai di dinas pertanian. Dari jenjang paling bawah. Naik terus. Sampai jadi kepala dinas pertanian. Pernah pula jadi kepala dinas kehutanan. Lalu jadi asisten Sekwilda. Dari asisten satu ke asisten bidang lainnya. Komplet. Semua kedudukan asisten ia lewati.
Puncaknya: Arinal jadi Sekwilda. Sampai ia pensiun tahun 2016. Lalu ia jadi ketua Golkar Lampung –dengan keinginan jadi anggota DPR.
Ternyata jadi kepala daerah.
Setelah kini jadi gubernur Lampung, Arinal tetap memperhatikan pertanian.
Ia prihatin. Ikan-ikan air tawar yang terkenal di masa kecilnya kini kian sulit di dapat: baung, belida, jelabat, tomang, dan ikan mudik.
Maka ia keruk sungai Tulang Bawang. Sampai kedalamannya kembali ke masa lalu. Semua benih ikan lama ia tabur di sungai itu.
Arinal juga membela petani singkong Lampung. “Lampung ini produsen singkong terbesar di Indonesia. Petaninya harus sejahtera,” katanya.
Tahun pertama jadi gubernur, Arinal mengamuk: ada singkong impor masuk Lampung. Dari Vietnam. Ia panggil seluruh pengusaha tapioka di Lampung. Ia beberkan nasib petani singkong. “Saya akan berbuat apa pun untuk membela petani singkong,” katanya.
Yang hadir langsung paham: Arinal lagi murka. Di Lampung sudah terkenal: kalau marah, Arinal bisa jadi preman.
Maka tanpa dikeluarkan peraturan, pengusaha menghentikan sendiri impor singkong itu.
Arinal juga mendekati menteri perdagangan: silakan impor singkong diizinkan, tapi jangan boleh masuk pelabuhan Lampung.
Kini Arinal lagi marah soal petani tebu. Semua kebun tebu punya persoalan besar: harus membakar sisa-sisa daun setelah panen raya. Asapnya dianggap mencemari udara.
Arinal punya ide baru: jalan tengah. Pembakaran jangan dilarang. Tapi dikendalikan. Kalau pembakaran dilarang total, sama artinya dengan membunuh petani tebu.
Maka Arinal mengeluarkan aturan: pembakaran bergilir. Sekali bakar hanya boleh 10 hektare. Bergantian. Sampai selesai. Dengan demikian asap yang ke udara hanya dari 10 hektare.
Jalan tengahnya itu masih dianggap salah. Arinal masih menahan amarahnya –tapi terlihat tersimpan kuat di dadanya.
Lalu soal kopi.
Anda sudah tahu: Lampung penghasil kopi terkemuka Indonesia. Sampai-sampai kopi dari Sumsel pun dipasarkan dengan nama kopi Lampung.
Arinal punya ide besar: petani jangan hanya bisa jual biji kopi. Ia ingin petani kopi dididik untuk mengolah sebagian kopi itu menjadi bubuk. Dibelikan pula mesinnya. Disupervisi oleh pengusaha kopi. Petani juga harus bisa memenuhi standar pengolahan yang ditentukan pabrik kopi.
Pabrik rokok Sampoerna adalah pioneer yang sukses mendesentralisasikan produksi rokoknya. Sampai ke unit-unit sangat kecil di desa-desa. Di bawah supervisi Sampoerna.
Arinal juga sedang memikirkan cokelat. Yang perkebunannya juga besar di Lampung. “Petani cokelat kita itu tidak pernah merasakan enaknya makan cokelat,” katanya.
Tentu kami juga ngobrol soal jalan tol. Arinal melihat perkembangan Lampung akan luar biasa setelah adanya tol Palembang-Lampung. Yang akan terus ke Jambi, Muara Enim, Lubuk Linggau, sampai Bengkulu.
“Bisa-bisa pelabuhan Lampung akan kewalahan,” kata Arinal. Maka ia berencana bertemu Pelindo, BUMN yang membidangi pelabuhan.
Arinal ingin membangun dry port. Di pinggir jalan tol. “Biarlah Pelindo yang bangun. Kami siapkan lahannya,” katanya.
Ia melihat seluruh komoditas dari Lampung dan Sumsel akan lewat pelabuhan Lampung. Yang posisi pelabuhannya memang sangat bagus. Pelabuhan alam. Laut dalam. Di Teluk. Terlindung pulau kecil. Yang seperti ini tidak dimiliki Sumsel.
Bahkan untuk jangka panjang Arinal melihat perlu dibangun pelabuhan baru. Di lokasi baru. Yang lebih besar. Juga pelabuhan alam. Laut dalam. Di Teluk. Juga terlindung pulau kecil: di Tenggamus.
Bahkan untuk penyeberangan Jawa-Sumatera tidak cukup juga kalau hanya Bakauheni dan Merak. Perlu juga dari Tenggamus ke bagian lain di Banten.
Masih banyak yang kami bicarakan. Hari pun kian malam. Beranda belakang rumah dinas ini kian sejuk. Kalau saja beranda ini lebih maju ke sana, bisa sambil melihat laut di Selat Sunda.
Arinal juga sudah terlalu lama menahan keinginannya untuk merokok. Refleksnya tangannya selalu seperti orang sedang merokok. Saya pun pamit.
Saya dan istri (orang Kaltim) bermalam di Lampung. Arinal, orang Lampung, akan berangkat ke Kaltim. Di samping membawa air dari Sungai Way Kanan, Arinal membawa tanah dari pantai barat dan dari Tenggamus. Konon Mahapatih Gadjah Mada pernah ke sana.
Indonesia punya ibu kota baru. Lampung akan punya Tenggamus baru. (Dahlan Iskan)

Baca Juga :

Beri komentar :
Share Yuk !