Wilayah Pusat

TENTU saya ke IKN Malaysia baru yang sudah lama: Putrajaya. Yakni sebelum
saya bertemu Anwar Ibrahim di Petaling Jaya.
Di IKN Putrajaya sudah lebih banyak bangunan baru. Tapi belum sampai.
Membuat saya pangling. Berarti konsep lamanya masih terjaga.
Memang sudah 15 tahun saya tidak ke Putrajaya. Setiap kali ke Kuala Lumpur
selalu tidak punya waktu ke situ. Kali ini harus. Mumpung lagi demam IKN.
Kali pertama ke Putrajaya sewaktu perdana menteri Malaysia masih dijabat Yang
Amat Berbahagia Tun Datuk Abdullah Ahmad Badawi. Saya bertemu beliau.
Bersama para direksi grup media yang saya pimpin.
Waktu itu beliau baru saja berduka: istri meninggal akibat kanker. Tak lama
kemudian saya dengar berita beliau kawin dengan mantan istri adik
almarhumah. Beliau dianggap lemah sebagai pengganti Mahathir Mohamad.
Maka cukup satu periode. Mahathir menyesal mendukungnya. Mahathir dengan
UMNO-nya lantas mendukung Najib Razak. Yang muda. Dinamis. Putra salah
satu pendiri Malaysia. Jadilah Najib pengganti Badawi.
Ternyata Mahathir menyesal lagi. Lebih-lebih pula penyesalannya. Sampai
Mahathir ikut memelopori menurunkannya dari pemerintahan.
Kantor perdana menteri itu masih sama dengan ketika saya ke sana. Masjid
besarnya juga masih sama: kini sedang dilakukan perawatan kubahnya.
Kali ini saya keliling lebih lama di Putrajaya. Ke taman di belakang kantor
perdana menteri itu. Luas sekali. Rindang. Indah. Tertata. Rapi. Bersih. Terawat.
Kantor perdana menteri itu sendiri berdiri di ujung jalan utama Putrajaya. Yakni
sebuah jalan sangat lebar. Dua arah. Di tengahnya dibangun jalur hijau yang
juga lebar. Jalur hijaunya saja sekitar 30 meter.
Jalan utama itu lurus. Panjangnya sekitar 3 Km. Dari jarak 3 Km itu, kantor
perdana menteri terlihat megah di ujung sana.
Di sepanjang jalan utama inilah kantor-kantor kementerian berada. Juga gedung
Mahkamah Agung. Sedang di ujung jalan lainnya berdiri bangunan megah:
International Convention Center. Dari kantor perdana menteri gedung convention
terlihat megah di ujung sana. Demikian juga sebaliknya.
Yang membuat IKN ini lebih indah adalah danau-danaunya. Semuanya danau
buatan. Untuk menyerap udara panas Putrajaya. Ada satu danau yang dibuat
menggelang. Sehingga terbentuk pulau di tengahnya.
Danau-danau itu juga terawat. Jernih. Bentuknya indah. Apalagi ada jembatan
modern yang cantik di atas-atasnya.
Jumlah penduduk IKN Putrajaya memang dibatasi. Sekarang hanya 100.000
orang. Meski indah rasanya kurang enak untuk tempat tinggal: ibarat pohon,
daunnya lebat buahnya jarang. Membosankan.
Padahal Putrajaya hanya sekitar 50 Km dari Kuala Lumpur.
Padahal ibu kota itu sudah berusia 20 tahun.
Padahal hanya lima menit dari pintu tol jurusan Kuala Lumpur bandara
internasional Sepang.
Seperti juga IKN Nusantara, Putrajaya pernah terganjal krisis. Nusantara oleh
Covid-19. Putrajaya oleh krismon 1998.
Keputusan membangun IKN memang baru diambil diambil tahun 1995. Oleh
Mahathir Mohamad yang punya kekuasaan mutlak.
Biar pun krismon, pembangunan jalan terus. Oleh kontraktor Malaysia sendiri.
Tidak boleh ada kontraktor asing. Seluruh bahan bangunan pun harus dari
Malaysia. Material asing dibatasi hanya boleh 10 persen.
Maka di tahun 2003, pemerintah pusat sudah pindah ke Putrajaya. Sedang
menurut undang-undang dasar Malaysia, ibu kota negara tetap Kuala Lumpur.
Rupanya UUD tidak harus diubah. Toh Yang Dipertuan Agung Raja Malaysia tetap
di Kuala Lumpur.
Seperti juga Nusantara, pilihan lokasi IKN waktu itu tidak hanya satu. Di babak
finalnya ada dua pilihan: di daerah Perang Besar (Selangor) atau di Janda Baik
(Pahang).
Kalau di Perang Besar letaknya dekat dengan KL. Kalau di Janda Baik juga tidak
jauh. Juga hanya 50 Km. Yakni di antara KL dengan dataran tinggi Genting
–pusat perjudian saat itu. Kini Janda Baik tetap sebagai kota kecil. Tempat para
penggemar sepeda naik turun di dataran tingginya.
Keputusan di Perang Besar diambil setelah Sultan Selangor mau merelakan
kawasannya dimiliki pemerintah pusat. Maka jadilah IKN di Perang Besar. Lalu
diubah namanya jadi Putrajaya.
Putrajaya adalah kota baru yang ketiga di Kuala Lumpur. Jauh sebelum itu,
1974, dibangunlah kota baru pertama: Syah Alam. Yakni sebagai ibu kota
negara bagian Selangor yang baru. Itu lantaran Kuala Lumpur –ibu kota
Selangor lama– diresmikan menjadi wilayah federal. Dengan demikian KL bukan
lagi wilayah Selangor. Ibu kota negara haruslah di wilayah federal.
Ternyata 40 tahun kemudian IKN Malaysia pindah ke Putrajaya. Tanpa mencabut
status wilayah federal Kuala Lumpur. Justru Selangor yang harus kembali
menyerahkan sebagian wilayahnya ke pusat. Untuk menjadi wilayah federal yang
baru: Putrajaya.
Kaltim pun mestinya juga demikian: harus menyerahkan kawasan Nusantara ke
pemerintah pusat. Tanpa harus barter dengan wilayah lama ibu kota.
Juga tanpa harus mempersoalkan apakah wilayah Jakarta tetap menjadi milik
pusat.
Selama ini, apakah Jakarta wilayah Pusat?
Mungkin kita harus bertanya kepada Iwan Fals. (Dahlan Iskan)

Beri komentar :
Share Yuk !