Penderita Hidrosefalus di Banjarnegara

Oleh : dr. Mirza Nuchalida

Hidrosefalus merupakan salah satu kelainan kongenital yang paling sering terjadi pada anak. Menurut Jurnal tahun 2018 yang dilakukan di Amerika Serikat, Kasus hidrosefalus bervariasi antara 68 per 100.000 kelahiran. Di Indonesia, insiden hidrosefalus mencapai 10 permil.

Hidrosefalus dapat menyebabkan konsekuensi yang serius pada anak-anak meliputi penurunan kapasitas intelektual, defisit motorik, kesulitan perilaku sehingga memengaruhi kualitas hidup anak yang terbawa hingga dewasa. Penyebab hidrosefalus dapat terjadi baik saat prenatal dan perinatal, tetapi hal-hal apa saja yang memicu terjadinya kelainan tersebut sebagian besar belum diketahui secara pasti. Faktor yang memicu hidrosefalus tersering adalah perdarahan diikuti neoplasma dan infeksi meningitis.

Salah satu penderita Hidrosefalus ada didaerah kami, Banjarnegara dimana saya dan Tenaga Kesehatan dari Rumah Sakit Islam Banjarnegara (Perawat Yunud dan Nugroho) berkunjung ke Sebuah Desa di daerah Banjarnegara tanggal 8 dan 14 Juli 2021, dimana terdapat seorang anak berinisial “D” usia 9 tahun dengan berat badan 6kg menderita Hidrosefalus.

Hidrosefalus merupakan kondisi penumpukan carian serebrospinal (CSS) mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial (TIK) dan juga penekanan jaringan normal sekitar. Hidrosefalus dapat akibat gangguan produksi, aliran atau penyerapan CSS. Prevalensi hidrosefalus sekitar 3 tiap 1000 kelahiran. Penanganan dengan shunt atau pengaliran ke tempat lain melalui teknik ETV (endoscopic third ventriculostomy).

Hidrosefalus dibedakan menjadi hidrosefalus komunikans dan non komunikans/ obstruktif berdasarkan lokasi obstruksinya dan memiliki penanganan yang berbeda.
Hidrosefalus Etiologi dapat dikelompokkan sebagai 1) Bawaan (congenital) – sering terjadi pada neonatus atau berkembang selama intra-uterin. 2) Diperoleh (acquired) – disebabkan oleh pendarahan subarachnoid, pendarahan intraventrikular, trauma, infeksi (meningitis), tumor, komplikasi operasi atau trauma hebat di kepala.

Menurut teori hidrosefalus terjadi akibat dari tiga mekanisme yaitu; produksi cairan yang berlebihan, peningkatan resistensi aliran cairan, peningkatan tekanan sinus venosa. Pemeriksaan Penunjang dapat menggunakan CT scan, Pemeriksaan Cairan Serebrospinal, Foto Polos Kepala Lateral, Pemeriksaan Funduskopi.

Terapi pada pasien Hidrosefalus dapat menggunakan terapi medika mentosa maupun menggunakan Ventriculoperitoneal Shunting. Dimana Anak D telah dilakukan saat usianya 2 bulan. keluarga mereka harus menyadari bahwa hidrosefalus dapat menimbulkan risiko baik dari segi kognitif maupun pembangunan fisik. Pengobatan oleh tim interdisipliner medis profesional, spesialis rehabilitasi, dan ahli pendidikan sangat penting untuk memberikan hasil yang positif.

Penatalaksanaan pada kasus hidrosefalus dapat dilakukan dengan terapi medikamentosa (pada beberapa kasus dengan tingkatkan yang masih ringan) dan juga dengan menggunakan operasi (padakasus yang berat). Prognosis atau keberlangsungan penyakit sangat ditentukan oleh adanya kelainan neural dan ekstraneural yang menetap. Pada bayi seperti ini, segera dilakukan Shunt dan memberikan hasil yang baik, termasuk pada anak “D” telah dilakukan shunt. Terimakasih untuk Rumah Sakit Islam Banjarnegara, Pemerintah Banjarnegara dan kitabisa.com juga ikut kontribusi dalam membantu anak “D” dan Keluarga. (*)

Beri komentar :
Share Yuk !