Peran Modelling dalam Penguatan Pendidikan Karakter

Karakter merupakan jati diri atau ciri khas yang membedakan individu yang satu dengan yang lain. Menurut Poerwadarminta, karakter bisa diartikan sebagai watak, akhlak, budi pekerti yang membedakan seseorang dengan lainnya. Karakter seseorang terbentuk dari kristalisasi dari watak inheren dan pengaruh lingkungan yang berkesinambungan. Generasi muda Indonesia saat ini dianggap mulai kehilangan karakter karena tergerus oleh arus globalisasi. Keluhan yang disuarakan oleh generasi Indonesia yang lebih senior bahwa generasi zaman sekarang kehilangan ruh ke “Indonesian-nya” seperti religius, sopan santun, ramah dan semangat gotong royong.

Pendidikan karakter menjadi bagian yang penting dalam membentuk watak seseorang yang secara tidak langsung membentuk jati diri bangsa. Pendidikan karakter itu bukan hanya tanggung jawab pendidik semata tetapi tanggung jawab dari semua komponen bangsa mulai dari tataran keluarga, masyarakat dan pemerintah. Bahkan pemerintah sangat peduli terhadap hal tersebut sampai mengeluarkan peraturan presiden nomor 87 tahun 2017 tentang penguatan pendidikan karakter. Harapan pemerintah dalam menyongsong generasi emas Indonesia pada tahun 2045 bahwa generasi Indonesia mempunyai karakter yang baik dan kokoh.

Pendidik terutama guru sekolah dasar merupakan ujung tombak dalam proses penguatan karakter ini. Pemerintah mewujudkan gerakan nasional penguatan karakter di sekolah-sekolah yang dilakukan secara masif di seluruh negeri. Pembentukan dan penguatan karakter tidak secara instan dapat terwujud. Hal tersebut membutuhkan proses yang panjang dan berkelanjutan. Karakter utama yang ditekankan dalam peraturan tersebut adalah religius, integritas, mandiri, nasionalis dan gotong royong. Nilai tersebut benar-benar perlu ditanamkan dalam diri peserta didik sehingga nantinya tidak sekedar slogan semata.

Salah satu langkah tepat dalam implementasi penguatan pendidikan karakter di sekolah yaitu modelling atau keteladanan. Psikolog Albert Bandura percaya bahwa modelling merupakan salah satu stimulus yang tepat dalam pembelajaran sosial termasuk pendidikan karakter karena terdapat tahapan meniru tingkah laku. Observasi yang dilakukan di sekolah dasar menunjukkan bahwa peserta didik sebagian besar akan belajar tingkah laku baik dan buruk dari gurunya. Walaupun tidak dipungkiri, lingkungan keluarga juga mempunyai andil yang besar dalam pembentukan karakter.

Keteladanan atau modelling menjadi teknik pembinaan yang penting dalam penguatan pendidikan karakter. Nilai-nilai dari karakter yang baik dapat terinternalisasi secara sadar maupun tidak sadar dalam diri peserta didik. Contohnya dalam hal menjaga kebersihan, pendidik dapat memberikan keteladanan dengan membuang sampah di tempatnya. Perilaku tersebut akan dicontoh oleh peserta didik. Jika pendidik melakukan hal baik maka akan ditiru. Tetapi sebaliknya jika pendidik melakukan hal yang tercela maka tidak menutup kemungkinan juga akan ditiru oleh peserta didik.

Modelling dapat diawali guru dengan dimulai dari hal kecil, dimulai dari sekarang dan dimulai dari diri sendiri. Hal kecil misalnya perilaku keseharian yang sederhana, makan dan minum dengan duduk, sapa, salam dan lainnya. Memulai kebiasaan baik dari saat ini. Jika tidak sekarang, kapan lagi? Keteladanan bagi peserta didik tentu dimulai dari diri guru. Bagaimana perilaku, keseharian, ucapan dan perbuatan seorang guru adalah model dan suri tauladan bagi peserta didik. Ing ngarso sug tuladha, begitulah Ki Hajar Dewantara mengibaratkan guru. Guru adalah teladan bagi peserta didik.

Penguatan pendidikan karakter peserta didik melalui modelling dapat dibantu dengan membuat akronim peserta didik. Misalnya, akronim “LISA” yang berarti lihat sampah langsung ambil. Pembiasan seperti ini membentuk karakter yang baik. PPK dengan modelling akan lebih berhasil ketika di keluarga juga orang tua memberi keteladanan. Pendidik dan orang tua bekerja sama memberikan keteladanan dalam membantu proses terbentuknya karakter yang baik untuk generasi muda. Keberhasilan pembentukan karakter membutuhkan perlakuan yang berkesinambungan dan pembinaan yang berkelanjutan.

Penulis : AZIZ FANANI
GURU SD NEGERI 1 MANDIRAJA WETAN

 

 

Beri komentar :
Share Yuk !

Tinggalkan komentar