Penerapan Role Playing dalam Pembelajaran Matematika Kontekstual

Bel istirahat berbunyi. Satu per satu siswa ke luar kelas untuk istirahat. Uang disiapkan di saku. Masing-masing membeli makanan dan minuman yang disukai baik di kantin sekolah maupun penjaja makanan eceran di dekat pagar sekolah. Ada juga siswa yang menjajakan dagangan mainan berupa slime buatan sendiri yang ditawarkan kepada siswa lain.

Pemandangan seperti ini lazim dijumpai di sekolah dasar dimana siswa praktek jual beli. Pada kegiatan jual beli, siswa praktik langsung berhitung matematika. Ada banyak pembelajaran yang dapat diambil siswa. Mereka akan tersadar dan termotivasi untuk harus bisa berhitung dengan tepat, cepat dan akurat.

Kesadaran untuk mampu berhitung akan terbangun dengan sendirinya. Bandingkan dengan pembelajaran yang sekadar barisan perhitungan angka. Akan sangat terasa bedanya. Siswa akan cenderung cepat bosan, perhatian berkurang dan rendahnya kesadaran pentingnya kemampuan berhitung. Guru akan memerlukan tenaga ekstra untuk membelajarkan siswa.

Matematika adalah ilmu dasar berhitung. Penguasaan matematika akan sangat diperlukan untuk memahami mata pelajaran lain yang memerlukan perhitungan dan logika. Kemampuan matematika bukan sekadar melakukan perhitungan angka-angka.

Jauh lebih penting adalah makna dari perhitungan angka-angka tersebut. Dengan pembelajaran kontekstual, siswa dengan sendirinya akan memahami makna perhitungan angka-angka tersebut. Misalnya, penjumlahan adalah menggabungkan, pengurangan adalah lawan penjumlahan dan sebagainya.

Paradigma pembelajaran pada kurikulum 2013 memfasilitasi pembelajaran yang lebih bermakna. Pada pembelajaran matematika, siswa terlebih dahulu diajak untuk mengamati hal-hal di sekitar terkait materi pembelajaran yang akan dipelajari. Pembelajaran diawali dengan ilustrasi masalah kontekstual. Bagi siswa SD yang masih berada pada taraf berpikir konkret akan sangat terfasilitasi.

Pembelajaran matematika kontekstual adalah pembelajaran yang mengaitkan materi pelajaran dengan konteks kehidupan sehari-hari siswa. Penyelenggaraan pembelajaran ini dapat dilakukan dengan ilustrasi. Salah satu metode yang tepat dengan pendekatan matematika kontekstual adalah bermain peran atau role playing.

Bermain peran atau role playing adalah salah satu model pembelajaran yang melibatkan penghayatan, komunikasi dan pengembangan imajinasi siswa dalam memahami materi pelajaran. Kelebihan role playing adalah siswa menjadi kreatif dalam memecahkan masalah yang dihadapi dan melatih komunikasi matematis serta pengetahuan menjadi berkesan dan tertanam kuat di pikiran siswa.

Kelemahan yang dijumpai adalah pembelajaran membutuhkan waktu relatif lebih lama dan siswa yang berakting peran tertentu terkadang merasa malu. Pakar pendidikan, Hamzah B. Uno mengatakan bahwa role playing mendukung suatu pembelajaran berdasarkan pengalaman yang empiris.

Ada sembilan tahapan dalam pelaksanaan role playing menurut pakar pendidikan tersebut, yaitu: pemanasan, memilih pemain, menata panggung, ada beberapa siswa sebagai pengamat, pementasan, diskusi dan evaluasi, pementasan kembali, diskusi dan evaluasi kedua, dan berbagi pengalaman dan kesimpulan.

Model pembelajaran role playing dapat diterapkan pada pembelajaran matematika di kelas lima. Misalkan pada materi statistika tentang pengumpulan dan penyajian data. Untuk mengantarkan siswa pada materi tersebut, kelas dapat dibuat dalam berbagai peran. Kelas terlebih dahulu dibuat dalam kelompok terdiri dari 5 siswa. Masing-masing kelompok misalkan dibuat sebagai perkumpulan warga RT.

Dalam kelompok, satu orang berperan sebagai ketua RT dan lainnya sebagai warga. Setiap ketua RT diminta mendata warganya misalnya terkait umur, pekerjaan dan penghasilan. Skenario dibuat fleksibel dan diserahkan kepada improvisasi siswa. Kegiatan ini bertujuan mengarahkan siswa memahami maksud pengumpulan data.

Tahap selanjutnya, setiap kelompok menyampaikan hasil pendataan di depan kelas secara tertulis dan lisan. Kegiatan ini bertujuan mengarahkan siswa maksud dan cara penyajian data. Tujuan dan manfaat lain yaitu melatih keberanian siswa. Setelah presentasi selesai, kelompok lain menanggapi presentasi. Kegiatan ini bertujuan melatih siswa untuk berpikir kritis dan berani menyampaikan pendapat.

Tujuan pembelajaran role playing adalah siswa lebih memahami konsep. Dengan learning by doing (belajar sambil melakukan), diharapkan pengetahuan akan tertanam kuat di ingatan siswa. Perasaan malu tampil di depan orang banyak sedikit demi sedikit akan terkikis. Secara tidak langsung hal ini akan melatih sisi afeksi siswa. Suatu kebahagiaan bagi guru jika para siswa menikmati pembelajaran dan siswa menjadi pusat pembelajaran.

AZIZ FANANI
Guru SD Negeri 1 Mandiraja Wetan

Beri komentar :
Share Yuk !

Tinggalkan komentar