Waktu Jingga

Langkah kaki itu terdengar jelas ditelinga para siswa yang berisik di dalam kelas. Langkah kaki itu semakin terdengar jelas dan membuat semua siswa kalang kabut menuju tempat duduknya. Kecuali Sehun dan Luhan, dua kutu buku berkulit putih itu tampak asyik dengan buku pelajaran yang dibacanya. Mereka tidak sadar jika wali kelas mereka telah datang dan berdiri mematung di depan kelas sambil memperhatikan dua makhluk putih itu membaca buku.

“Ekhmmmm,” Sang guru tiba tiba berdehem membuat Sehun dan Luhan menengok ke arah guru dengan cengengesan. Mereka sudah beberapa kali kepergok terus membaca buku dan tidak tahu ada guru yang datang.

“Eh pak guru maaf Pak,” ucap Sehun mewakili Luhan dan tersenyum manis kepada guru seolah tidak ada yang terjadi baru saja.

“Kalian ini kebiasaan, itu bagus bagus saja jika rajin membaca buku tetapi jika ada guru datang kalian berdua harus memberi salam seperti yang lainnya bukan malah cuek seperti tadi,” ucap gurunya mendengus kesal. Anak anak itu terlalu rajin, sepertinya itu yang ada di pikiran Sang guru.

Sepertinya tidak hanya hari itu, hari hari berikutnya juga mereka kepergok dengan kasus yang sama. Memang jika sudah hobi sulit hilang. Luhan dan Sehun menganggap seolah tidak ada apapun yang terjadi. Mereka terlahir cuek namun mereka selalu menjawab sapaan sapaan adik adik kelasnya. Ya, keduanya saat ini kelas sembilan. Tidak sedikit dari adik adik kelasnya mengidolakan Sehun dan Luhan. Selain mereka berdua tampan, mereka juga multitalenta, itulah yang membuat siswa siswa lainnya menyukai dirinya.

“Hun, aku” lirih Luhan dan melirik ke arah Sehun yang sibuk membaca majalah sekolah.

“Kamu mau ke toilet?” tanya Sehun padahal Luhan belum mengatakan apa maunya tetapi Sehun sudah tahu.

Sehun tahu apapun yang diinginkan oleh sahabat nya itu bahkan Sehun hafal gerak gerik Luhan. Luhan sangat senang memiliki sahabat seperti Sehun. Pria yang sedikit lebih tinggi darinya itu selalu menemaninya kemanapun kecuali saat setelah pulang sekolah.

“Han, apa ada kamu memiliki acara setelah pulang sekolah?” Tanya Sehun menoleh ke arah Luhan yang sedang membenarkan resleting celananya.

“Tidak, memangnya ada apa?” Tanya Luhan menaikkan kedua alisnya.

“Tidak apa apa, apa kamu mau menemaniku membeli buku waktu-“ Tawar Sehun dan tersenyum manis ke arah Luhan.

“Tidak, maaf aku memang lelah,” jawab Luhan datar dan pergi dari depan toilet meninggalkan Sehun sendiri.

Yang Sehun pikirkan saat ini adalah ada apa dengan Luhan? Kenapa saat dirinya menyebut kata ‘waktu’ Luhan terlihat kecewa. Sehun memilih untuk membeli bukunya sendiri saat pulang sekolah nanti. Sampai sekarang Luhan masih mendiamkan Sehun. Bahkan Luhan sampai tidak mau berbagi buku. Sehun yang bingung dengan sikap Luhan semenjak hari itu lebih baik memulai pembicaraan.

“Lu-“ Ucapan Sehun terpotong karena Luhan menempelkan jari telunjuk nya ke bibir Sehun.

“Aku memaafkanmu,” ucapan Luhan membuat Sehun lega. Luhan memaafkannya. Tetapi Sehun masih penasaran dengan apa maksud Luhan kecewa dengan kata waktu. Sejauh ini Sehun memang selalu tahu apa yang Luhan rasakan namun beda dengan kali ini. Luhan seperti sinetron bersambung yang selalu membuat penasaran penonton.

Hari demi hari berlalu. Luhan sering sekali tidak berangkat sekolah. Sehun juga tidak tahu apa penyebabnya. Dan setiap Sehun melewati rumah Luhan saat pulang sekolah selalu sepi. Bahkan ada beberapa siswa yang bertanya kepada Sehun dimana Luhan. Sehun akhir akhir ini sering kemana mana sendiri jika biasanya ditemani Luhan.

“Kemana kak Luhan?” tanya salah satu adik kelas saat Sehun baru saja kembali dari perpustakaan untuk meminjam buku. Sehun yang merasa sedang ditanya pun menghentikan langkahnya.

“Kak Luhan tidak berangkat,” Jawab Sehun dingin lalu berjalan cepat masuk ke dalam kelas.

Sehun terus saja melirik bangku sebelahnya dan terus memandang buku yang sengaja ia letakkan di bangku milik Luhan seolah buku yang ada di sampingnya itu Luhan.

“Sehun! Kamu maju dan kerjakan soal ini” Ucap sang guru yang sedang mengajar.

“Luhan ak- oh iya Luhan tidak berangkat,”gumam Sehun dan maju ke depan kelas untuk menjawab soal.

Sehun semakin penasaran dengan penyebab Luhan tidak berangkat ke sekolah selama kurang lebih satu minggu. Tidak ada surat yang diberikan pada guru setiap harinya. Sehun pernah berfikir apa Luhan sakit parah. Kali ini Sehun akan kembali pulang sekolah melewati rumah Luhan. Sepertinya rumah Luhan masih saja terlihat sepi seperti hari hari sebelumnya. Sehun selalu kecewa karena setiap ia datang rumah Luhan selalu sepi. Kebetulan sekali ada seseorang satpam yang sedang bertugas di rumah Luhan. Sehun kembali bersemangat dan berinisiatif untuk bertanya pada satpam tentang Luhan.

“Permisi pak,” Sapa Sehun sopan dan membungkukkan tubuhnya.

“Iya ada apa ya?” Sahut si pak satpam.

“apa Luhan di rumah?” tanya Sehun dan melongok ke arah pintu rumah Luhan.

“Wah saya tidak tahu tuan, akhir akhir ini den Luhan dan ibunya jarang pulang ke rumah,” jelas pak satpam sedikit membuat Sehun kecewa kembali.

Sehun memilih untuk pulang ke rumahnya. Sehun memang berjalan kaki ke rumahnya karena rumahnya cukup dekat dari sekolah. Sehun terus memandangi jalan yang sangat kering ditambah dengan jatuhnya daun daun dari pohonnya. Sehun tidak tahu harus berbuat apa. Dia merasa kesepian jika membaca buku tanpa sahabatnya itu.
“Luhan dimana dirimu…” lirih Sehun. Dia tanpa Luhan selalu kesepian.

Sudah kurang lebih dua minggu tetapi Luhan tidak ada kabar. Seperti biasa Sehun selalu meletakkan buku di bangku milik Luhan yang ada di sebelahnya dan terus menganggap buku itu adalah Luhan. Kemanapun Sehun selalu membawa buku itu.

Pandangan Sehun semakin di kejutkan dengan kehadiran satpam rumah Luhan dengan membawa surat. Sehun pikir itu adalah surat ijin tidak masuk karena Luhan sakit tetapi nyatanya bukan. Guru Sehun tiba tiba memberikan surat itu pada Sehun yang sedang memandangi buku nya.

“Untuk mu,” ucap guru itu terlihat ramah dan tersenyum kecil saat memberikan surat itu.

“Terimakasih,” lirih Sehun dan membuka amplop surat itu. Hanya sebuah surat dengan tulisan tangan Luhan.

‘Sehun aku terkena penyakit kanker darah, maafkan aku tidak menceritakan hal ini padamu padahal ini sudah sangat lama aku sembunyikan dan juga maafkan aku karena pernah mengabaikanmu, aku tahu pasti kamu heran kenapa aku kecewa saat kamu memintaku menemani mu membeli buku. Kamu sudah menyebut kata waktu, kata yang aku benci. Kamu akan tahu apa maksudku. Maafkan aku juga jika selalu menyusahkan dirimu dan selalu meminta bantuanmu. Dan Terima kasih atas apapun yang sudah kamu lakukan untukku dan terimakasih sudah menemaniku dan menjadi sahabat ku yang terbaik. Datanglah kerumahku untuk mengetahui apa penyebab aku membenci kata waktu.’ Sehun sedikit meneteskan air matanya membaca surat dari Luhan.

Sehun sedikit terkejut ketika ia sampai rumah Luhan dan sangat banyak karangan bunga serta foto foto Luhan yang diletakkan di luar rumah. Apa Luhan meninggal? Sehun hanya berfikiran seperti itu. Sehun melihat mobil ambulans yang menuju pemakaman di dekat rumah Luhan. Sehun berlari menuju pemakaman dengan tergesa gesa. Sehun tidak pernah berhenti berlari demi mengejar ambulans itu. Sehun terduduk lemas ketika ia datang terlalu lama ke pemakaman. Terlihat ibu Luhan yang sedang memeluk nisan bertulisan Luhan. Sehun meneteskan air matanya ketika melihat nama sahabatnya ada di nisan itu.

“Luhan… Hikss… Aku disini, kenapa kau pergi,hikss,” Sehun terisak. Bagaimana bisa dia bertemu sahabatnya itu terakhir di pemakaman.

Satu persatu orang pergi dari pemakaman Luhan begitu juga keluarga Luhan. Tetapi hingga sore hari ini Sehun tetap pada tempatnya dan memandang tanah bertabur bunga dan nisan bertulisan nama Luhan.

“Luhan kenapa kamu pergi, aku masih ingin berteman denganmu, aku akan kembali kesepian jika kamu pergi, aku tidak percaya ini bisa terjadi hikss Luhan… ” Tangisan sedih Sehun terus berlanjut hingga matahari mulai menenggelamkan sinarnya. Cahaya jingga cantik yang memancar ketika Sehun beranjak dari duduknya.

“Selamat jalan Luhan, sahabat terbaikku, tunggu aku sampai ke alam mu kelak… ” Lirih Sehun saat keluar dari pemakaman Luhan. Sehun berharap Luhan mendengar kata katanya.

 

Beri komentar :
Share Yuk !

Tinggalkan komentar