MA Batalkan Kenaikan Iuran BPJS, KPCDI Desak Putusan Segera Dijalankan

JAKARTA – Mahkamah Agung (MA) mengabulkan gugatan Komunitas Pasien Cuci Darah (KPCDI) terkait Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Alhasil, kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dibatalkan.

“Mengabulkan sebagian, menolak sebagian,” kata juru bicara MA, Andi Samsan Nganro saat dihubungi JawaPos.com, Senin (9/3).

Andi menjelaskan, Pasal 34 ayat 1 dan 2 bertentangan dengan Pasal 23 A, Pasal 28H dan Pasal 34 UUD 1945. Selain itu juga bertentangan dengan Pasal 2, Pasal 4, Pasal 17 ayat 3 UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Sebab dalam Pasal 34, tertuang kriteria kenaikkan iuran BPJS. Besaran iuran berbeda-beda tergantung pada pelayanan ruang perawatan yang kemudian, kenaikkan iuran BPJS Kesehatan itu berlaku mulai 1 Januari 2020.

“Pasal 34 itu yang dikabulkan. Kemudian yang selebihnya itu ditolak,” urai Andi.

Perkara Nomor 7P/HUM/2020 itu diputus pada Kamis 27 Februari 2020 terkait Hak Uji Materil. Perkara ini diadili oleh Ketua Majelis Hakim Agung Supandi dengan anggota Yosran dan Yodi Martono.

Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) memberi apresiasi terhadap Keputusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan Perpres 75 Tahun 2019 tentang kenaikan Iuran BPJS Kesehatan yang mulai berlaku efektif sejak Januari 2020 yang lalu. Keputusan MA tersebut merupakan angin segar bagi rakyat kecil.

“Saya rasa rakyat kecil yang kemarin menjerit karena kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen akan senang menyambut keputusan MA ini. Dan KPCDI berharap pemerintah segera menjalankan keputusan ini, agar dapat meringankan beban biaya pengeluaran masyarakat kelas bawah setiap bulannya” ujar Tony Samosir pasien gagal ginjal yang sudah melakukan cangkok ginjal itu.

Tony Samosir berharap pemerintah, ataupun BPJS Kesehatan tidak lagi membuat keputusan dan kebijakan yang sifatnya mengakali atau mengelabui dari keputusan tersebut. “Jalankan keputusan MA dengan sebaik-baiknya. Toh ini yang menang rakyat Indonesia,” tegasnya.

Lebih lanjut ia mengatakan, KPCDI yang merupakan organisasi berbentuk perkumpulan dan anggotanya kebanyakan penyintas gagal ginjal (Pasien Cuci Darah) ini, akan terus mengawal keputusan MA hari ini.

“KPCDI juga akan terus berjuang demi kepentingan pasien. Setiap kebijakan publik yang merugikan pasien dan bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan cita-cita berdirinya negara ini, akan tetap kami lawan,” tegasnya.

Kepala Humas BPJS Kesehatan M. Iqbal Anas Ma’ruf mengaku belum menerima salinan putusan dari MA. ”Sampai saat ini BPJS Kesehatan belum menerima salinan hasil putusan Mahkamah Agung tersebut, sehingga belum dapat memberikan komentar lebih lanjut,” terang Iqbal, Senin (9/3).

Iqbal menambahkan, saat ini BPJS Kesehatan belum bisa mengkonfirmasi kebenaran isi putusan MA dan mempelajari hasilnya jika sudah diberikan. Apabila hasil konfirmasi sudah didapatkan dan teruji kebenarannya, BPJS Kesehatan akan melakukan koordinasi dengan kementerian terkait sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
”Pada prinsipnya BPJS Kesehatan akan mengikuti setiap keputusan resmi dari Pemerintah,” imbuh Iqbal.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menanggapi, pihaknya akan mengkaji kembali keputusan MA terkait iuran BPJS Kesehatan.

“Jadi kalau sekarang dengan hal ini, adalah suatu realitas yang harus kita lihat. Kita nanti kita review lah,.. yaaaa..,” ujarnya di Istana Negara Jakarta, Senin (9/3).

Menurutnya, pemerintah akan melihat dampak keseluruhan dari keputusan MA tersebut. “Ya ini kan keputusan yang memang harus lihat lagi implikasinya kepada BPJS gitu ya. Kalau dia secara keuangan akan terpengaruh ya nanti kita lihat bagaimana BPJS Kesehatan akan bisa sustain,” jelasnya.

Sri Mulyani kembali mengingatkan, tujuan dari kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini tak lain untuk memberikan fasilitas layanan kesehatan kepada seluruh masyarakat. Namun sayangnya, badan yang mengurus pelayanan sosial tersebut mencatat keuangan yang merugi hingga saat ini.

“Kondisi keuangan BPJS meskipun saya sudah tambahkan Rp 15 triliun dia masih negatif, hampir sekitar Rp 13 triliun (defisitnya),” tegasnya.

Sebagai informasi Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) melayangkan uji materi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan terkait kenaikan iuran BPJS yang mencapai 100 persen ke Mahkamah Agung (MA). Gugatan tersebut diajukan oleh Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir pada 2 Januari 2020. Adapun permohonan JR tersebut bernomor perkara 7 P/HUM/2020 perkara Hak Uji Materil.

Mereka beralasan Perpres No. 75 Tahun 2019 yang diteken Presiden Jokowi dan diundangkan pada 24 Oktober ini bertentangan dengan UUD Tahun 1945; UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN); UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS); dan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. (jpnn)

Beri komentar :
Share Yuk !