Mengenal Komunitas I Can Enterprise, Kerinduan Masa Kecil untuk Masa Depan Difabel

YOGYAKARTA – Langkah kecil dua penyandang gagal ginjal Listi Budiharjo dan Tri Mulyana dari Yogyakarta perlu diapresiasi setinggi-tingginya. Berangkat atas sebuah kerinduan mimpi masa kecil, untuk mendirikan sebuah panti asuhan, namun mimpi terlupakan, justru passionnya dinyalakan pada usia yang sudah terlampau dewasa dan dalam kondisi keterbatasan fisik karena penyakit kronis.

I Can Enterprise, lembaga sosial yang juga dibangun atas dasar keprihatinan atas beberapa kondisi teman-temannya sesama penyintas yang banyak mengeluh di sosial media karena kerap dianggap tidak mampu di tengah masyarakat dan kadang justru hidupnya dianggap hanya bergantung pada orang lain. Kedua penyintas tersebut menolak untuk hidup tidak berdaya dalam keterbatasan.

Untuk itulah I Can Enterprise memfokuskan misinya bagi para penyintas/penyandang, survivors dan difabel.

Lembaga sosial yang sudah direncanakan sejak 3 tahun lalu ini memulai debutnya dengan menyelenggarakan Workshop Ecoprint dan Pembuatan Kalung Pohon bagi peserta yang terdiri dari penyintas ginjal, survivors cancer, survivors lupus dan kawan disabilitas tuna rungu, tuna wicara dan tuna daksa.

Beberapa Peserta Bahkan Datang Langsung dari Solo.

Workshop dipandu oleh mentor ecoprinting, Anastasia Vita Divinita dari Cekli Craft. Sedangkan materi pembuatan kalung pohon dipandu oleh mentor Endang Mulyaningsih, dosen ISI Yogyakarta, yang juga pemilik Sadhu Craft.

Ecoprint atau ecoprinting adalah teknik memotif dengan memindahkan warna/bentuk daun dan komponen tumbuhan ke permukaan media. Untuk kali ini media yang digunakan adalah kain. Daun yang digunakan dalam ecoprint kali adalah daun jati, daun lanang, daun eucalipyptus, daun ketepeng, daun ketapang, daun jenitri, daun pakis, daun cemara, daun jarak kepyar, dan berbagai daun lainnya yang memiliki kandungan tannin atau zat hijau daun. Tannin inilah yang nantinya akan meninggalkan motif dan warna pada kain pada saat proses.

Metode ecoprint yang dilakukan kali ini adalah ecoprint dengan model kukus, di mana daun yang sudah ditata pada kain yang sebelumnya sudah dilakukan pre modran atau melepaskan zat-zat kimia kain. Kain yang diecoprint juga dipadukan dengan pewarnaan alam dari pohon tinggi, merbau, tegeran dan jolawe yang menghasilkan warna-warna alami nan unik di setiap serat kain.

Pada sesi kedua, sambil menunggu kain yang sudah diecoprint dikukus, peserta diajak untuk belajar membuat kalung pohon dari manik-manik kayu warna-warni dan kawal elastis yang dililitkan pada sebuah ring membentuk pohon.

Menurut Endang Mulyaningsih, kalung pohon memiliki filosofi yang menyimbolkan kebijaksanaan, pengetahuan, perlindungan, kekuatan, stabilitas dan kemakmuran.

Salah satu peserta, merasakan senang mengikut workshop ini. “Hari ini sangat luar biasa, tambah ilmu yang bermanfaat, tambah keterampilan, semoga bisa membuat kreativitas saya”, tutur Winarsih salah satu peserta workshop.

Peserta lainnya mengungkapkan bahwa workshop ini sangat bermanfaat untuk menambah keterampilan baru yang produktif dan bisa langsung diterapkan.

Bahkan beberapa peserta mengharapkan workshop lanjutan, seperti yang dituturkan oleh Dwi Rahayu dan beberapa temannya dari Gerakan untuk Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia (Gerkatin) Kabupaten Sleman.

Dengan kegiatan membuat kalung pohon, di mana fokus perhatian peserta diarahkan proses pembuatan kalung saat saat melilikan kawat pada sebuah ring dan kemudian mengisi kawat-kawat tersebut dengan manik-manik. Kegiatan ini pun bisa menjadi sarana meditasi bagi seseorang.

Listi Budiharjo, pendiri I Can Enterprise, tidak menyangka bahwa antusiasme dari masyarakat dengan keterbatasan fisik dan penyakit kronis ini sangat luar biasa, bahkan peserta yang hanya dibatasi sampai 20 orang ini harus menyisakan daftar tunggu yang nantinya bagi pendiri I Can Enterprise, hal ini menjadi anugerah sekaligus tantangan dan semangat untuk menyelenggarakan workshop pengembangan keterampilan atau pemberdayaan bagi orang-orang dengan kebutuhan khusus lebih intens lagi.

“Ke depan kami akan menyelenggarakan kegiatan pelatihan softskills seperti ini dengan lebih bervariasi seperti misalnya menyelenggarakan workshop pewarnaan kain dengan shibori, workshop ecoprinting dengan metode pounding (pukul), atau workshop pewarnaan kain dengan metode jumputan, dan lain sebagainya yang misinya adalah pengembangan keterampilan supaya teman-teman penyintas/survivors/difabel ini memiliki berbagai keterampilan yang bisa dimanfaatkan supaya mereka bisa berkarya di tengah masyarat dengan segala keterbatasan. Dan tentu saja, bagi para penyintas, survivors, dan difabel, kegiatan seperti ini tidak berbayar (gratis),” katanya baru-baru ini.

Nantinya, para peserta juga akan dibentuk dalam wadah komunitas, dimana mereka akan diajak secara rutin untuk menghasilkan karya ecoprint, dan hasilnya akan kami bantu jual dengan membuatkan marketplace di social media. Hasil penjualan nanti akan diserahkan kepada peserta yang karyanya terjual. Dengan cara seperti, harapannya teman-teman bisa hidup lebih mandiri, ungkap Listi.

Selain penyintas/survivors dan difabel, I Can Enterprise juga berfokus pada pemberdayaan pada anak-anak, sementera ini yang akan dirintis dan dilakukan adalah dengan membuat perpustakaan/taman bacaan di tempat-tempat yang belum terakses dengan buku, seperti panti asuhan, kampung-kampung atau desa-desa yang belum terakses perpustakaan.

I Can Enterprise sendiri berasal dari kata I Can (dalam Bahasa Inggris), yang artinya saya bisa, saya mampu.

I Can Enterprise dengan slogan “Beyond The Limit” ingin menebarkan semangat bagi orang-orang dengan segala keterbatasannya untuk berani melampui segala keterbatasan tersebut, karena mereka berharga, mampu dan bisa untuk berkarya dan memberikan kontribusi bagi masyarakat sekitar yang dimulai dari lingkup kecil hingga harapannya gaungnya bisa memberikan semangat sampai ke lingkup global. (ook/*/lbudiarjo/jos)

Beri komentar :
Share Yuk !

Tinggalkan komentar