Mulai 26 Juli PPKM Darurat Dibuka Secara Bertahap

Presiden RI Joko Widodo

JAKARTA-Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan, mulai 26 Juli 2021 pemerintah akan melakukan pembukaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat) secara bertahap. Tapi, hal ini dilakukan jika kasus Covid-19 dikatakan mulai mengalami penurunan.

“Jika tren kasus terus mengalami penurunan maka 26 juli 2021 pemerintah akan melakukan pembukaan secara bertahap,” ujarnya secara virtual, Selasa (20/7).

Pasar tradisional yang menjual kebutuhan pokok sehari-hari diizinkan dibuka sampai pukul 20.00 WIB dengan kapasitas 50 persen. Sementara pasar tradisional selain yang menjual kebutuhan pokok sehari-hari diizinkan buka sampai puku 15.00 WIB dengan kapasitas maksimal 50 persen.

“Tentu saja dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat yang pengaturannya akan ditetapkan pemerintah daerah,” ujarnya

Kemudian, pedagang kaki lima, toko kelontong, agen atau outlet voucher, pangkas rambut, laundry, pedagang asongan, bengkel kecil, cucian kendaraan, dan usaha kecil lainnya yang sejenis, diizinkan buka dengan protokol kesehatan ketat sampai dengan pukul 21.00 WIB.

“Pengaturannya, teknisnya diatur oleh Pemerintah Daerah (Pemda),” ucapnya.

Lalu, untuk warung makan, pedagang kaki lima, lapak jajanan dan sejenisnya yang memiliki tempat usaha di ruang terbuka diizinkan buka dengan protokol kesehatan dengan ketat sampai dengan pukul 21.00 WIB dan maksimum waktu makan untuk setiap pengunjung 30 menit.

“Sedangkan kegiatan yang lain pada sektor esensial dan kritikal, baik di pemerintahan maupun swasta, serta terkait dengan protokol perjalanan, akan dijelaskan secara terpisah,” tuturnya.

Jokowi meminta kerjasama dan bahu membahu untuk melaksanakan PPKM ini dengan harapan kasus akan segera turun dan tekanan kepada rumah sakit juga menurun.

“Untuk itu, kita semua harus meningkatkan kedisiplinan dalam menerapkan protokol kesehatan, melakukan isolasi terhadap yang bergejala dan memberikan pengobatan sedini mungkin kepada yang terpapar,” tuturnya.

Disamping itu, Pemerintah juga akan terus membagikan paket obat gratis untuk OTG dan yang bergejala ringan yang direncanakan sejumlah 2 juta paket.

Sementara, untuk meringankan beban masyarakat yang terdampak pemerintah mengalokasikan tambahan anggaran perlindungan sosial Rp 55,21 triliun berupa bantuan tunai yaitu Bantuan Sosial Tunai (BST), Bantuan Langsung Tunai (BLT) desa, Program Keluarga Harapan (PKH), juga bantuan sembako, bantuan kuota internet dan subsidi listrik diteruskan

Pemerintah juga memberikan insentif untuk usaha mikro informal sebesar Rp 1,2 juta untuk sekitar 1 juta usaha mikro. “Saya sudah memerintahkan kepada para menteri terkait untuk segera menyalurkan bansos tersebut kepada warga masyarakat yang berhak,” imbuhnya.

Jokowi mengajak seluruh lapisan masyarakat dan seluruh komponen bangsa untuk bersatu padu melawan Covid-19 ini. Menurutnya, ini situasi yang sangat berat tapi dengan usaha keras bersama diharapkan Indonesia dapat kembali bangkit.

Jokowi mengakui, penerapan PPKM darurat yang dimulai 3 juli 2021 yang lalu merupakan kebijakan yang tidak bisa dihindari. Kebijakan yang harus diambil pemerintah meskipun terasa sangat berat. Langkah tersebut dilakukan untuk menurunkan penularan covid-19 dan mengurangi kebutuhan masyarakat untuk pengobatan di rumah sakit.

“Sehingga tidak menyebabkan lumpuhnya rumah sakit lantaran over kapasitas pasien covid-19 serta agar layanan kesehatan untuk pasien dengan penyakit kritis lainnya tidak terganggu dan terancam nyawanya,” tuturnya.

Jokowi menyebut, keberhasilan PPKM Darurat terlihat dari data dimana penambahan kasus dan kepenuhan tempat tidur rumah sakit mengalami penurunan. “Kita selalu memantau, memahami dinamika di lapangan dan juga mendengar suara-suara masyarakat terdampak dari PPKM,” ujarnya.

Terpisah Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Pandu Riono mengkritik kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang melonggarkan secara bertahap PPKM Darurat. Jokowi dianggap tidak menjelaskan secara rinci pertimbangan yang dipakai untuk membuat kebijakan tersebut.

“Masa Presiden memutuskan tidak menggunakan kriteria yang dipakai, misalnya ada level 3, level 2, level 4 yang kemarin dipakai untuk pengetatan. Harus pakai kriteria. Kalau nggak pakai kriteria namanya akhirnya keputusan subjektif,” kata Pandu saat dihubungi JawaPos.com, Selasa (20/7).

Pandu menjelaskan, dalam mengambil keputusan yang berkaitan debgan pandemi Covid-19 ini seharusnya memakai kriteria yang baku. Seperti halnya saat PSBB berlangsung.

Kriteria pengetatan atau pelonggaran aktivutas masyarakat mengacu pada tren kenaikan testing, tren penurunan kasus yang konsisten, tren pengurangan orang yang dirawat di rumah sakit, hingga tren penurunan kematian.

“Dan pelonggarannya juga harus dipikirkan bentuknya seperti apa. Ada tahapan pertama, kedua, ketiga, itu dulu waktu PSBB sudah ada kriterianya, tapi kan yang sudah bagus dulu nggak dipakai lagi,” imbuh Pandu.

Akademisi itu justru memiliki kekhawatiran angka kasus Covid-19 bisa kembali melonjak apabila tidak ada kriteria yang baik dalam menentukan kebijakan. “Ikuti semua kriteria yang sudah ditetapkan. Mereka (pemerintah) itu nggak konsisten. Pemerintah itu harus konsisten. Kalau sudah punya kriteria dipakai,” pungkas Pandu.(jawapos)

Beri komentar :
Share Yuk !