PP Local Lockdown Disiapkan

JAKARTA – Pemerintah tengah menyiapkan Peraturan Pemerintah (PP) terkait karantina wilayah untuk mencegah penyebaran COVID-19 di Indonesia. Dalam PP itu, akan diatur kapan sebuah daerah boleh melakukan pembatasan gerakan alias local lockdown.

“Pemerintah sedang menyiapkan rancangan Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan apa yang disebut karantina kewilayahan. PP ini perlu diterbitkan karena pemerintah tak bisa serta merta menutup satu atau dua wilayah tanpa aturan yang pasti,” kata Menkopolhukam Mahfud MD di Jakarta, Jumat (27/3).

Pemerintah, lanjutnya, telah membaca situasi yang terjadi di beberapa daerah saat ini. Sejumlah pemda, sduah menyampaikan secara langsung meski format karantina belum disepakati. “Mereka sudah mulai menyampaikan beberapa keputusan kepada pemerintah. Namun, formatnya belum jelas,” tuturnya.

Oleh karena itu, dengan dikeluarkannya PP nantinya akan diatur format pasti karantina wilayah. Selain format, syarat dan larangan yang harus dilakukan hingga kapan sebuah daerah boleh melakukan karantina juga dijelaskan dengan rinci melalui PP tersebut. “Sekarang sedang disiapkan. Insya Allah dalam waktu dekat akan keluar peraturan itu. Tujuannya agar ada keseragaman,” paparnya.

Mahfud menjamin PP tersebut boleh digunakan sebagai dasar hukum. Kemungkinan PP akan diumumkan pekan depan. “Kita ini sedang dalam situasi darurat. Jadi dalam waktu yang tidak lama akan segera dikeluarkan. Kalau ditanya waktunya kapan, mungkin minggu depan sudah ada kepastian,” terang mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini.

Terkait daerah yang telah melakukan lockdown, akan ditangani langsung oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). “Nanti akan dilihat dan disikapi. Kan akan ada aturan peralihan biasanya. Tetapi kalau soal itu langsung ditangani Menteri Dalam Negeri,” imbuhnya.

Menurutnya, UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, telah mengatur bahwa karantina kewilayahan bertujuan untuk membatasi perpindahan orang demi keselamatan bersama. Merujuk aturan tersebut, Mahfud mempertanyakan keputusan pemerintah daerah yang telah mengeluarkan pengumuman karantina kewilayahan tanpa memiliki format yang jelas.

Terkait PP yang akan terbit, pemerintah tidak akan menutup jalur lalu lintas bagi kendaraan yang membawa bahan pokok. “Misalnya terjadi karantina wilayah. Tentu saja tidak boleh ada penutupan lalu lintas jalur terhadap mobil atau kapal yang membawa bahan pokok,” urainya.

Begitu juga dengan toko, warung, maupun pasar swalayan yang memang barang dagangannya dibutuhkan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari. Tempat-tempat tersebut tidak boleh dilarang untuk dikunjungi. Namun, tetap dalam pengawasan ketat pemerintah.

Sementara itu, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menyarankan pemerintah melakukan isolasi sebagian (partial lockdown) untuk wilayah DKI Jakarta dan zona merah lain di Indonesia. Ia menjelaskan isolasi sebagian itu dilakukan agar tidak terjadi lonjakan COVID-19. ?”Dengan demikian, Indonesia tidak menjadi episentrum baru penyebaran pandemi COVID-19,” ujar Hidayat di Jakarta, Jumat (27/3).

Dia menjelaskan pemerintah wajib mencegah lumpuhnya sistem layanan kesehatan karena lonjakan kasus yang tinggi. Menurutnya, isolasi sebagian sudah dilaksanakan di 17 negara. Urgensinya pun sudah disuarakan oleh anggota DPR RI, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), dan Ketua Dewan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI).

Terpisah, Anggota Komisi IX (Bidang Kesehatan dan Ketenagakerjaan) DPR RI Dewi Aryani meminta kepala daerah tidak gegabah mengambil kebijakan lockdown. “Masyarakat sekarang, dengan makin meluasnya penyebaran virus, makin panik. Kepala daerah harus mempertimbangkan banyak aspek. Jangan gegabah mengambil kebijakan lockdown,” kata Dewi Aryani.

Menurutnya, langkah kemanusiaan perlu adanya pertimbangan yang matang serta tidak menabrak aturan dari pemerintah pusat maupun perundang-undangan yang ada. Apalagi, tujuannya untuk menyelamatkan rakyat. “Langkah yang diambil lockdown, tetapi realisasinya setengah hati,” tukasnya.

Menurut Dewi, sebaiknya pendataan di tingkat RT dan RW. Bukan langsung tingkat kota/kabupaten. Hal ini untuk mempermudah Satuan Tugas Monitoring COVID-19 melakukan kontrol melalui patroli.

Dengan demikian, lebih efektif dalam pengawasan. “Jangan sampai tim medis ini nantinya malah tumbang karena lelah dan sakit dengan coverage area yang makin luas,” paparnya.(rh/fin)

Beri komentar :
Share Yuk !