Syawal Momentum Menuju Manusia yang Fitri

Oleh : Endang Setyowati (*)

Idul Fitri merupakan tahap akhir dari sebuah proses selama bulan Ramadan. Selama satu bulan penuh umat Islam di gembleng dengan menahan lapar, haus dan menahan diri dari perbuatan- perbuatan tercela.

Semua umat Islam berlomba – lomba untuk menebar kebaikan dengan cara masing- masing. Ada yang berbagi sembako, takjil untuk berbuka ada pula yang menyantuni kaum fakir dan miskin dengan berbagi sedekah dan infak. Semua itu dilakukan untuk mendapatkan keutamaan bulan Ramadan berupa pahala yang dilipatgandakan oleh Allah Subhanahu Wa Ta ‘ ala.

Gemblengan selama bulan Ramadan diharapkan dapat melahirkan manusia yang baru yang tampil fitri dan bersih dari karat karat dosa. Sebagaimana disyariatkan Allah Subhanahu Wa Ta’ ala “ la’allakum tattaquun”, tujuan Ramadan adalah menjadikan manusia yang taqwa yang akan tetap istiqamah melaksanakan amalan sebagaimana amalan ibdah yang dilakukan selama bulan Ramadan.

Idul Fitri adalah sebagai langkah awal untuk menata kehidupan dunia maupun akhirat yang lebih baik dengan bekal gemblengan berupa puasa , zakat, salat tarawih, tadarus Al- Qur’ an dan masih banyak amal ibadah lainya.

Idul Fitri Momentum Mawas Diri

Ramadan yang penuh barakaah telah berakhir berganti dengan moment Idul Fitri. Terselip rasa bahagia namun ada kesedihan dengan berakhirnya bulan Ramadan yang mampu mendidik setiap pribadi menjadi pribadi yang lebih baik.

Setiap umat Islam menyambut kehadiran Idul Fitri dengan suka cita meskipun Pandemika Covid- 19 masih melanda namun, tetap saja kebiasaan merayakan Idul Fitri dengan membeli kue maupun baju baru tidak dapat dihilangkan begitu saja. Banyak masyarakat yang justru berdesak- desakan di Mall- Mall di pasar- pasar yang penuh sesak dengan orang- orang yang berburu kebutuhan untuk Idul Fitri tanpa mengindahkan anjuran pemerintah untuk cuci tangan dengan memakai sabun, menjaga jarak dan berjabat tangan.

Moment perayaan Idul Fitri di saat pandemi masih berlangsung menjadi dilema tersendiri. Ada yang memiliki kelebihan harta berbelanja kebutuhan lebaran tidak terkendali hanya menurutkan hawa nafsu tanpa berpikir masih banyak yang merayakan Idul Fitri dengan penuh keprihatinan karena banyak yang di PHK dan tidak memiliki pekerjaan pengganti.

Hakikatnya Idul Fitri tidak untuk dirayakan dngan cara berlebaran yang berlebihan dengan gebyar materi. Moment Idul Fitri seharusnya menjadi moment kita untuk mawas diri dengan membaca dan mengkaji keadaan diri. Karena manusia sering lalai dan lupa diri, terhadap kejadian diri, lupa bahwa moment Idul Fitri seharusnya menjadi cermin bagi kita untuk berkaca memperbaiki diri ,belajar merasalkan perih dan laparnya orang -orang fakir dan miskin yang harus berjuang untuk menahan lapar dan haus di tengah goncangan Pandemika Covid-19 yang belum usai.

Menurut Jalaludin Al- Suyuti, Idul Fitri adalah salah satu momentum dari rangkaian Id, Sehingga kita pantas memakai pakaian kebesaran Tuhan ( libas al- taqwa). Namun apakah kita pantas ‘ memakai ‘ pakaian kebesaran Tuhan jika kita lalai dalam melaksanakan amalan Ramadan dan manifestasinya di bulan- bulan selanjutnya ?. Merayakan Idul Fitri tidak harus dilakukan dengan pesta pora dan mengumbar hawa nafsu.

Menyantuni kaum duafa dan mengusap kepala anak yatim dengan penuh kasih sayang juga termasuk beridul fitri, Membantu saudara kita yang kekurangan juga termasuk beridul fitri, berbakti kepada orang tua, mengunjungi saudara kita dan menjalin kembali tali silaturrahmi yng terputus juga termasuk beridul Fitri. Bukan merayakan Idul Fitri dengan cara- cara yang justru semakin menjauhkan dari nilai Idul Fitri itu sendiri yang sakral

Masyarakat Tanpa Dosa

Idul Fitri yang sakral hampir pudar ditengah arus materialisme dan hedonisme yang semakin merajalela Idul Fitri justru menjadi ajang untuk saling berlomba – lomba mengumbar hawa nafsu. Betapa banyak orang yang tidak sabar menanti Idul Fitri tiba lantaran ingin memborong baju baru, merenovasi rumah, bahkan membuat dan membeli makanan yang mahal hanya untuk memenuhi kebutuhan Idul fitri. Memang tidak ada yang salah dengan kebiasaan tersebut tetapi yang salah adalah kita kehilangan jati diri idul fitri. Idul Fitri seharusnya membawa kepada fitrah kemanusiaan kita, sehingga kita mengenal eksistensi kita.

Semestinya Ramadan dan Idul Fitri dapat menyadarkan kita untuk kembali fitrah kita yang sebenarnya sehingga kita dapat menciptakan kehidupan tanpa dosa( aidzin) dan bahagia ( Faidzin).Mengapa kehidupan tanpa dosa? Karena dengan aktivitas pengumpulan zakat, infak, dan sedekah secara besar- besaran yang diberikan secara ikhlas dari hati nurani yang paling dalam hal itu akan memboyong masyarakat kita menjadi masyarakat yang terbebas dari dosa.

Dampak pengeluaran zakat diantaranya adalah: pertama, dapat mengikis habis sifat kikir dan bakhil dalam jiwa seseorang dan melatih sifat dermawan. Kedua : menciptakan ketenangan dan ketentraman, bukan hanya penerima , tetapi juga kepada pemberi zakat, infak, dan sedekah. Rasa dengki dan iri hati dari kaum fakir dan miskin tentu akan lahir jika yang kaya tidak memiliki kepekaan untuk berbagi.

Bagi kaum fakir dan miskin tentu akan merasa sakit hati jika yang memiliki kekayaan tidak memiliki kepedulian untuk berbagi dampaknya rasa sakit hati tersebut akan nendatangkan permusuhan. Ketiga : dapat mengembangkan harta benda. Hal ini dapat dilihat dari dua hal, yakni: dari sisi spiritual karena sudah sesuai dengan perintah Allah. Sedangkan dari sisi ekonomis, yaitu dapat menentramkan orang yang mempunyai harta, karena dapat membantu orang yang membutuhkan. Zakat dikeluarkan supaya saat Idul Fitri tiba, semua umat Islam dalam keadaan suci jiwanya dan hartanya.

Kembali Kepada Fitrah

Ketika cahaya fajar 1 Syawal menyingsing di ufuk Timur, alam pikiran dan perasaan pun bertukar rasa. Sejak malam Idul Firi takbir bergema di masjid- masjid tua muda menggemakan takbir tahlil dan tahmid. Nada bersahutan- sahutan mengetarkan hati siapa saja yang mendengar.

Menumbuhkan rasa yang mendalam, menembus lipatan kalbu dan ruhani umat Islam. . Bagi umat yang beriman, gema takbir yang membahanan akan mengugah rasa kepasrahan kepada Allah Yang Maha Besar, gegap gempita suara takbir begitu dilandasi dengan hati nurani yang selalu memohon, sebagaimana doa Nabi Ibrahim, a.s, : ( QS. Al – Syu’ ara 83-84). “Ya Rabbi, berilah hamba kebijakan dan masukan hamba ke dalam golongan orang- orang yang saleh dan jadikan hamba buah tutur yang baik bagi orang – orang yang datang kemudian”. Kita hanya berharap Allah Wa Ta ‘ ala menerima amal ibadah kita selama bulan Ramadan yang baru saja berlalu. Menjadikan kita terlahir kembali menjadi fitri dan suci tanpa bekas dosa yang melekat.

Sejatinya kesuksesan Ramadan bagi seseorang dapat di lihat ketika dapat mengubah kepribadian dan akhlak menjadi lebih baik. Menjadi manusia takwa adalah produk akhir dari puasa Ramadan. Idul Fitri berarti kembali kepada fitrah, kembali kepada kesucian diri, yakni, titisan dari satu sumber kesucian Yang Maha Suci, yang di dasari iman untuk mencapai upaya takwa kepada Aallah. Di hari yang fitri ini, mari kita hamparkan tikar perdamaian dan ketakwaan, yang diikuti dengan kesadaran akan kelemahan kita. Kemudian kita ucapkan kata maaf.

Saling memaafkan di hari raya Idul Fitri adalah tradisi yang telah berjalan di masyarakat kita untuk saling menghapus luka yang mungkin sempat kita torehkan di hati saudara kita. Sangat tepat jika momentum Idul Fitri di jadikan ajang untuk saling memaafkan dan menjalin tali silaturrahmi meskipun kita tidak dapat berkunjung dari rumah ke rumah atau berjabat tangan akibat mewabahnya Pandemika Covid-19. Semestinya moment hari raya Idul Fitri menjadi moment memaafkan yang tidak hanya terbatas pada peringatan Idul Fitri saja akan tetapi setiap saat kita harus gampang memberi maaf kepada orang lain, sehingga sikap lapang dada dan mau memaafkan menjadi tradisi kita dalam menyelami lautan kehidupan.

Kita berharap moment Idul Fitri menjadi awal hidup yang baru bagi kita untuk menjadi manusia yang pemaaf sehingga Idul Fitri akan menjadikan jiwa kita semakin bersih bukan hanya baju yang baru dan makanan yang lezat.(*)

Endang Setyowati
Kepala MI Muhammadiyah Sampang, Kalibening,Banjanegara

Beri komentar :
Share Yuk !