Akalasia atau Penyempitan Saluran Makan di Esofagus Pada Bayi

dr. Mirza Nuchalida

Residen Bedah-Anak Universitas Padjadjaran / RSUP Hasan Sadikin Bandung dan Dokter RS Islam Banjarnegara

Menurut literature buku “Pediatric Surgery” dari Jerman (2019), Akalasia (dalam bahasa yunani artinya tidak rilek) merupakan penyempitan pada daerah esophagus menyebabkan terjadinya gangguan gerakan esofagus yang ditandai dengan tidak adanya peristaltik esofagus, peningkatan tekanan istirahat dan kegagalan rileksasi pada spincter esofagus bagian bawah (LOS/lower oesophageal sphincter).

Kurang dari 15% kasus terjadi pada anak <15 tahun dengan insiden 0,1% dalam 100.000 anak-anak. Baik laki-laki maupun perempuan memiliki pengaruh yang sama. Penyebab akalasia belum diketahui secara pasti.

Pada penemuan histologi didapatkan penurunan sel ganglion mienterik. Proses tersebut melibatkan neuron yang memproduksi neuropeptide dan nitrat oksida, yang selanjutnya diidentifikasi sebagai penghambat neurotransmiter. Kehilangan hambatan tersebut menyebabkan peningkatan kontraksi tonik dan gangguan dengan relaksasi normal pada LOS serta aperistaltik pada esofagus.

Penyebab kerusakan neuron masih belum diketahui. Berbagai macam mekanisme seperti autoimun, infeksi, genetik, toksin telah diteliti. Penemuan adanya inflamasi mienterik, didominasi oleh limfotik dan adanya serum autoantibodi pleksus myenterik dan meningkatnya sejumlah antigen histokompatibilitas kelas II pada pasien akalasia mendukung etiologi adanya autoimun.

Gejala pasien seperti muntah, disfagia, penurunan berat badan, kegalan tumbuh kembang, tersedak, rasa tidak nyaman didada, masalah di paru seperti batuk berulang dan infeksi paru. Muntah dan disfagia merupakan gejala yang paling sering. Pada bayi dan anak lebih cenderung mengeluh muntah, sedangkan pada anak-anak yang lebih tua mengeluh disfagia.

Rontgen thorak menunjukan level air udara pada esophagus dan mungkin bayangan di mediastinum pada hemitorak kanan, menunjukan dilatasi esophagus bawah. Karakteristik akalasia pada rongten adalah bayangan kontras pada dilatasi proksimal esophagus dengan tanda “bird-beak sign atau rat tail deformity” . Endoskopi menunjukan pelebaran esophagus dengan LOS menyempit. Manometri Esophagus adalah gold standar untuk akalasia. Diagnosisnya termasuk kegagalan relaksasi pada LOS saat menelan dan tidak adanya peristaltic pada esophagus.

Baru-baru ini, penggunaan manometri resolusi tinggi / HMR telah digunakan untuk menilai tekanan esophagus dan prediksi hasil pada pasien. Pengobatannya bisa menggunakan calcium chanel blocker/CCB dan injeksi botulinum dimana hasilnya dapat menurunkan 50% tekanan LOS namun berhubungan dengan efek samping yaitu nyeri kepala. Injeksi dapat diulang lagi 6 bulan kemudian. Pada anak-anak injeksi sangat jarang digunakan.

Terapi definitif pada akalasia termasuk dilatasi atau oesophago/fluoroscopy dengan menggunakan rigid/ balloon dilators sebagai terapi pilihan pada anak-anak. Endoskopi (ballon dilatasi) bisa digunakan sebagai terapi primer/sekunder ketika gejala berulang setelah operasi. Operasi Heller’s Oesophago-Cardiomyotomy tetap menjadi terapi utama untuk akalasia dan bisa melalui dada / perut baik secara terbuka maupun tindakan minimal.

Sebelum operasi dapat digunakan obat jamur untuk menghilangkan yeast oesophagitis dan membersihkan cairan di esophagus untuk menghindari aspirasi. Berikan NGT setelah operasi dan diet cair. Ligament phreno-oesophageal disayat. Vagus depan diamankan pada dinding esophagus. Jaringan diantara esophagus di belah. Esofagus abdomen dibebaskan dari sayatan tumpul pada posterior mediastinum. Vagus posterior diamankan. Miotomi diperluas sekitar 4-6cm diatas gastro esophagus jungtion dan 0,5-1cm dibawahnya.

Miotomi dilanjutkan ke proksimal dan distal dengan diathermi hook dan disayat secara tumpul sampai semua otot yang kontriksi dapat dipisahkan dan mukosa menonjol ke luar. Untuk mencegah komplikasi jangka panjang GERD setelah operasi miotomi, beberapa dokter bedah merekomendasikan fundoplikasi .

Endoskopi (dilatasi balon) dilaporkan efektif hingga >90% pada pasien, namun bukan sebagai terapi utama pada akalasia. Komplikasi serius pada dilatasi ini adalah perforasi esophagus dan GERD. Baru-baru ini, dokter bedah menunjukan Trans-Oesophageal Myotomy sebagai tatalaksana akalasia dengan cara memisahkan lapisan otot dalam melalui submukosa membuka mukosa di esophagus. (*)

Beri komentar :
Share Yuk !