Indonesia Tanggungjawab Santri, (Indonesia di Mata Santri)

Muhammad Arief Albani

Menterjemahkan video Teaser HSN 2022 Gus Menteri Agama RI
https://youtu.be/UbgSPiZ2ZOs

“-Ada peran santri dalam proses kemerdekaan dan terbentuknya Indonesia. Sekarang, tugas santri untuk aktif membangun Indonesia-” (Penulis)

Santri merupakan asset penting bangsa Indonesia. Kaum Santri dapat dikatakan menempati level superior dalam mempelajari, mendalami hingga mengaplikasikan ilmu-ilmu yang didapatkan di pesantren.

Mereka para Santri Pesantren tidak hanya mempelajari Ushuluddin, Fikih serta Tasawuf, mereka para Santri Pesantren juga memperoleh ilmu pengetahuan umum layaknya kaum “sekolahan” lainnya di luar Pesantren.

Dalam hal implementasi keilmuannya juga sangatlah lengkap. Karena Santri Pesantren terbiasa dan terlatih mandiri dalam menyiapkan segala kebutuhan hidup dan menuntut ilmu. Bisa dikatakan bahwa Santri Pesantren akan bisa berada di bidang apapun dalam kehidupan global.

Mereka kaum Santri Pesantren juga dapat diajak berdialog memikirkan persoalan-persoalan bangsa ini. Bahkan bukan hanya dalam dialektika mereka dapat diandalkan, hingga pada level menerima tanggungjawab sebagai eksekutor pembangunan negara pun dapat mereka lakukan.

Hal tersebut bukanlah “omongkosong” Santri Pesantren, hal tersebut sudah dibuktikan kaum Santri Pesantren sejak negara ini belum merdeka hingga hari ini.

Menjadi Santri Pesantren di era globalisasi sekarang ini, bisa menjadi jalan berat namun bisa juga menjadi peluang bagus untuk membuktikan betapa “super power” nya peran Santri Pesantren dalam berperan aktif membangun Indonesia, khususnya Santri Pesantren di lingkungan Nahdlatul Ulama yang merupakan Jam’iyyahnya para Ulama dengan dukungan anggota yang begitu banyak. Jika melihat pemahaman Jam’iyyah NU melalui buku Memahami Nahdlatul Ulama (Albani 2021), maka seharusnya Santri Pesantren sebagai warga Nahdliyin telah memiliki pola penguatan yang baik untuk menghadapi segala tantangan dan dapat menjadi “Santri Pesantren Penggerak Rakyat Indonesia” yang handal menghadapi zaman apapun.

Kompetisi-kompetisi yang dihadapi para Santri Pesantren, bukan hanya menuntut mereka berkompetisi dengan keunggulan-keunggulan di bidang ekonomi, kesehatan, pendidikan dan sektor riil lainnya. Masih perlu bersiap menghadapi kompetisi ideologi yang juga tidak kalah eksis dan membutuhkan persiapan ekstra untuk menghadapinya. Pertarungan ideologi Ahlusunah wal Jama’ah yang dianut oleh Santri Pesantren Nahdlatul Ulama akan bertemu dengan ideologi trans-nasional seperti salafi, wahabi, hizbut tahrir dan syiah. Pertarungan ideologi tersebut sudah muncul dan bukan hanya pada elite pesantren yang akan menghadapinya, namun seluruh elemen bangsa harus siap berhadapan dengannya termasuk Santri Pesantren. Ideologi trans-nasional bukan satu-satunya tantangan yang akan dihadapi oleh Santri Pesantren. Ideologi kelompok non-Islam dengan wajah liberalisme, komunisme, hedonisme, sekularisme ditambah dengan fenomena Islamphobia saat ini, menjadi tantangan berat berikutnya bagi Santri Pesantren dalam membangun serta menjaga Indonesia.

Kecintaan kaum Santri Pesantren sudah tidak diragukan lagi. Santri-Santri Pesantren telah menunjukkan bukti nyata pergerakan mereka dari waktu ke waktu dan menorehkan banyak kisah dalam catatan sejarah bangsa ini. Santri Pesantren selalu dapat menempatkan diri di dalam kedinamisan gerak pembangunan negeri ini. Mereka juga selalu dapat obyektif memantau perkembangan dinamika politik serta sosial kemasyarakatan yang terjadi di negeri ini, dan memposisikan “pandangan” mereka secara moderat (tawasuth) dalam memandang keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mereka cintai. Seperti kata orang Belanda ; “Door de bomen ziet men het bos niet” (Karena pohon-pohonnya, hutannya tidak terlihat).

Kalimat tersebut bermakna bahwa jika kita ingin melihat hutannya, maka kita harus berada jauh dari jarak tertentu dari hutan itu dan tidak berada di tengah-tengahnya agar kita dapat melihat detail keseluruhan hutan itu. Begitulah posisi yang selalu diambil oleh Santri Pesantren.

Mereka memang berada di pesantren yang terlihat berjarak dengan hiruk pikuk kehidupan sosial di luar pesantren. Namun mereka selalu dapat melihat segala detail yang terjadi di luar sana dan dapat mengambil sikap dalam turut serta mewarnai kehidupan yang terjadi dan dapat hadir di depan sebagai penggerak (muharrik) kehidupan berbangsa dan bernegara.

Gerakan Santri Pesantren adalah Gerakan Rakyat Indonesia. Mereka para Santri Pesantren adalah Rakyat Indonesia yang ber-Khidmat pada Ulama/Kyai di Pesantrennya masing-masing. Kaum Agamis yang juga Intelektual yang mencintai Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam setiap Ghirah dan Harakah-nya.

Mereka Santri Pesantren adalah Penggerak (Muharrik) yang juga menggerakkan masyarakat sekitar untuk Bangkit (Nahdlah) demi kepentingan Agama dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam berbagai sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Semangat memperjuangkan serta terus bergerak membangun Indonesia yang dilakukan Santri Pesantren dari masa ke masa merupakan rentetan panjang sejarah pergerakan Santri Pesantren yang tidak lepas dari peran besar para Ulama/Kyai Pesantren di Jawa-Madura dalam membakar semangat juang para Santri Pesantren.

Sebut saja salah satunya ialah Hadhratussyaikh Hasyim Asy’Ari melalui Fatwa Jihad (resolusi jihad) tahun 1945 yang menjadi pemicu semangat kaum Santri Pesantren dalam berjuang dengan jargon Hubbul Wathan Minal Iman yang menjadi “ijazah” kaum Santri Pesantren dalam mempertahankan kemerdekaan saat itu dan tetap digaungkan hingga kini. Hubbul Wathan Minal Iman yang berarti Cinta Tanah Air Sebagian Dari Iman, merupakan penegasan dan penguatan semangat untuk para pejuang serta seluruh Rakyat Indonesia. Semangat untuk tidak ragu dalam berjuang membela kedaulatan Indonesia.

Semangat untuk tidak malas mempertahankan kemerdekaan yang telah dengan susah payah diraih. Saat ini, jargon tersebut layak menjadi warisan bagi kita generasi penerus perjuangan para pendahulu kita, khususnya para Santri Pesantren di lingkungan Nahdlatul Ulama yang telah membuktikan kecintaannya kepada Negara ini. Singkatnya, Hubbul Wathan Minal Iman bukanlah sebatas Jargon lama yang hanya berupa ungkapan begitu saja.

Layaknya peninggalan orang tua, maka Fatwa Hubbul Wathan Minal Iman seharusnya menjadi Warisan yang harus terus kita jaga dan kita satukan dalam gerak langkah kita setiap hari. Hubbul Wathan Minal Iman merupakan “Ijazah” yang diberikan Ulama/Kyai kepada para Santri Pesantren untuk terus di-estafet kan sebagai warisan dan wasiat yang harus selalu dipegang dan dijalankan dalam setiap tarikan nafas. Berpegang pada “Ijazah” Hubbul Wathan Minal Iman, Santri Pesantren selalu siap menatap Indonesia dalam konteks kekinian maupun pembangunan yang akan datang.

Indonesia adalah negara besar yang telah dengan segala upaya diperjuangkan seluruh rakyat Indonesia, tak terkecuali Santri Pesantren di dalamnya yang merupakan tokoh penggerak utama. Keberlangsungan negara ini, ada di tangan para Santri Pesantren yang telah menorehkan kiprahnya sejak awal berdirinya negara ini. Karenanya, Santri Pesantren adalah penggerak utama dalam pembangunan dan pelopor perubahan gerak pembangunan Indonesia di masa depan.

Santri Pesantren selalu Bertumbuh untuk Berdaya dan Berkarya. Bertumbuh untuk dapat menumbuhkan kemaslahatan, Berdaya dan memberdayakan lingkungan serta masyarakat untuk bersama-sama Berkarya demi kemajuan dan kesejahteraan Indonesia menuju Indonesia Emas 2045.

Santri Pesantren tidak hanya diajarkan mencintai Agamanya, tapi juga diajarkan mencintai Negaranya melalui “Ijazah” Hubbul Wathan Minal Iman. Santri Pesantren selalu Istiqomah Bergerak dan Menggerakkan Rakyat Indonesia untuk tetap setia menjaga kesatuan dan persatuan bangsa” (Penulis).

Beri komentar :
Share Yuk !