Masih Perlukah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) di Sekolah?

Oleh : SUHARDIMAN
Guru SMK N 2 Banyumas

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) adalah kriteria ketuntasan belajar yang ditentukan oleh satuan pendidikan. KKM ditetapkan oleh sekolah pada awal tahun pelajaran dengan memperhatikan antara lain: intak (kemampuan rata-rata peserta didik), kompleksitas (mengidentifikasi indikator sebagai penanda tercapainya kompetensi dasar), dan kemampuan daya pendukung (berorintasi pada sumber belajar).

Tujuan utama KKM adalah meningkatkan prestasi belajar peserta didik, tetapi apakah hanya sekedar mencari nilai saja? Sudah pasti tidak. Di samping itu juga menginginkan nilai moral dan etika serta menjadikan peserta didik yang berkarakter dan berwawasan luas. Dalam mencapai nilai peserta didik belum semuanya berbuat jujur karena dorongan KKM yang tinggi akan membuat curang dalam setiap diadakan evaluasi. Akhirnya nilai moral peserta didik sekarang sudah mempunyai jiwa yang tidak baik karena tuntutan nilai, apabila nilai jelek atau kurang dari KKM akan menjadi minder.

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dalam menerapkan KKM, selain berdasarkan ketiga unsur di atas juga disesuaikan dengan permintaan dunia usaha dan industri yang harus nilai mata pelajaran tertentu di atas 70, padahal kemapuan peserta didik tidak semuanya sama, sehingga dalam mencapai tujuan itu apapun akan dilakukan oleh siswa dan guru. Seandainya perolehan evaluasi belum mencapai KKM seorang siswa akan melakukan remidi kesatu, kedua, ketiga itupun kalau waktunya cukup, padahal rentang waktu untuk mengoreksi terlalu mepet, akhirnya tetap mendapatkan nilai dibawah KKM paling-paling tugas membuat power point atau kliping. Situasi yang seperti inilah yang akhirnya malas untuk belajar karena sudah pasti mendapatkan nilai KKM.

Kemampuan yang dimiliki peserta didik antara yang satu dengan yang lainnya sudah pasti berbeda baik kompetensi ilmu pengetahuan, ketrampilan, dan sikap. Kompetensi yang yang menjadi pijakan dalam menentukan KKM lebih mengutamakan aspek pengetahuan. Dalam hal ini kompetensi yang dimiliki setiap peserta didik dalam memahami materi ada juga mempunyai kelebihan berbeda, misalnya siswa A pintar dalam ilmu eksak, siswa B pintar dalam ilmu social, dan siswa C pintar dalam ilmu bahasa. Pada akhirnya kita selaku guru hanya mendapatkan dua pilihan yaitu: 1. meluluskan begitu saja anak tersebut dengan nilai standar KKM. 2. Memberikan secara Cuma-Cuma dengan alasan kemanusiaan. Inilah yang dirasakan hamper semua guru.

Keberadaan KKM pada saat ini apakah masih perlu ataukah perlu dievaluasi ? jawaban saya harus ada kebijakan baru. Menurut saya apa yang ada sekarang menjadikan peserta didik merasa nyaman dengan adanya KKM. Tidak juga dengan gurunya karena beban moral yang ditanggungnya, karena nilai yang diberikan seolah-olah dipaksakan. Di samping itu juga nilai KKM yang ada di sekolah dengan sekolah lain bobotnya berbeda. Kemampuan nilai 70 disekolah A tidak sama dengan sekolah B. Selain menanggung beban terhadap perolehan nilai juga kita merasa apa yang ditulis diraport harus dapat dipertanggungjwabkan di dunia usaha dan industri bahkan pemerintah.

Nilai rapor sebagai hasil akhir ditiap tingkatan sampai dengan kelulusan harusnya menjadi tahap persaingan dalam mencapai tujuan mencari pekerjaan, karena smk merupakan salah satu sekolah yang peserta didiknya dipersiapkan untuk kerja. Apalagi dunia usaha dan industri kebanyakan menyeleksi peserta didik tidak sepenuhnya dengan nilai rapor yang berasal dari aspek pengetahuan saja tetapi kompetensi diluar itu juga sangat menentukan di samping kompetensi kejuruan.

Kami berpendapat dalam pemberian nilai KKM yang dijalankan sekarang perlu dievaluasi. Mengingat KKM yang ada sudah memberikan beban moral, baik bagi guru dan siswanya . di samping itu juga institusi sekolah harus bisa mempertanggungajwabkan setelah siswanya lulus. Persoalan yang mendasar adalah dalam menentukan KKM kebanyakan tidak melihat dari ketiga unsur di atas. Hasil perolehan evaluasi yang diterima peserta didik hanya sebatas nilai paksaan dan nilai kemanusiaan. Semoga dengan adanya menteri baru yang masih muda bisa memberikan terobosan-terobosan terkait persoalan yang ada didalam proses pembelajaran maupun hasil pembelajaran. (*)

Beri komentar :
Share Yuk !