Peran Kelompok Masyarakat Peduli Pemasyarakatan ( Pokmas Lipas) Dalam Sistem Pemasyarakatan

Oleh; Hadi Prasetiyo H, AKS., M.H.
Pembimbing Kemasyarakatan Ahli Madya
Balai Pemasyarakatan Purwokerto

Pada kesempatan ini, Penulis akan mengupas apa yang menjadi dasar sehingga “Pokmas Lipas” (Kelompok Masyarakat Peduli Pemasyarakatan) saat ini begitu berperan dalam mewujudkan Proses Sistem Pemasyarakatan di Indonesia yang berdasarkan Pancasila.

Di dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, pasal 2 diamanahkan bahwa Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

Kemudian pada pasal 3 bahwa Sistem Pemasyarakatan berfungsi menyiapkan Warga Binaan Pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. Pada pasal 6 ayat (1) juga dijelaskan bahwa Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan dilakukan di LAPAS dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan dilakukan oleh BAPAS.

Kemudian terkait peran penting masyarakat dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan ini lebih lanjut dijelaskan pada pasal 9 ayat (1), yang menyebutkan bahwa dalam rangka penyelenggaraan pembinaan dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, Menteri dapat mengadakan kerjasama dengan instansi pemerintah terkait, badan-badan kemasyarakatan lainnya, atau perorangan yang kegiatannya seiring dengan penyelenggaraan sistem pemasyarakatan.

Dengan demikian sangat jelas bahwa tujuan sistem pemasyarakatan dapat diwujudkan melalui jalinan sinergitas yang sangat baik antara aparat penegak hukum, pelanggar hukum dan masyarakat.

Kalau kita melihat lebih jauh lagi pada Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) pada pasal 1 angka 6 dijelaskan bahwa Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan. Kemudian pada pasal 5 ayat (1) Sistem Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif. Kemudian dipertegas lagi pada pasal 80 ayat (5) Pidana penjara terhadap Anak hanya digunakan sebagai upaya terakhir.

Dengan menguatnya paradigma keadilan restoratif ini, maka proses pemidanaan di masa yang akan datang sangat dibutuhkan keterlibatan berbagai pihak baik aparatur penegak hukum maupun masyarakat untuk saling terkait dan bekerja sama mencari penyelesaian yang adil, menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan. Paradigma tersebut saat ini semakin mengemuka dan telah mulai terlihat dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI khususnya dalam penanggulan dan pencegahan penyebaran Covid-19 melalui Pemberian Asimilasi, Cuti Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Pembebasan Bersyarat bagi Narapidana dan Anak. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia telah menerbitkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2020 Tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat Bagi Narapidana dan Anak dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19.

Pada pasal 1 angka 10 disebutkan bahwa Klien Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Klien adalah seseorang yang berada dalam bimbingan Bapas. Kemudian pada pasal 1 angka 12 dijelaskan bahwa Kelompok Masyarakat Peduli Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Pokmas adalah himpunan unsur masyarakat baik organisasi maupun perorangan yang memiliki kepedulian tinggi dan kesediaan berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemasyarakatan.

Kemudian lebih ditegaskan lagi pada pasal 17 ayat (2) yang menyatakan bahwa Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat dilaksanakan melalui pembimbingan dan pengawasan oleh Bapas dan Kejaksaan serta dapat melibatkan Pokmas.

Dari penjelasan-penjelasan di atas melalui ketentuan yang berlaku, sangat jelas sekali bahwa peran Pokmas Lipas dalam sistem pemasyarakatan sangat didasari adanya kebutuhan terlibatnya masyarakat dalam menyiapkan Warga Binaan Pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. Apalagi di masa yang akan datang dimana paradigma keadilan restoratife akan menjadi tuntutan yang menjadi dasar pemidanaan di Indonesia.

Sehingga kesiapan berbagai pihak dari aparatur penegak hukum dan masyarakat melalui Kelompok Masyarakat Peduli Pemasyaraktan (Pokmas Lipas) diharapkan mempunyai persepsi yang sama dan menyadari serta mampu menjalankan peran dan tanggungjawab masing-masing agar proses pemulihan Warga Binaan Pemasyarakatan (Terpidana) akan menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggungjawab untuk dapat diterima kembali oleh masyarakat dan tidak mengulangi tindak pidana.

Terima kasih.

Beri komentar :
Share Yuk !