Pesan Damai Lailatul Qadar di Tengah Pandemi Covid-19

Salah satu fase penting dalam berkah bulan Ramadlan adalah adanya lailatul qodar yang jatuh di tanggal-tanggal ganjil di sepuluh hari terakhir bulan Ramadlan. Lailatul qadar menjadi salah satu puncak perburuan ibadah selain predikat tertinggi orang yang berpuasa, yaitu taqwa. Mengapa demikian, karena lailatul qodar memiliki keistimewaan yang ultimate dibanding ibadah lain karena memiliki nilai sebanding dengan ibadah seribu bulan.

Ramadlan tahun ini pun istimewa, karena bertepatan dengan suasana pandemic yang mengharuskan setiap orang tinggal di rumah masing-masing, bekerja dari rumah, belajar di rumah dan beribadah di rumah. Kegiatan Ramadlan yang biasanya semarak di masjid sementara ditiadakan, dan masjid di batasi dari kerumunan dan banyaknya jumlah jamaah agar terhindah dari penularan. Lalu bagaimana meraih lailatul qadar yang diantara amalan utamanya adalah I’tikaf di masjid? Bagaimana kita agar tidak kehilangan momen lailatu qadar dengan tetap mentaati protokol kesehatan?

Keistimewaan Lailatul Qadar

Sebagaimana namanya, Layla, berarti malam. Laylatul Qodar berarti malam al-Qadr. Yaitu suatu malam yang di dalamnya al-Qur’an diturunkan (QS.al-Qodr/97:1). Yang malam itu dinilai lebih baik dari seribu bulan (QS.al-Qodr/97:3). Pada malam itu pula dunia menjadi sempit karena banyaknya malaikat yang turun ke bumi (QS.al-Qodr/97:4). Sehingga malam itu bergelimang berkah (QS.al-Dukhon/44:3).

Meski al-Qur’an menyebutkan kemuliaan malam tersebut diantaranya karena turunnya al-Qur’an sementara hari ini al-Qur’an telah final, sempurna diturunkan dan tidak ada wahyu lagi selepas wafatnya nabi Muhammad saw. Mayoritas ulama berpendapat bahwa malam lailatul qadar terjadi setiap bulan ramadlan, sebagaimana redaksi ayat ke-empat surat al-Qadr yang menggunakan bentuk kata kerja mudlori’ (present tense).

Beberapa hadist menunjukan bagaimana rasululloh saw menganjurkan umatnya mempersiapkan jiwa menyambut malam mulia itu yang datang secara khusus di malam-malam ganjil setelah berlalu duapuluh Ramadlan.

Alih-alih menyiapkan diri sejak awal Ramadlan, sehingga datangnya malam lailatul Qadar bersifat rahasia dan tak ada yang tahu pasti waktu datangnya. Karena pencapaian lailatul qadar bukan hal yang instan atau tak terduga seperti rizki min haisu la yahtasib atau tetiba menang undian. Lailatul qadar adalah hadiah Allah dari usaha berkesinambungan dan sungguh-sungguh. Sebagaimana nabi Muhammad saw mendapatkan malam lailatul qadar ketika di Gua Hiro, adalah melalui bertahannuts (menyepi sekian hari untuk berfikir dan bermujahadah).

Pesan Damai Lailatul Qadar dalam Suasana Pandemi

Inti dari amalan malam lailatul qadar adalah menghidupkan malamnya dengan ibadah seperti I’tikaf (berdiam diri di masjid dalam rangka mencari ridlo Allah), tadarus (membaca) al-Qur’an, memperbanyak sholat malam, memperbanyak membaca istighfar dan sholawat sepanjang malam. Nabi sendiri mengatakan bahwa barang siapa yang menghidupkan malam lailatul qadar maka Allah berjanji menghapus dosa-dosanya yang sudah lewat (ghufiro lahu maa taqqaddama min danbih).

Di luar situasi pandemic, jamak dianjurkan melakukan I’tikaf dan ibadah lainnya di masjid selepas tengah malam. Bahkan beberapa masjid biasanya mengadakan semacam gerakan I’tikaf massal. Saat ini dengan situasi pandemi ibadah dianjurkan dilakukan di rumah. Meski demikian sebenarnya ladang pahala dan kemungkinan meraih lailatul qadar tidak berkurang peluang sedikitpun. Bahkan nabi Muhammad saw pun di awal penerimaan wahyu mencapai lailatul qadar-nya di Gua Hiro.

Lailatul qadar adalah keberkahan dan keberkahan akan berwujud timbul kedamaian (salam) sebagaimana di-isyaratkan oleh akhir surat al-Qadar. Orang yang mendapatkan lailatul qadar akan menerima qadar Allah. Menerima kepastian-Nya, hukum-Nya, ketentuan-Nya, qadar-Nya berarti menerima pengaturan-Nya dalam kehidupan. Jiwa yang menerima qadar Allah ini akan mewujud dalam pribadi yang tenang dan damai (salam). Pengaturan dan hukum Allah berlaku atas semua hal, termasuk pula dalam pandemic covid-19.

Seorang yang bertemu dengan lailatul qadar akan hidup dalam damai. Damai dengan dirinya, damai dengan keluarganya, damai dengan lingkungannya. Orang yang bertemu dengan lailatul qadar senantiasa menjadi agen kedamaian bagi orang lain. Kedamaian bisa bersifat aktif maupun pasif. Kedamaian aktif ia akan menjadi pemurah, memberi meski sama-sama dalam keadaan sulit, memaafkan yang salah, berkata dan bertindak yang baik. Kedamaian pasif semisal jika ia tidak bisa memberi setidaknya toidak menghalangi orang lain memberi, jika tidak bisa memuji maka ia tidak mencela, jika tidak dapat menyelamatkan maka ia tidak menjerumuskan.

Implementasi pesan damai lailatul qadar dalam situasi serba sulit akibat pandemi saat ini, dengan berbagi sekadar kemampuan masing-masing, mentaati protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah sehingga jika kita tidak bisa menjadi agen penyelamat setidaknya kita bisa menjadi bagian dari orang yang tidak menjerumuskan orang lain dalam penularan covid-19. Kedamain diri menjadi prasyarat mutlak kedamaian sosial. Kesuksesan melawan pandemi di mulai dari diri yang akan berbuah pada kesuksesan bersama. Semoga. (Umnia Labibah)

 

Penulis Bekerja di Kemenag Banyumas dan Mahasiswa Program doctoral  UIN Walisongo

 

 

 

 

Beri komentar :
Share Yuk !