Toleransi dalam Kehidupan Berbangsa dalam Perspektif Moderasi Beragama

Oleh : Prof. Dr. H. Sunhaji, M.Ag

Indonesia merupakan negara multikultural, dengan berbagai suku, budaya, dan agama yang dianut oleh masyarakatnya. Negara memberikan hak yang sama kepada setiap penganut agama masing-masing. Seperti perayaan natal bagi umat Kristen dan Katolik yang dirayakan bulan Desember ini.

Menjadi perdebatan lama tentang sikap umat muslim kepada perayaan natal, apakah boleh mengucapkan selamat natal, ikut merayakan, menerima makanan dari orang yang merayakan natal, hal itu menjadi salah satu contoh perlu adanya moderasi untuk menjaga keseimbangan ditengah perbedaan pendapat dan keyakinan masing-masing. Perlu adanya sikap saling menghargai dan menghormati sebagai satu bangsa dalam perayaan hari besar keagamaan.


Seperti yang diprogramkan oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dengan adanya Indek Profesionalisme dan Moderasi Beragama (IPMB) bagi seluruh ASN. Program IPMB merupakan program yang dilaksanakan kementrian agama untuk mengukur sikap professional dan moderasi ASN dimana ASN diharapkan bisa menjadi ujung tombak bagi negara untuk menjaga keseimbangan sosial baik dari budaya, suku dan agama.

Keseimbangan sosial dalam bernegara merupakan hal penting yang perlu dijaga guna menghindari konflik dalam negara multikultural. Moderasi masih menjadi pemahaman yang belum banyak dipahami masyarakat, moderasi sesungguhnya merupakan kunci dari toleransi dan kerukunan baik ditingkat lokal, nasional maupun global. Maka perlu dipahami, diresapi dan dilaksanakn sikap moderasi, toleransi beragama sebagai sikap individu untuk bermasyarakat dalam negara multikultural.


Moderasi berasal dari bahasa latin yaitu moderatio, kesedangan atau bisa diartikan penguasaan diri. Dalam Bahasa inggris, kata moderation dalam pengertian average (rata-rata), core (inti), standard (baku), atau non-oligned (tidak berpihak). Secara umum, moderat diartikan sikap mengedepankan keseimbangan dalam hal keyakinan, moral, dan watak, baik Ketika memperlakukan orang lain sebagai individu, maupun ketika berhadapan dengan suatu kelompok.


Salah satu prinsip dasar dalam moderasi beragama adalah selalu menjaga keseimbangan di antara dua hal, misalnya keseimbangan antara akal dan wahyu, antara jasmani dan rohani, antara hak dan kewajiban, antara kepentingan individual dan kemaslahatan komunal, antara keharusan dan kesukarelaan, antara teks agama dan ijtihad tokoh agama, antara gagasan ideal dan kenyataan, serta keseimbangan antara masa lalu dan masa depan.

Begitulah, inti dari moderasi beragama adalah adil dan berimbang dalam memandang, menyikapi, dan mempraktikkan semua konsep yang berpasangan di atas.


Prinsip yang kedua, keseimbangan, adalah istilah untuk menggambarkan cara pandang, sikap, dan komitmen untuk selalu berpihak pada keadilan, kemanusiaan, dan persamaan. Kecenderungan untuk bersikap seimbang bukan berarti tidak punya pendapat. Mereka yang punya sikap seimbang berarti tegas, tetapi tidak keras karena selalu berpihak kepada keadilan, hanya saja keberpihakannya itu tidak sampai merampas hak orang lain sehingga merugikan. Keseimbangan dapat dianggap sebagai satu bentuk cara pandang untuk mengerjakan sesuatu secukupnya, tidak berlebihan dan juga tidak kurang, tidak konservatif dan juga tidak liberal.


Agar tetap ditengah, maka toleransi menjadi salah satu indicator keseimbangan dalam dalam sendi kehidupan. Toleransi secara etimologi diambil dari bahasa latin yaitu tolerate, diartikan “menahan, membiarkan, tabah, menanggung, membetahkan”. Lalu kata itu diserap dan berubah dalam kosakata berbahasa inggris menjadi tolerance yaitu “sikap mengakui, membiarkan dan mempersilahkan menganut keyakinan masing-masing tanpa meminta persetujuan”.

Toleransi merupakan terminologi yang berkembang dalam disiplin ilmu social yang dipahami sebagai sikap individu terhadap kelompok social atau individu dalam beragama, berbudaya, beretnis, tanpa adanya diskriminasi dari kelompok mayoritas.

Dalam kamus bahasa Indonesia yang dikutip dalam bukunya Bahari menjelaskan bahwa toleransi merupakan sikap atau sikap dalam menghargai, menghormati, membolehkan perbedaan (Bahari, 2010). Jadi toleransi merupakan sikap dan sifat terhadap sesuatu yang berbeda disekitar, baik agama, budaya, ras, etnis, kelompok, suku dan lainnya tanpa mendiskriminasi dengan alasan apapun.


Toleransi merupakan sikap seseorang untuk membiarkan hak orang lain memiliki pemahaman dan pendapat yang berlainan dengannya atau melakukan sesuatu yang tidak sependapat tanpa mengganggu atau mengintimidisi.

Toleransi memiliki konteks yang beragam seperti dalam toleransi beragama, sosial, budaya, maka dengan itu sikap melarang keras perilaku diskriminasi dari kelompok yang menjadi mayoritas terhadap kelompok yang minoritas. Salah satu contohnya dalam toleansi beragama, dimana masyarakat yang menjadi pemeluk agama terbanyak atau mayoritas menghargai, menghormati kepada masyarakat dengan pemeluk agama yang minoritas.

Menumbuhkan saling menghormati dan menghargai antar individu merupakan perilaku toleransi.
Toleransi dalam hal ini adalah toleransi yang mencakup masalah akidah atau keyakinan dalam diri seseorang dan diarahkan untuk saling menghargai atas akidah dan keyakinan yang berbeda dengan dirinya. Setiap orang harus mempunya sikap menghargai atas keyakinan dan akidah yang berbeda dengan dirinya dan menghormati orang lain dalam menjalankan ajaran-ajaran yang diajarkan oleh agama mereka.

Terdapat 3 macam jenis toleransi yaitu toleransi dalam budaya, toleransi dalam agama, dan toleransi dalam politik (Dian Hutani, 2020) : Toleransi budaya merupakan sikap menghargai budaya lain tanpa merendahakan budaya tersebut dan tidak mendiskriminasikannya.

Toleransi agama merupakan sikap menghargai dalam perbedaan umat beragama dan saling menghormati atas perbedaan agama dan keyakinan. Toleransi politik merupakan sikap menghargaia pendapat orang lain dan menghargai pilihan politik orang lain.


Masyarakat Indonesia harus bisa meningkatkan intelektualitas dan pemahaman tentang toleransi dan tidak termakan oleh isu-isu yang memperpecah toleransi dalam agama. Penganut agama mayoritas dan minoritas seharusnya saling mendukung dan mengayomi dalam hal sosial, mempersilahkan terhadap hal yang berurusan keyakinan sehingga tidak menjadi tumpang tindih dalam pemahaman toleransi.


Dalam kaitannya perayaan natal di bulan Desember ini, umat muslim dipaparkan oleh perbedaan pandangan tentang bagaimana sikap untuk menghormati dan menghargai bagi yang merayakannya. Karena memang di negara Indonesia, muslim dan non muslim hidup berdampingan tidak ada skat untuk bersosialisasi. Jadi perlu adanya pandangan yang baik untuk menjaga kerukunan dan keharmonisan bermasyarakat dengan banyaknya latar belakang.

Sikap moderat bisa menjadi daya dasar untuk memilih bagaimana kita bersikap, dengan dasar mendatangkan keseimbangan supaya tidak ada diskriminasi dan intoleransi cara pandang bersikap. Untuk kaitannya perayaan natal, umat Islam bisa mengucapkan “selamat natal” jika itu diperlukan guna adanya fungsi jabatan yang perlu untuk mewakili fungsi jabatan institusi. Jika tidak adanya fungsi jabatan institusi sebagai muslim bisa menggunakan kata “selamat” saja sudah mewakili untuk menghormati orang disekitar kita yang merayakan natal.

Pemilihan sikap antara dua pandangan mayoritas ulama Makkah yang melarang mengucapkan selamat natal dan para ulama Al-Azhar yang membolehkan pengucapan “selamat natal” dengan pengambilan sikap secara moderat, akan membawa kemaslahatan berbangsa dan bernegara.


Hal itu menjadi salah satu contoh moderasi beragama yang harus dipahami dan dilaksanakan oleh setiap warga negara Indonesia, bukan hanya ASN saja, namun menjadi tugas masyarakat Indonesia untuk menjaga keseimbangan ditengah multikultural, guna mencegah adanya konflik suku, budaya, dan agama.

Pemerintah dan masyarakat harus satu tekad yang sama untuk menanamkan nilai toleransi baik secara individu maupun kelompok masyarakat supaya terjaga kerukunan dan keharmonisan sosial beragama.


Daftar Referensi :
Agustin, Murniati. 2019. Pendidikan Multikultural. Jakarta: Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya.

Bahari. 2010. Toleransi Beragama Mahasiswa. Jakarta : Maloko Jaya Abadi Press.

Djafar, Alamsyah M, 2018. In-Toleransi Memahami Kebencian dan Kekerasan atas nama Agama. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.


Hutani, Dian. 2020. ReligiusdanToleransi. Yogyakarta: Cosmic Media Nusantara.

Mustafida, Fita. 2020. Pendidikan Islam Multikultural. Depok: PT Raja Grafindo Persada.

Waldi, Atri, Zaky Farid Luthfi, Reinita. 2019. Pembiasaan Peserta Didik dalam Mewujudkan Pendidikan Damai di Lingkungan Sekolah. Jurnal Moral KemasyarakatanVol. 4 No. 2 Tahun 2019. 38–45.

Purwokerto, 30 Desember 2022
Sunhaji
Direktur Pascasarjana UIN Saizu Purwokerto

Beri komentar :
Share Yuk !