Urgensi Kebersamaan dan Gotong Royong Menghadapi Pandemi Covid-19

Pandemi Covid-19 belum memperlihatkan tanda-tanda mereda. Secara global jumlah kasus positif Covid-19 di dunia terus bertambah. Angka kasus positif Covid-19 di dunia sudah melampaui 14 juta orang. Pun demikian di Indonesia.

Beberapa hari terakhir pertambahan kasus positif Covid-19 di Indonesia setiap hari melampaui 1.000 orang. Kini angka kasus positif Covid-19 di Indonesia sudah melewati 125.000 kasus (data pada 8 Agustus 2020).

Dengan jumlah itu Indonesia masuk 10 negara di Asia dengan jumlah kasus positif Covid-19. Ini menjadi “alarm” bagi semua pihak, tidak hanya pemerintah tetapi juga masyarakat, dan stakeholder lainnya.

Kapan pandemi Covid-19 ini berakhir masih menjadi tanda tanya. Para ahli mengakui sulit memprediksi karena virus ini benar-benar baru dan dunia belum pernah menghadapi pandemi sebesar seperti ini. Ketika vaksin ditemukan dan produksi, virus Corona akan tetap ada dan terus menghantui populasi manusia.

Karena itu, ada pandangan bahwa Covid-19 tidak akan musnah atau hilang, dan orang-orang sudah mulai bosan sehingga pada akhirnya hidup berdampingan dengan Covid-19 kemudian memasuki kehidupan new normal.

Di Indonesia pandemi Covid-19 belum mencapai puncaknya. Perkiraan sebelumnya yang menyebutkan puncak pandemi Covid-19 di Indonesia terjadi pada akhir Juli 2020 dengan jumlah 106.287 kasus. Ada juga yang memprediksi wabah Covid-19 ini berakhir pada rentang Juli – September 2020.

Terakhir, Presiden Joko Widodo memprediksi puncak pandemi Covid-19 di Indonesia akan terjadi pada bulan Agustus atau September 2020. Artinya, kita masih akan terus bergelut menghadapi pandemi Covid-19 dengan segala dampaknya pada seluruh aspek kehidupan.

Semula pandemi Covid-19 membuat krisis kesehatan. Virus Corona menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat global dan nasional karena menular dengan begitu cepat dan massif. Dari krisis kesehatan, pandemi Covid-19 berimbas pada ekonomi global maupun nasional.

Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2020 ini minus 5,2%. Bank Dunia juga memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 0 persen. Tak jauh berbeda, Bank Indonesia juga memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia antara 0,9% – 1,9%. Artinya, pada tahun 2020 ekonomi Indonesia tidak tumbuh sama sekali atau mengalami stagnan. Ancaman resesi menghantui perekonomian Indonesia.

Serangkaian kebijakan untuk menekan penyebaran Covid-19 membuat ekonomi tidak bergerak. Kebijakan itu mulai dari diam di rumah, bekerja di rumah, menjaga jarak, menghindari kerumunan hingga Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menyebabkan roda ekonomi terhenti.

Kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi terganggu. Sektor riil paling terkena dampak pandemi Covid-19, terutama Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sebagai penopang ekonomi Indonesia. Sebanyak 47 persen UMKM terkena dampak pandemi Covid-19. Di Indonesia tercatat ada sekitar 60,6 juta UMKM yang sudah terhubung dengan lembaga pembiayaan formal dan 23 juta KUMKM (Koperasi – UMKM) yang belum terhubung dengan lembaga pembiayaan atau perbankan.

Kini masalah yang dihadapi adalah bagaimana memulihkan ekonomi di tengah ancaman Covid-19. Kehidupan new normal menjadi satu pilihan dan sebuah keniscayaan, Dengan new normal, masyarakat beradaptasi dengan mematuhi protokol kesehatan (memakai masker, sering mencuci tangan, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan) di tempat publik.

Seolah-olah kembali normal, masyarakat memulai kembali aktivitas sosial dan ekonomi dengan mematuhi protokol kesehatan. Roda ekonomi mulai berdenyut. Namun, di sisi lain, justru jumlah kasus Covid-19 semakin melonjak. Bahkan kasus positif Covid-19 Indonesia kini sudah melampaui Tiongkok, tempat dimana virus ini pertama kali berasal.

Kebersamaan dan Gotong Royong

Tentu saja beban negara semakin berat menghadapi krisis kesehatan sekaligus krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19 ini. Pemerintah sudah mengambil langkah dan mengeluarkan kebijakan termasuk menerbitkan Perppu No. 1 Tahun 2020 yang sudah disetujui DPR menjadi undang-undang.

Namun, pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Seluruh elemen masyarakat harus berperan serta membantu pemerintah untuk keluar dari krisis kesehatan dan ekonomi ini. Dengan kata lain, seluruh elemen masyarakat harus mempunyai kepedulian dan kesadaran kolektif yang solid dan kuat untuk bersama-sama berupaya mengatasi pandemi Covid-19 dan segala dampaknya.

Kepedulian dan kesadaran kolektif bangsa Indonesia ini semestinya melahirkan kebersamaan dan gotong royong saling bahu membahu menekan penyebaran Covid-19 sekaligus memulihkan ekonomi.

Sejak dulu semangat kebersamaan dan gotong royong sudah menjadi modal sosial bangsa Indonesia. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Indonesia. Nilai gotong royong inilah yang dirasakan dan ditangkap Bung Karno ketika merenung di bawah pohon Sukun, di sebuah taman ketika diasingkan ke Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur, pada tahun 1934 – 1939.

Kini taman itu dikenal dengan Taman Renungan Bung Karno atau sering disebut Taman Renungan Pancasila. Di taman itulah, Bung Karno merenungkan tentang Pancasila. Bung Karno menggali dan menangkap nilai-nilai yang inheren dalam pribadi masyarakat Indonesia. Hasil renungan itu dilontarkan Bung Karno dalam pidato pada sidang BPUPKI 1 Juni 1945. Dan, gotong royong menjadi sentral, seperti kutipan pidato Bung Karno di depan sidang BPUPKI ini.

“….Jadi yang asalnya lima itu telah menjadi tiga: sosio-nationalisme, sosio-demokrtie, dan ketuhanan. Kalau Tuan senang kepada simbolik tiga, ambillah yang tiga ini. Tetapi barangkali tidak semua Tuan-tuan senang kepada Trisila ini, dan minta satu, satu dasar saja? Baiklah, saya jadikan satu, saya kumpulkan lagi menjadi satu. Apakah yang satu itu? Gotong Royong.”

Bung Karno melanjutkan, “Gotong-royong adalah pembantingan-tulang bersama, pemerasan-keringat bersama, perjoangan bantu-binantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagiaan semua. Ho-lopis-kuntul-baris buat kepentingan bersama! Itulah Gotong Royong! Prinsip Gotong Royong diatara yang kaya dan yang tidak kaya, antara yang Islam dan yang Kristen, antara yang bukan Indonesia tulen dengan peranakan yang menjadi bangsa Indonesia.”

Bung Karno merasakan adanya ruh gotong royong yang inheren dalam setiap pribadi rakyat Indonesia. Kita pun bisa bertanya adakah ruh gotong royong itu pada diri kita masing-masing. Ruh gotong royong inilah yang menggerakan setiap tahapan dan proses bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan. Setelah merdeka pun, semangat kebersamaan dan gotong royong menjadi pondasi bagi berdirinya negara Indonesia sampai sekarang. Falsafah gotong royong masyarakat kita berbeda dengan masyarakat Barat yang cenderung individualistis.

Kiranya energi positif kebersamaan dan gotong royong sebagai karakter asli bangsa Indonesia diperlukan untuk menghadapi krisis kesehatan dan krisis ekonomi sebagai dampak dari pandemi Covid-19. Inilah momentum memupuk kebersamaan, gotong royong, solidaritas, saling menguatkan, dan toleransi. Salah satu wujudnya adalah dengan bergotong royong saling berbagi, membantu dan meringankan beban sesama saudara sebangsa dan setanah air, seperti berbagi makanan, sembako, menggerakkan sektor informal.

Mematuhi protokol kesehatan (menggunakan masker, menjaga jarak, mencuci tangan) juga bagian dari kebersamaan dan gotong royong mengatasi pandemi Covid-19. Tanpa disiplin dan gotong royong mematuhi aturan dan kebijakan, maka kita tidak dapat memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Perlu ditumbuhkan kesadaran kolektif bahwa kita semua senasib sepenanggungan dalam menghadapi pandemi Covid-19.

Saatnya untuk menyingkirkan segala sekat-sekat karena perbedaan agama, suku, ras, dan golongan, serta perbedaan politik. Kita mesti bersatu, bersama-sama dan bergotong royong mengatasi pandemi Covid-19. Kebersamaan dan gotong royong menjadi jalan bagi bangsa Indonesia menghadapi dan melawan pandemi Covid-19.

Oleh :
Ma’ruf Cahyono
Direktur The Cahyono Institute

Beri komentar :
Share Yuk !