Kesehatan Digital Diharapkan Mampu Atasi Persoalan Kesehatan Indonesia

BANJARNEGARA – Diharapkan Kesehatan digital mampu mengatasi persoalan kesehatan di Indonesia. Hal ini mengemuka dalam kegiatan Workshop Virtual Transformasi Kesehatan Digital (Digital Health Transformation) sebagai bagian dari Forum Cendekia Kelas Dunia (FCKD) yang diselenggarakan oleh Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4) dan Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI), baru baru ini.

Transformasi Kesehatan Digital telah menjadi salah satu tema besar untuk mengatasi masalah kesehatan di Indonesia, Kantor Transformasi Digital Kementerian Kesehatan telah meluncurkan kebijakan ‘Satu Sehat’ yang merancang satu platform data kesehatan untuk Indonesia. Kesehatan digital di Indonesia sedang berkembang dalam banyak hal.

Dalam kegiatan tertsebut, sejumlah pembicara hadir diantaranya dr Gregorius Bimantoro Ketua Asosiasi Healthtech Indonesia (AHI), dr Eva Suarthana MSc PhD Koordinator Klaster Kedokteran, Kesehatan dan Teknologi Biomedis I-4, Prof Dr dr Purnawan Junadi MPH PhD Ketua Perhimpunan Telemedisin Indonesia, dr Agus Ujianto, MSi Med SpB dari Perhimpunan Dokter Digital Terpadu Indonesia (Predigti) dan dr Niko Azhari Hidayat SpBTKV, SubspVE (K) Chief Executive Officer Medical Tourism Indonesia dari Kementrian Kesehatan, dan Dr Sastia Prama Putri Ketua I-4.

Dalam keterangannya dr Gregorius Bimantoro, Ketua Asosiasi Healthtech Indonesia (AHI) menekankan pentingnya transformasi kesehatan digital dalam precision medicine di Indonesia.

Menurutnya, Biomedical Genome Based Science-Initiative (BGS-I) dapat membawa Indonesia ke era precision medicine. BGS-I diharapkan dapat meningkatkan kemampuan diagnostik dan pengobatan penyakit, di antaranya tuberkulosis, diabetes, kanker payudara dan kolorektal, serta stroke. AHI berkolaborasi dan memediasi lebih dari 80 perusahaan dan pemegang kebijakan, termasuk pemerintah, untuk memfasilitasi dan membangun ekosistem kesehatan digital.

Sementara dr Eva Suarthana MSc PhD Koordinator Klaster Kedokteran, Kesehatan dan Teknologi Biomedis I-4 menjelaskan, bagaimana I-4 dapat memediasi kolaborasi penelitian dan pengajaran di bidang kesehatan digital antara diaspora Indonesia dengan mitra akademik dan industri di Indonesia.

“Mereka telah melakukan kuliah umum dan lokakarya virtual untuk mahasiswa dan staf di seluruh Indonesia. Dua orang anggota I-4, Markus Santoso, PhD dan Cortino Sukotjo, DDS, PhD, MMSc telah mengembangkan program virtual reality (VR) imersif untuk operasi implan gigi sebagai solusi alternatif untuk keterampilan praklinis selama pandemi. Dr Santoso, Asisten Profesor di Institut Dunia Digital Universitas Florida, mempresentasikan bagaimana VR dapat digunakan dalam pendidikan kesehatan. Dr Sukotjo adalah seorang Profesor di University of Illinois di Chicago, College of Dentistry, USA dan anggota American Dental Education Association,” ujarnya.

Dr Suarthana juga berbagi kelebihan dan tantangan transformasi kesehatan digital rumah sakit berdasarkan pengalaman di AS dan Kanada. Humber River Hospital di Toronto adalah rumah sakit digital pertama di Amerika Utara.
“Semua data meliputi sistem klinis, bisnis, dan fasilitas tersedia secara elektronik yang memungkinkan informasi real-time antara pemberi pelayanan kesehatan dan staf pendukung mereka. Command center mereka menggunakan perangkat lunak analitik prediksi (misalnya, kecerdasan buatan/artificial intelligence) untuk memprediksi discharge dari rumah sakit, memungkinkan mereka untuk memantau dan mempercepat pelayanan perawatan untuk pasien yang lebih baik, lebih cepat, dan lebih aman,” tandasnya.

Sedangkan Prof Dr dr Purnawan Junadi MPH PhD, Ketua Perhimpunan Telemedisin Indonesia (ATENSI) mengatakan bahwa Cina telah memimpin adopsi telemedicine di Asia Pasifik. Permintaan telemedicine telah meningkat di seluruh dunia sejak pandemi. Adopsi di Indonesia akan terus berkembang, dengan potensi akselerasi dan menjadi adopter.

“Saat ini, uji coba implementasi telemedisin dengan cakupan BPJS sedang berlangsung. Hal ini akan sangat bermanfaat bagi pasien dan penyedia layanan kesehatan misalnya, setiap tahun ada sekitar 12.000 lulusan dokter baru di seluruh Indonesia. Namun, regulasi yang komprehensif diperlukan untuk menjamin efisiensi dan keamanan praktik telemedisin,” ungkapnya.

Sedangkan dr Agus Ujianto MSi Med SpB Ketua dari Perhimpunan Dokter Digital Terpadu Indonesia (Predigti) menyoroti peran dokter di era digitalisasi.

“Banyak aplikasi medis (software) menyimpan data pasien termasuk hasil pemeriksaan dan jenis pelayanan medis yang dilakukan. Data medis yang disimpan secara online rentan dan membutuhkan sistem informasi yang kuat untuk menjaga kerahasiaannya,” ujar Agus.

Menurutnya salah satu misi Predigti adalah meningkatkan kesadaran akan potensi penempatan data rahasia kedokteran pada teknologi informasi.

Sedangkan dr Niko Azhari Hidayat SpBTKV SubspVE (K) Chief Executive Officer Medical Tourism Indonesia dari Kementrian Kesehatan menjelaskan bagaimana digitalisasi dapat meningkatkan pariwisata medis di Indonesia.
“Medical Tourism adalah platform yang menghubungkan ekosistem pariwisata dan industri medis di Indonesia. Platform ini menawarkan informasi terkini dan dapat diandalkan mengenai jaringan rumah sakit, klinik, laboratorium, akomodasi, dan tujuan yang menawarkan layanan medis dan kesehatan. Mereka memfasilitasi dan mempromosikan Industri Pariwisata Kesehatan di Indonesia agar dikenal di dalam dan luar negeri,” paparnya.

Terakhir, Dr Sastia Prama Putri Ketua I-4, menjelaskan bahwa program FCKD telah diselenggarakan sejak tahun 2017 yang mempertemukan Ilmuwan Diaspora Indonesia dari berbagai negara dengan ilmuwan dari universitas dan lembaga penelitian dalam negeri.

“Forum ilmiah ini telah berhasil memberikan kesempatan bagi akademisi Indonesia di dalam dan luar negeri untuk berbagi informasi dan wawasan ilmiah serta membangun kerjasama yang positif antar individu maupun antar instansi terkait. Pada tahun 2020 – 2022, FCKD dilaksanakan secara virtual dan telah berjalan dengan sukses meskipun terkendala oleh pandemi Covid-19. Pada Agustus 2022, tercatat 2353 anggota I-4, 1035 di antaranya diaspora Indonesia yang berdomisili di luar negeri,” terangnya. (*)

Beri komentar :
Share Yuk !