Gus Najih Ajak Lawan Radikalisme Melalui Kampus

Yayasan Tribhata Gelar Kuliah Umum Wawasan Kebangsaan

PURWOKERTO – Kampus atau dunia pendidikan tinggi memiliki peran strategis untuk mencegah munculnya radikalisme.

Lulusan perguruan tinggi yang akan menempati pos pos atau struktur pemerintahan juga harus bersih dari ajaran intoleran radikalisme.

Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme Majelis Ulama Indonesia (BPET MUI) Najih Arromadloni (Gus Najih), dalam kesempatan  Kuliah umum, dengan tema ‘ Peran Mahasiswa Sebagai Agen of Change Terkait Pentingnya Wawasan Kebangsaan dan Anti Radikalisme’.

Kuliah umum yang digelar di Advo Cafe Selasa 6 September 2022 dihadiri oleh perwakilan mahasiswa dari berbagai Perguruan tinggi di Purwokerto.

Selain para mahasiswa, tampak hadir Wakapolresta Banyumas AKBP Kristanto Yoga Darmawan, Ketua Komisi II DPRD Banyumas Subagyo, Dekan Fakultas Hukum Unsoed, Prof Dr Muhammad Fauzan, S.H., M.Hum, Wakil Bupati Banyumas Sadewo Tri Lastiono diwakili oleh Ratimin, dan Fokompicam Purwokerto Utara, serta Perangkat dari Kelurahan Karangwangkal.

Kuliah umum dan Diskusi yang dipandu oleh Dosen Fakultas Hukum Unsoed Wedha Kupita SH

Nara sumber lain yang hadir yakni Komjen Pol (Purnawirawan) Nur Faizi, Mantan Kapolda Jateng, Kapolda Metro dan Dubes Mesir.

Pada kesempatan itu  Gus Najih menjelaskan, terdapat gerakan dan modus baru radikalisme di kampus. Bahkan Densus anti teror juga pernah melakukan penangkapan di sejumlah universitas.
Salah satunya di Universitas Brawijaya Malang selaku penggalang dana terorisme. Penangkapan juga terjadi di kampus besar lain, seperti UI, IPB, maupun UGM.

Survei juga menunjukkan  17 persen mahasiswa setuju khilafah. Meski baru 17 persen jumlahnya puluhan juta orang.

Menurutnya beberapa kampus yang terpapar kebanyakan dari PTN di Fakultas eksakta.

Survei lain menunjukkan 26 persen setuju jihad degan kekerasan.
Artinya radikalisme di kampus sudah masif.  Bahkan di UIN Jakarta pun pernah menjadi basis. Termasuk deklarasi ISIS  berada di dekat UIN.

Penangkapan pelaku teror juga dilakukan di berbagai kota, termasuk d Purwokerto.

Di Purwokerto, pernah beberapa kali terjadi penangkapan yakni pada Agustus 2021, dan April 2021. Kemudian tahun 2013 dan 2018 terkait bom Solo tahun 2012.

Menurutnya Aksi teror dialami banyak negara, bukan hanya islam tapi semua agama. Misal Armi of God adalah dari Kristen AS.

Di India banyak terjadi intoleransi hindu budha yg jadi korban adalah Muslim.

di Myanmar  Biksu budha wiranu,
mendorong munculnya genosida kepada muslim Rohingya.

Data global terorisme index, 70 persen korbannya adalah muslim.

Contoh lainya di New Zealand saat solat jumat ditembak secara membabi buta.

Pada kesempatan itu Gus Najih juga menjelaskan fenomena yang terjadi di Suriah, mirip dengan gerakan yang diterapkan di Indonesia.

Kelompok intoleran tersebut menggunakan simbol yang mirip

Jika di Suriah ada ISIS di Indonesia adalah JAD, di suriah ada  Alqaeda di Indonesia JI.

“Pola yang dipakai sama, terkait politisasi dan simbol yang digunakan sama, ” terangnya.

Istilah bendera tauhid juga digunakan untuk propaganda oleh kelompok teror.

Kemudian beberapa isu yang digunakan juga sangat mirip, seperti
Isu pembusukan terhadap pemerintah.  Pemerintah dituduh komunis.
Presiden Suriah dituduh syiah.  Pembusukan ulama di Indonesia, yang dituduh syiah dan liberal.

Kemiripan lainnya yakni ada tuntunan mengganti sistem negara.

Perkuat Wawasan Kebangsaan

Kepada para mahasiswa Gus Najih mengajak agar generasi muda harus berfikir kritis, perkuat wawasan kebangsaan agar tak mudah goyah.
Perkuat wawasan keagamaan, selektif memilih organisasi, berfikir kritis dan memilih kajian, wawasan sosial politik dan faham peta politik, bijak ber medsos.

Bila perlu Organisasi yang anti NKRI harus di usir dari kampus.  Yang lebih utama negara juga harus berkeadilan dalam penegakkan hukum.

“Peran akademisi hukum penting mendorong aturan payung hukum untuk bertindak tegas terhadap gerakan intoleran, ” ujar Gus Najih

Kontra radikalisme harus ada kajian moderat. Kampus harus ada pengajian yang moderat, dan tidak mengarah pada eksklusivisme.

Sementara itu, Komjen Pol (Purn) DR H Nurfaizi mengungkapkan untuk mewujudkan ketahanan nasional dalam menghadapi intoleransi, radikalisme dan teroris, para mahasiswa perlu diberi pembekalan mengenai Wawasan Nusantara.

“Pembekalan wawasan nusantara ini penting karena akan berpengaruh pada pola pikir,” kata mantan Dubes RI untuk Mesir itu.

Dia juga mengingatkan bahwa begitu cepatnya pengaruh dari dunia luar, sehingga dibutuhkan penyaring yaitu pembekalan mengenai Wawasan Kebangsaan tadi.

“Nah karena saking cepatnya pengaruh dunia yang masuk ke Indonesia, hukum di kita kurang bisa mengikuti kecepatannya, sehingga apa istilah Jawanya ‘kepontal-pontal’, sudah kejadian baru bergerak,” tandas mantan Kapolda Jateng itu.

Nurfaizi menambahkan, para mahasiswa diharapkan pandai-pandailah dalam menyaring pengaruh-pengaruh dari luar dimana tidak sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.

Anggota DPRD Banyumas Subagyo SPd yang hadir dalam kesempatan kuliah umum tersebut mengucapkan terimakasih kepada yayasan Tri Bhata yang tanpa henti menggelar diskusi kebangsaan.

Prof Dr M Fauzan Dekan FH Unsoed, mengungkapkan menyampaikan apresiasi kepada Yayasan Tri Bhata Banyumas, dimana sejumlah mahasiswa Unsoed juga tengah magang sebagai bagian dari program MBKM.

Fauzan juga bercerita bahwa Sebelum BPIP berdiri, LPPM Unsoed ada pusat kajian Pancasila dan wawasan Kebangsaan, dalam rapat dengan Mendagri juga mengusulkan dibentuk raker yang saat ini menjadi BPIP.

Ia mendorong aktualisasi nilai-nilai pancasila dalam setiap kegiatan.
Pancasila sebagai kesepakatan luhur bangsa, dan generasi muda wajib nguri uri.

Indonesia paling heterogen di dunia, Pancasila menjadi landasan perjuangan bangsa menuju adil dan makmur.

Diskusi dan kuliah umum wawasan kebangsaan tersebut juga menjadi internalisasi nilai nilai Pancasila. (*)

Beri komentar :
Share Yuk !