Anas Urbaningrum : Hindari Kecurangan Pemilu, Fatsun Birokrasi Adalah Netral

PURWOKERTO – Mewujudkan Pemilu yang demokratis dan jurdil perlu komitmen semua pihak, tak terkecuali pemerintah dan aparat birokrasi. Dalam konteks pemilu, pemerintah pelu memiliki sikap dan pendirian yang tegas.

” Jadi kalau pemerintah yang mengontrol birokrasi, betul-betul disiplin, ya disiplin pada sikapnya yang netral dan patut, ya fatsunnya birokrasi itu di tengah netral,” ungkap Anas Urbaningrum saat berdialog dengan Wartawan di Banyumas, Sabtu 3 Februari 2024.

Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara (PKN ) Anas urbaningrum mengatakan setiap pemilu pasti selalu ada isu tentang kecurangan.

Jangan kan pemilu di negara kita. Kalau kita belajar pemilu di semua negara, itu salah satu isu yang diangkat, pasti awas ada kecurangan semua.

“Nah pemilu kita, itu kan pemilu yang di bilang relatif muda tidak, tetapi relatif established juga belum kan. Hanya memang kita punya pengalaman pemilu yang sangat demokratik dulu tahun 55, ya kan,”kata Anas Urbaningrum.

“Kemudian pemilu era reformasi tahun 1999,”ujar dia.

Kemudian Pemilu 2004, ketika pertama kali ada pilpres langsung.

Dan kalau terkait dengan isu kecurangan itu, sebetulnya sudah di antisipasi.

Antisipasinya apa? pemilu di Indonesia penghitungan suara dan rekapitulasinya yang sah, yang legal itu adalah yang sifatnya manual.

“Ya, jadi kalau misalnya di TPS, kontestan pemilu punya saksi, maka saksi itu punya salinan C1 di setiap TPS. Jadi sejauh menyangkut penghitungan suara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara itu di setiap tingkatan. Dari tingkatan TPS, itu oleh KPPS, kemudian rekap di PPK, kemudian rekap di KPU Kabupaten Kota, kemudian rekap di KPU Pusat, itu semuanya itu manual,”papar dia.

Dan sejauh masih-masing kontestan punya salinan C1 itu, maka sebetulnya teorinya sulit.

Sulit untuk… Iya, sulit dan teorinya. Tetapi memang ada saja kejadian, Jenenge usaha ya, kan? Ya, ada saja itu, kan? Jadi kalau isu kecurangan pada proses itu, rasanya aturan itu bisa menepis, tapi kalau kecurangan di wilayah yang lain, misalnya kecurangan karena menggunakan aparat birokrasi, aparat birokrasi melakukan tekanan, kasar atau halus, ya kan, kepada orang-orang tertentu, pemilih-pemilih tertentu, yang bisa disasar, ya?

Itu kan di luar konteks penyelenggaran, itu adalah proses politik di pasar.

Nah, kalau itu konteksnya adalah, bagaimana sikap atau pendirian birokrasi terhadap pemilu, pemilu ini mau dijadikan apa? ya kan?

Nah itu, perusahaannya sudah perusahaan disiplin, birokrasi dan etika birokrasi. Itu udah di potensinya selalu ada di mana-mana.

Tapi menurut saya, sekarang ada medsos. Sekecil apapun kecurangan, potensi kecurangan itu, yang kemudian terdokumentasi oleh netizen, kemudian diangkat, kemudian punya potensi viral, itu salah satu alat kontrol yang bagus.

Tapi kalau kita membayangkan bahwa pemilu itu betul-betul bersih putih, ya jangan bayangkan itu, itu pemilu dasar, ya kan?

Tapi yang paling pokok menurut saya adalah, bagaimana tidak ada kecurangan yang TSM, ini TSM ini kan istilah yang diintrodusir oleh MK dulu, MK, ketika mengadili perselisian hasil pemilu, kemudian di bikin PSU, penghitungan ulang, kenapa ada penghitungan ulang? Karena ada kecurangan yang TSM, terstruktur, sistematis, masif.

Jadi sejauh tidak ada kecurangan yang TSM, ya sebetulnya itu masih dalam batas toleransi pemilu demokratis.

Nah, di situ menurut saya salah satu yang paling penting untuk menjaga dari TSM, itu adalah pendirian pemerintah dan seluruh jaringan birokrasinya, apa terhadap pemilu demokratis ini?

Menurut saya tidak akan ada kecurangan yang TSM, tapi kalau spot-spot ada kasus, itu mungkin saja muncul, tapi itu tidak terlalu sulit untuk koreksinya.

Bahkan korreksinya, potensial di internal partai itu, kan?

Jangan lupa, potensi kecurangan itu juga bisa antar caleg loh. Ya kan? Ada caleg yang menggeser suara-caleg yang lain, satu partai, kan?

Ada, seperti itu. Jadi jangan dibayangkan potensi kecurangan itu antar partai, selalu antar partai, atau antar kontestan, tetapi juga bisa antar caleg, tetapi kalau itu spot-spot kecil, itu koreksinya tidak terlalu sulit.

Dan yang juga penting untuk jadi catatan, MK nya seperti apa?

Karena MK itu salah satu tugasnya adalah mengadili permohonan, perselisihan, hasil pemilu, kan?

Nah, di situ, ya, kalau MK nya, tanda-petik agak dicurigai, seperti kasus kemarin, karena kasus kemarin itu, ya sekarang MK nya, harus menegaskan. Jadi sekarang ini kan, mau tidak mau cita MK sebagai penjaga, penjaga, konstitusi, agak dipertanyakan, kalau dipertanyakan, sama juga, urusan-urusan yang lain juga, ada yang bertanya, kan?

“Jadi menurut saya, dan saran saya ini, sebelum pemungutan suara, setidak tidaknya sebelum permohonan, perselisihan hasil itu, sampai ke MK, MK perlu menegaskan, kalau ada “barang”, (barang permohonan- Red), permohonan perselisian itu, MK akan memprosesnya, dengan lurus, jujur dan objektif, itu musti di tegaskan, ” ungkap Anas.

Kalau nggak, nanti, kecurigaanya masih bertahan, gitu.

Beri komentar :
Share Yuk !