Cegah Radikalisme dan Terorisme Harus dari Akar


Perlu Aliansi Strategis Tangkal Radikalisme

PURWOKERTO – Radikalisme dan terorisme adalah ancaman nyata bangsa Indonesia. Bahkan radikalisme terus tumbuh karena belum di cabut dari akarnya. Hal itu disampaikan Ken Setiawan selaku nara sumber dalam diskusi publik Peran Serta Masyarakat dalam Mencegah Radikalisme, di Advocafe, Kamis (23/12).

Ken mengistilahkan, jika diibaratkan pohon, radikalisme adalah buah, maka untuk menghapus faham tersebut harus dilakukan secara menyeluruh dari akarnya.

Ken setiawan sendiri merupakan mantan aktivis jaringan NII yang bahkan sudah melakukan rekrutmen berbagai kalangan. Selain mahasiswa, buruh, karyawan, guru, bahkan
anak anak dari anggota TNI Polri.

Ken mengungkapkan, cukup mudah untuk melakukan rekrutmen, hal itu dilakukan dengan doktrin secara terus menerus, misalnya dengan mengkontradiksikan pemahaman agama dan
pemahaman bernegara.

Selan itu pengikut NII juga harus mengakui hukum tunggal berdasar kitab suci. Jika tidak mengikuti maka akan dianggap kafir.

Para anggota yang di rekrut juga diharuskan untuk menginfakkan selurh harta bendanya. Bahkan tidak jarang anggota NII harus melakukan upaya jahat, seperti penipuan,
perampokan dan bahkan pencurian.

Hasil harta benda yang diperoleh kemudian dikumpulkan dan diberikan kepada organisasi. “ Korbannya sangat banyak, bahkan banyak mahasiswa yang di mata orang tua terlihat baik, tapi ternyata sudah Drop Out dari Kampus,” terangnya.

Dalam kesempatan diskusi tersebut bahkan Ken setiawan juga memperagakan cara merekrut anggota. Bisa seseorang sudah di rekrut maka butuh satu langkah lagi untuk
menjadi teroris. Bahkan banyak pula jebolan NII yang ikut dalam JI dan JAD.

Menurutnya, ia mengaku memilih kembali ke pangkuan NKRI karena, apa yang dilakukan selama ini tidak benar. “ Kami selama ini ingin menegakkan negara islam, tapi
perilakunya sangat jauh dari ajaran islam,” terangnya.

Menurutnya tidak mudah untuk keluar dari jaringan NII dan kembali ke NKRI, karena banyak ancaman dan tantangan lainnya. Meskipun saat ini banyak oknum yang
memanfaatkan agama untuk kepentingan ideologi tertentu, ia berharap agar masyarakat tidak phobia dengan agama.

Salah satu ciri orang beragama yang benar yaitu orang yang memiliki akhlak mulia dan jauh dari tindakan tercela.

Diskusi publik yang di moderatori oleh Agus Haryanto dari Fisip Unsoed, menghadirkan nara sumber Dr Kuat Puji Prayitno Ahli Hukum Unsoed, Ken Setiawan NII Crisis Center dan Sadewo Trilastiono Wakil Bupati Banyumas.

Dr Kuat Puji Prayitno menyampakan materi tentang, aspek hukum radikalisme dan upaya pencegahan nya.

Radikalisme berasal dari radix artinya akar atau mendasar berkenaan dengan cara memahami suatu persoalan. Jadi pemikiran mendasar untuk menyelesaikan personal adalah
radix. Namun bagaimana dengan aplikasi dari ide tersebut, dari thinking ke action.

Tujuan penggunaan kekerasan untuk merubah kondisi sosial politik secara drastis, inilah yang menjadi radikalisme.

Ikutan pemikirannya, dari radix ke radikalisme biasanya merasa paling benar, eksklusif, individualis, intoleran. Radikalisme bersifat statis hanya dalam pemikiran,
namun ada pula yang destruktif.

Hukum adalah sarana melindungi moralitas bangsa, sosial dan individu. Institution/state, communal/ social, civil/individual morality.

Lalu upaya untuk melakukan kontra radikalisme yakni dengan kontra narasi radikalisme, hingga deradikalisasi. Adapun tindakan represif yakni dengan UU NO 5 Tahun 2018
tentang tindak pidana terorisme.

Nah apakah UU tersebut sudah menjangkau, jika orang masih dalam taraf pemikiran. Kekurangan tersebut perlu diperkuat dengan pemberdayaan masyarakat, dan peningkatan
kekuatan aparatur negara.

Saat ini yang perlu diwaspadai yakni revolusi digital. Banyak temuan medsos menjadi sarana penyebaran radikalisme.
Ancaman lain yakni warisan pemikiran, misal ex DI/TII, Komunisme PKI. organisasi dibubarkan tapi warisan pemikiran bisa diturunkan. Apalagi jika ada motif balas
dendam.

Individualisme, juga bisa menjadi penyebab terpapar radikalisme, maka perlu untuk banyak bersosialisasi dan berorganisasi dengan pemikiran yang terbuka.
Hukum sebagai instrumen untuk menangkal radikalisme namun belum cukup jika hanya berdasar peraturan perundang-undangan.

Sadewo Trilastiono, refleksi indahnya masa kecil. Kebondalem ada mesjid An Nur MUhammadiyah, Kauman ada Masjid NU, namun tetap harmonis.

Teman kecilnya berasal dari berbagai kalangan, ada Nasrani, china, Arab. Bahkan saling berbagi takjil saat ramadhan.

Mengutip penelitian kiyai roqib, ternyata 28 persen siswa siswi SMA setuju khilfah. Upaya lain yang dilakukan untuk menangkal radikalisme yakni, Forkompincam dan
kades untuk deteksi dini dan sosialisasi radikalisme kepada warga.

Dibanyumas juga akan dibuat kawasan Pancasila di Jalan gerilya Sudirman, dan dibuat kawasan peribadatan masjid, gereja, pure. FKUB Banyumas juga membuat perumahan
moderasi beragama.

Peserta diskusi, Mukmin penyuluh agama non PNS dari Sokaraja mengungkapkan, pemerintah harus tegas. Jangan sampai HTI sudah dibubarkan namun orang orangnya dibiarkan.

Diakhir dialog Ken berpesan, saatnya menyadari bahwa saat ini kita terancam. Radikalisme bisa jadi bagian dari proxy untuk menghancurkan Indonesia.
Maka kita harus waspada, tapi jangan phobia dengan agama. Radikalisme adalah virus, maka perlu vaksin anti radikalisme.

Ketua DPRD Banyumas Dr Budhi Setiawan, berharap Indonesia semakin aman nyaman, tidak ada lagi yang mempermasalahkan ideologi pancasila.
Tinggal bagaimana bekerjasama untuk maju dan mensejahterakan warganya.

Ia berharap melalui diskusi kali ini bisa menyampaikan pesan pesan positif yang akan diteruskan kepada khalayak.

“ Semoga gema kali ini bisa sampai diseluruh Nusantara. Hari yang cerah ini semoga menjadi tanda bahwa Banyumas juga, menjadi kabupaten yang aman nyaman,” terangnya.
(saw)

Beri komentar :
Share Yuk !