Diskusi Terbuka Mengurai Benang Kusut Pertambangan Rakyat di Banyumas, Sugeng Suparwoto Dorong Segera Tetapkan Perda Tata Ruang

BANYUMAS – Dalam Acara dialog interaktif pada tanggal 11 Agustus 2023 yang diprakarsai oleh Satelit TV, serta didukung oleh GWA Pers dan Mitra kerja Kabupaten Banyumas. Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto mengungkapkan dunia Pertambangan saat ini makin komplek. Bumi air dikuasai oleh negara, dari itu negara harus mengatur dan mengawasi.

Wilayah pertambangan harus dipetakan, supaya patuh pada tata ruang, misal antisipasi longsor, rembesan dan lainnya.

Sebab usaha atau bisnis pertambangan memang menggiurkan namun, resikonya sangat besar. Baik resiko secara fisik, maupun lingkungan.

” Dari itu tata ruang harus ditetapkan, supaya jelas peta wilayah pertambangan. Untuk itu kami juga mendorong DPRD untuk segera menyusun Rencana Umum Tata Ruang Wilayah, ” ungkap Sugeng.

Menurutnya UU no 3 tahun 2020, sektor pertambangan rakyat tetap diakomodir.

“Perlu langkah cermat. Harus ada titik temu, bila perlu kita membuat pertemuan lanjutan, mengajak seluruh pihak untuk duduk bersama membahas pertambangan di Banyumas,” Ujar Sugeng yang juga pendiri Ikatan Jurnalisme Televisi tersebut.

” Saya malah akan mengajak 8 Anggota DPR RI Dapil Banyumas Cilacap, untuk rutin bertemu dan diskusi bersama, ini penting untuk diselenggarakan, sebab Banyumas- Cilacap memiliki potensi untuk menggerakkan ekonomi di Jawa, ” Ujar Sugeng menambahkan.

Menurut Sugeng, pihaknya juga sudah kordinasi dengan menteri ESDM. Saat ini sedang dibentuk tim task force untuk mengurus pertambangan baik mineral maupun logam.

” Ingat harus ada reklamasi 100 persen, pengelolaan tambang juga harus memperhatikan Lingkungan, Sosial dan kepentingan negara, ” Jelasnya.

Diskusi yang digelar di Warung Kebon kompleks Bendung gerak Serayu Rawalo kabupaten Banyumas tersebut juga menghadirkan Kepala Cabang Dinas Energi dan Sumber daya Mineral ( ESDM) Wilayah Slamet Selatan Mahendra Dwi Atmoko SE, Pelaku Tambang sekaligus Ketua koperasi Sumber Rejeki ( KSR), dan pengamat lingkungan dan pengamat kebijakan publik Eddy Wahono.

Dalam kesempatan tersebut salah satu penambang Pasir di Sungai Serayu Elko mengungkapkan, ia kesulitan untuk mengajukan ijin pertambangan rakyat.

Meski sudah maju hingga provinsi, tetap belum dilayani. Pertambangan pasir menurutnya ikut mengatasi masalah pendangkalan Sungai, selain itu kebutuhan pasir untuk pembangunan juga sangat tinggi.

Ia berharap pemerintah dapat memfasilitasi masyarakat, sehingga kegiatan usaha berjalan nyaman.

Sedangkan Rastomo, salah satu penambang emas Paningkaban Ajibarang, meminta solusi agar tambang yang saat ini ditutup bisa dibuka kembali.

Kepala Cabang dinas ESDM Slamet Selatan, Mahendra mengungkapkan, ijin usaha tamban terdiri dari dua ijin , yakni Ijin Usaha Pertambangan (IUP) , dan Ijin Tambang Rakyat (ITR) .

Namun Ijin pertambangan rakyat
bisa dikeluarkan hanya jika sudah ada peta wilayah pertambangan (WPR) .
“Sampai saat ini belum ada wilayah pertambangan rakyat. Maka dari provinsi tak berani keluarkan ijin., ” terangnya.

Sementara itu Eddy wahono, selaku pengamat lingkungan dan pengamat kebijakan publik menjelaskan dan mengurai kebuntuan yang dialami, yakni ketika masyarakat hendak mengurus ijin tambang

Ia bercerita Kilas balik, tahun 2012 saat itu UU 32 Tahun 2014 tentang pemerintahan Daerah, otonomi daerah masih memiliki kewenangan dalam menerbitkan perijinan.
Kabupaten Banyumas mengusulkan peta wilayah pertambangan rakyat. Kemudian terbit Kepmen ESDM NO 1204 tahun 2012 tentang peta wilayah pertambangan Jawa – Bali. Wilayah pertambangan di Kabupaten Banyumas masuk wilayah pertambangan Rakyat.

Sejalan waktu Kepmen tersebut disempurnakan menjadi Kepmen ESDM No 3672 Tahun 2017 Tentang peta wilayah pertambangan Jawa dan Bali

” Perlu kita urut, dan cari muaranya.
Tahun 2012 rekan rekan sudah pernah ajukan, namun terbentur Perda no 10 tahun 2011,” Ujar Eddy.

Pada tahun 2014 terbit UU no 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah, perijinan tambang menjadi kewenangan Propinsi

“Ironi yg terjadi, dimana Peraturan Gubernur (Pergub) PTSP No 18 Tahun 2017 tentang penyelenggaraan PTSP pada kolom lampiran 1-9 itu tak menyebutkan wewenang menerbitkan IPR. sehingga seluruh Jateng tak ada yg punya ijin, ” Ujar Eddy Wahono menambahkan.

Perubahan Undang undang Minerba dimana Uu No 4 tahun 2009 di Adendum menjadi UU no 3 tahun 2020 tentang Minerba, dimana pengurusan perijinan tambang menjadi kewenangan Pemerintah pusat, namun pemerintah pusat belum siap, sehingga lahir Perpres 55 tahun 2022 tentang pendelegasian pemberian perijinan berusaha di bidang pertambangan kembali menjadi kewenangan Propinsi

Tahun 2022, lahir Kepmen no 95 tahun 2022, dimana pada diktum kesatu menetapkan wilayah pertambangan di propinsi Jawa Tengah terdiri atas dua wilayah pertambangan, yakni Wilayah pencadangan negara dan Wilayah Ijin Usaha Pertambangan
Serta pada diktum kedelapan menegaskan Keputusan Menteri ESDM no 3672 tahun 2017 tidak lagi berlaku

Melihat perjalanan regulasi dari tahun ketahun, untuk perijinan pertambangan rakyat selalu tersudut , kenapa pertambangan rakyat menjadi tidak seksi?.

Lalu bagaimana mekanisme yang harus dilewati untuk mengurai.
Hal tersebut akan menjadi PR lanjutan, dimana akan digelar diskusi berkelanjutan untuk membahas persoalan tersebut.

Agenda berikutnya dijadwalkan mengundang seluruh pemangku kebijakan, harapannya masyarakat dapat menjadi subjek dalam pembangunan dan bukan hanya menjadi objek kebijakan pungkas Eddy Wahono

Beri komentar :
Share Yuk !