Harga Kedelai Naik, Ini Pengakuan Pengrajin Tahu dan Tempe di Purwokerto

BANYUMAS- Produsen produk olahan kedelai tahu dan tempe di Purwokerto merasakan dampak dari naiknya harga kedelai. Pengrajin tahu dan tempe mengatakan kenaikan ongkos produksi akibat harga bahan baku naik membuat keuntungan produsen menjadi sedikit.

Saat ini, para pedagang tahu dan tempe dikebanyakan pasar tradisional di banyumas melakukan mogok kerja.

Salah satu pengrajin tahu di Jalan Kaliputih, Kelurahan Purwokerto Wetan, Teguh Setiyanto tetap memproduksi tahu meskipun harga kedelai naik. Karena bahan baku tahu (laru) tidak bisa didiamkan begitu saja.

“Sehari didiamkan ya jadi bau tidak bisa digunakan lagi. Karena kami memang tanpa pengawet,” ungkapnya

Ia menjelaskan, belanja kedelai guna memproduksi tempe harus mengeluarkan uang sebesar Rp 12ribu per kilogram. Padahal sebelumnya cukup membayar sebesar Rp9.500ribu per kilogramnya. “Naik pesat, kita sebagai produsen hanya bisa bertahan,” katanya.

Ia mengatakan, harga kedelai yang tinggi membuat keuntungannya berkurang. Meskipun dagangannya habis, keuntungan yang didapat hanya pas untuk biaya hidup. “Pas saja, itu pun kalau habis ya,” ungkapnya.

Ia menjelaskan, untuk hari ini hanya ada tiga pedagang dari Pasar Wage yang menjual tahu dan tempe. “Baru tiga, biasanya sampai ada sepuluh lebih pedagang yang beli,” katanya. Teguh juga mengatakan, mengurangi takaran memasaknya yang semula delapan kali masak menjadi empat kali masak.

“Satu kali masak itu lima kilogram kedelai,” katanya.

Para perajin juga dilema tak bisa menaikkan harga menjadi tinggi karena khawatir ditinggal pembeli. Dengan kondisi pasar yang sepi, serapan produk olahan kedelai seperti tempe dan tahu juga menjadi kecil. Maka dari itu cara mengantisipasinya hanya dengan memperkecil ukuran tahu. “Harapannya harga itu stabil, karena ini kan bahan pokok ya, kalau kita naikkan harganya kasihan masyarakat juga. Biar sama-sama enak lah antara produsen dan konsumen,” pungkasnya. (nurudin)

Beri komentar :
Share Yuk !