Pamor Buntel Mayit, Filosofi Makna Hidup dalam Pusaka Kuno Masyarakat Jawa

BANYUMAS – Pusaka keris, tombak, dan pedang kuno yang menjadi warisan leluhur adalah bukti nyata kekayaan budaya nenek moyang masyarakat Jawa. Seni dan keterampilan empu dalam menciptakan pusaka ini terlihat dalam berbagai bentuk dapur dan corak pamor yang terukir di permukaan senjata-senjata tersebut.

Pegiat Budaya Banyumas Eddy Wahono mengungkapkan, Salah satu pamor yang paling menarik adalah “pamor buntel mayit.” Nama ini mungkin terdengar menyeramkan pada awalnya, namun di balik ketakutan itu terdapat filosofi yang sangat dalam.

Pamor ini dinamai “buntel mayit” karena pamornya cenderung melilit melingkar seperti tali pocong yang membungkus mayat. Namun, empu tidak membuat keris secara sembarangan. Proses pembuatan keris melibatkan upacara sakral yang melibatkan tapa brata, di mana besi dan pamor disatukan menjadi satu, menciptakan senjata pusaka yang sarat akan mistis.

Empu, dalam ketelatenannya menempa, juga membisikan doa-doa permintaan kepada Yang Maha Kuasa. Tujuannya, agar pemegang pusaka tersebut memperoleh keberkahan, kewibawaan, serta kelancaran rezeki dalam hidupnya.

Pamor buntel mayit juga memiliki filosofi yang mendalam. Melalui pamor ini, pemegangnya diingatkan untuk selalu menghargai makna hidup dan berbuat kebajikan selagi masih ada waktu yang diberikan oleh Tuhan. Sebab, tali pocong yang mengingatkan pada kematian itu sendiri adalah peringatan bahwa suatu saat, semua akan terlambat.

Pamor buntel mayit adalah salah satu contoh bagaimana seni keris, tombak, dan pedang tidak hanya sebagai senjata, tetapi juga sarana spiritual yang mendalam. Sebuah peringatan bahwa dalam kehidupan yang fana, kita harus selalu menjalani hidup dengan penuh makna dan kebajikan.

“Dalam sebuah ungkapan budaya yang kaya, pamor buntel mayit mengajarkan kita sebuah pelajaran penting tentang makna hidup dan kematian, ” ungkap Eddy Wahono.

Beri komentar :
Share Yuk !