Tiap Tahun Ada Korban Bullying Dirawat di RSUD Banyumas

BANYUMAS – Sejumlah anak harus mendapatkan perawatan intensif di Instalasi Kesehatan Jiwa Terpadu Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyumas. Mereka dirawat lantaran menjadi korban bullying yang dilakukan oleh temannya.

“Korban bullying rawat inap sampai berhari-hari untuk bisa mengembalikan harga dirinya dan menjadi lebih percaya diri,” jelas dokter Hilma Paramita, SpKj.

Korban bullying mengalami beragam gangguan jiwa. Diantaranya depresi dengan gejala murung, sulit berkomunikasi dan menutup diri. Bahkan korban sampai mengalami halusinasi. Korban selalu merasa ketakutan, terancam atau seperti ada yang mengawasi dan mengikuti gerak-geriknya.

Pada kondisi lain, korban bullying mengidap gangguan tidur. Pada malam hari, korban bisa berteriak dan menangis histeris. Mimpi buruk menjadi bagian hidup korban.

Korban bullying terjadi pada anak rentang sekolah dasar hingga mahasiswa. Dokter Hilma menegaskan bullying tidak hanya sebatas pada kata-kata bernada penghinaan. Bullying merujuk pada beragam aktivitas yang melukai harga diri sesoeorang.

“Ada kejadian seorang anak dipaksa untuk membayarkan SPP oleh temannya. Juga membayar setiap jajan di sekolah. Tentu anak itu di bawah ancaman. Kondisi itu termasuk bullying,” urai dokter Hilma menyontohkan.

Lantaran korban diancam, biasanya jamak kejadian bullying membutuhkan waktu lama bisa terungkap. Sebab, korban tidak berani melaporkan baik kepada teman sendiri, guru atau orang tua.

Bullying tidak hanya terjadi pada dunia nyata. Bullying sudah merambah pada dunia maya atau dikenal dengan sebutan cyber bullying. Dibeberkan dokter Hilma, belum lama ini menangani mahasiswa korban cyber bullying. Yakni penyebaran foto dan video tidak layak. Sehingga menjadi lelucon jagat maya.

Sasaran bullying kerap terjadi pada anak dengan latar belakang broken home. Kurang memiliki teman, memiliki kekurangan fisik dan sering tidak naik kelas juga target empuk bullying.

Mengingat bahaya bullying, dokter Hilma mengajak orang tua dan lembaga pendidikan untuk lebih peduli terhadap perubahan drastis perilaku dan kejiwaan anak. Misalnya, prestasi menurun, kebutuhan uang meningkat tanpa disertai penjelasan atau bersikap agresif.

“Kita sedang mengkampanyekan bahwa pemberani adalah mereka yang ketika dibully segera melapor atau ngomgong. Anak yang dibully sekaligus diancam bukanlah pengecut saat lapor,” tegas dokter Hilma.

Penyelesaian masalah bullying tidak bisa dipandang remeh. Dalam menghadapi korban bullying membutuhkan keseriusan dalam merespon. Dan hal penting lainnya, masalah harus tuntas. Sehingga harga diri anak yang terluka bisa sembuh.

Berbicara tentang bullying, dokter Hilma mengutarakan pada dasarnya tidak hanya berkutat pada korban. Pelaku perlu mendapatkan penanganan kejiwaan. “Mengurai bullying itu komplek. Ada apa dengan pelaku bullying? Kenapa membully? Pelaku bully bermasalah dengan jiwanya,” tandas dokter Hilma. (fij)

 

Beri komentar :
Share Yuk !

Tinggalkan komentar