Tingkat Hunian Hotel di Cilacap Nyungsep PHRI Keluhkan Perpanjangan PPKM

EPI: Hotel di Cilacap sepi pengunjung selama pelaksanaan PPKM tahap pertama. ISTIMEWA

CILACAP – Dampak Penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali, termasuk Kabupaten Cilacap di dalamnya dirasakan semua sektor. Di Kabupaten Cilacap, dunia perhotelan yang sudah mulai merangkak naik sebelum PPKM, kembali kehilangan pendapatan selama diberlakukan PPKM tahap pertama sejak Senin (11/1) lalu hingga sekarang.

Ketua Badan Pengurus Cabang (BPC) Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Cilacap, Amin Suwanto mengatakan, sektor perhotelan menjadi pihak yang cukup terdampak akibat PPKM ini. Banyak kegiatan yang harus dibatalkan karena PPKM, dan tingkat hunian kamar atau okupansi yang sebelumnya sudah sempat menyentuh 35 persen, setelah PPKM kembali turun tajam. “Untuk kegiatan kan akhirnya jadi batal semua. Ada yang hanya ingin sekadar melaksanakan akad nikah, beberapa pada menunda. Karena pada khawatir akan dibubarkan (Satgas),” katanya.

Okupansi kamar yang sebagian besar mengandalkan tamu dari luar kota juga banyak yang ditunda atau bahkan dibatalkan, karena mengetahui Cilacap melaksanakan PPKM. “Okupansi sangat merosot tajam. Kalau sebelumnya bisa lah 30 sampai 35 persen, sekarang lebih parah lagi,” kata Amin tanpa menyebut jumlah. Secara prinsip, pihaknya sebenarnya mengikuti program pemerintah soal PPKM. Hanya pihaknya memiliki catatan terkait PPKM ini, yang secara pengertiannya dipahami sebatas pembatasan, tetapi praktiknya terjadi pelarangan, seperti kegiatan resepsi yang sebelumnya dibatasi kapasitasnya, saat PPKM sekarang ini dilarang sama sekali oleh Satgas. “Ini bukan lagi pembatasan, tetapi pelarangan,” katanya. Padahal secara pemenuhan persyaratan, hampir sebagian besar hotel berbintang di Cilacap sudah mengikuti pelatihan dan mendapatkan sertifikasi CHSE (Clean, Health, Safety, and Environment) dari Kementerian Pariwisata. “Ketika sudah mendapatkan CHSE yang kita harapkan kan ketika mengadakan kegiatan tidak dilarang. Tetapi ketika hajatan di hotel dengan kapasitas 200 dan sudah dibatasi menjadi 50 orang tetapi kemudian tetap dilarang,” keluhnya.

Oleh karena itu, pihaknya berharap Pemerintah Daerah mengetahui program Kemenpar ini, dan tidak mensama-ratakan dengan kegiatan hajatan bukan di gedung atau hotel. “Kita juga minta ada kelonggaran jam operasional untuk hotel, yang sebelumnya dibatasi hingga pukul 19.00, bisa diperpanjang hingga pukul 21.00 atau pukul 22.00,” pungkasnya. (nas)

S

Beri komentar :
Share Yuk !