BPOM Minta Penelitian Vaksin Nusantara Diulang dari PreKlinis

JAKARTA- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) meminta agar proses penelitian vaksin nusantara yang digagas Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto diulang kembali dari proses preklinis untuk mendukung kaidah penelitian yang tepat.

BPOM meminta penelitian preklinis dilakukan terlebih dahulu pada hewan. BPOM juga meminta pendampingan Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional sesuai dengan hasil kesepakatan dalam Rapat Dengar bersama Komisi IX DPR RI 10 Maret lalu.

Sebaiknya penelitian ini dikembangkan dahulu di preklinis sebelum masuk ke uji klinik untuk mendapatkan basic concept yang jelas. Sehingga pada uji klinik di manusia bukan merupakan percobaan yang belum pasti,” kata Kepala BPOM Penny K Lukito melalui keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com, Rabu (14/4).

Penny menyoroti pengembangan vaksin Nusantara yang langsung melakukan uji klinis I terhadap manusia, tanpa proses uji pre-klinik pada binatang.

Sementara uji non-klinis vaksin Nusantara menurutnya hanya dilakukan pada satu jenis hewan uji yakni mencit, sehingga tidak dapat diambil kesimpulan terkait keamanan dan imunogenisitas produk uji.

BPOM, kata Penny, sudah meminta kepada tim dan sponsor vaksin Nusantara agar menyerahkan laporan pre-klinik tentang studi toksisitas, imunogenisitas, hingga penggunaan adjuvant.
Ia sempat mengungkapkan bahwa gagasan untuk uji pre-klinik pada hewan ditolak oleh tim peneliti. “Permintaan tersebut tidak dipenuhi oleh peneliti dan sponsor dengan justifikasi, penggunaan sel dendritik sudah lama digunakan dan aman pada manusia, bersifat autologous dan tidak menggunakan zat tambahan lain,” ujarnya.

Penny mengaku sudah memberikan hasil kajian uji klinis fase I kepada tim peneliti vaksin Nusantara. Hasil evaluasi itu di antaranya terkait produk vaksin dendritik tidak dibuat dalam kondisi yang steril.
Menurut Penny, tim peneliti menjelaskan bahwa pembuatan vaksin tersebut dilakukan secara close system, namun pada kenyataannya setelah diminta menjelaskan proses pembuatannya semua dilakukan secara manual dan open system.

Selanjutnya, produk antigen SARS CoV-2 yang digunakan sebagai bahan utama pembuatan vaksin Nusantara ini bukan merupakan pharmaceutical grade. Menurut Penny, antigen tersebut penggunaannya hanya untuk riset di laboratorium bukan untuk diberikan kepada manusia.
Selain itu, produk akhir dari vaksin Nusantara ini tidak dilakukan pengujian kualitas sel dendritik. Peneliti, kata Penny, hanya menghitung jumlah sel saja.

Namun, hal tersebut juga tidak konsisten karena ada 9 dari 28 sediaan yang tidak diukur, dan dari 19 yang diukur terdapat 3 sediaan yang di luar standar tetapi tetap dimasukkan.
“Data interim fase I yang diserahkan belum cukup memberikan landasan untuk uji klinik ini dilanjutkan ke fase II. Karena ada beberapa perhatian terhadap keamanan dari vaksin, kemampuan vaksin dalam membentuk antibodi, dan juga pembuktian mutu dari produk vaksin dendritik yang belum memadai,” ujarnya.

Sebelumnya, sejumlah anggota dewan, seperti Wakil Ketua Komisi IX DPR Melki Lana Lena dan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad melakukan uji klinis fase II dan menerima vaksin Nusantara di RSPAD Gatot Seobroto. Selain mereka, mantan Panglima TNI Jenderal (purn) Gatot Nurmantyo dan Politikus senior Golkar Aburizal Bakrie juga melakukan hal serupa.(*/jpnn)

Beri komentar :
Share Yuk !