DPD RI Bentuk Pansus BLBI

Kasus BLBI Harus Jadi Pelajaran, Kejahatan Bancakan Uang Negara Yidak Boleh Terulang.

JAKARTA. Pada 22 September 2022 bertempat di Kompleks DPD RI Jakarta, Pansus BLBI DPD RI melakukan Rapat Dengar Pendapat Umum (RPDU) dengan Burhanudin Abdullah, Gubernur Bank Indonesia 2003-2008. Agenda RDPU tersebut adalah menggali informasi terkait dengan kasus BLBI yang hingga saat ini belum selesai. Pemerintah masih menanggung rekap bunga obligasi BLBI per Juni 2022 sebesar kurang lebih Rp48 triliun.

Rapat dipimpin langsung oleh ketua Pansus yakni Bustami Zainuddin dan dihadiri oleh anggota Pansus BLBI DPD RI yakni Sukiryanto Senator Kalimantan Barat, dan Abdul Hakim, Senator Lampung yang hadir via zoom.

Dalam sambutannya Bustami menyampaikan kenapa ada Pansus BLBI DPD RI. “Ada dua Alasan DPD RI membentuk pansus BLBI. Pertama, hingga hari ini kasus ini belum pernah tuntas. Kedua adalah respon atas pembentukan Satgas BLBI oleh pemerintah,” ungkap Bustami.

Bustami menambahkan, Pansus BLBI DPD RI ini sudah berjalan 6 bulan. “Pak Burhanudin, pansus ini sudah berjalan 6 bulan. Hasil pansus akan kami rekomendasikan kepada DPD RI, para penyelenggara negara, seperti Presiden, KPK dan Jaksa Agung dan lainnya seperti Bank Indonesia,’ jelas Bustami.

Bustami menambahkan, jangan sampai kasus BLBI terulang kembali.. “Kami menangkap pola yang sama terjadi pada Jiwasraya, Bumiputera, Asabri. Pola-pola ngebancak (merampok-pen) uang negara ini, menurut kita ini, orang tidak mau bayar, buat chaos negara. Sementara yang kami tangkap ini. Negara nanti yang bayar”, papar Bustami.

Bustami mengharapkan RDPU kali ini bisa menambah informasi bagi Pansus BLBI dalam memberikan rekomendasi. Terdapat beberapa poin yang ingin didalami oleh pansus BLBI kepada Burhanudin. Pertanyaan tersebut antara lain “Apakah tidak bisa dilakukan moratorium pembayaran bunga obligasi rekap BLBI tersebut dapat meringankan beban fiskal APBN kita?

Sementara itu, Burhanudin Abdullah mengungkapkan beberapa hal terkait dengan kasus BLBI. Burhanudin mengungkapkan latar belakang adanya BLBI yang disebabkan oleh krisis moneter yang terjadi pada 1997/1998. Krisis perbankan terjadi ketika nilai kurs rupiah terhadap US Dollar dilepas kepada mekanisme mengambang. “Pemerintah melepas band US dollar menjadi US Dollar kita menjadi floating. Diserahkan kepada pasar,” ungkap Burhanudin.

Burhanudin menambahkan bahwa nilai rupiah terhadap US Dollar waktu itu tidak menjadi floating tapi sink. “Riak itu (penurunan nilai tukar rupiah terhadap US-Dollar-pen) menjadi gelombang yang sangat besar ke perbankan kita. Dimulailah krisis perbankan kita. Bank-bank besar yang punya utang dollar yang sebelumnya membayar sebesar Rp2.500, harus membayar Rp15.000 per dollar. Itu kemudian yang melanda perbankan kita,” kenang Burhanudin.

Burhanudin mengungkapkan ketika dirinya menjadi Gubernur BI mulai Mei 2003, tidak pernah terlibat dalam pelaksanaan kebijakan BLBI. “Saya tidak pernah mengambil kebijakan tentang BLBI dan tidak pernah terlibat dalam pelaksanaan kebijakan (BLBI)” tegas Burhanudin.

Burhanudin mengungkapkan kehadirannya sore ini ingin sharing bagaimana kita bisa keluar dari kemelut ini (BLBI). “Saya ingin sharing, ingin menolong, ingin turut membantu kita kelar dari kemelut ini BLBI. Jadi barangkali yang ingin saya sampaikan adalah pengetahuan saya, to some extend adalah teori. Mengapa hal tersebut terjadi dan bagaimana kita mencoba menyikapi langkah-langkah ke depan seperti apa,” jelas Burhanudin.

Sukiryanto, anggota Pansus BLBI Komite IV DPD RI mandalami persoalan mengenai bunga rekap obligasi yang saat ini masih menjadi beban APBN. “Kondisi uang kami kejar ini adalah bahwa setiap tahun ada bunga utang obligasi rekap yang harus dibayar oleh rakyat melalui APBN setiap tahun. Ini sampai kapan?. Kapan ini (beban bunga dalam APBN) putus”, ungkap Sukiryanto.

Beri komentar :
Share Yuk !