Jampidum Setujui Satu Pengajuan Restoratif Justice

JAKARTA – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 1 (satu) Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif yaitu berkas perkara atas nama Tersangka DONI BIN SAIDI dari Kejaksaan Negeri Bangka yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP atau Pasal 372 KUHP tentang Penipuan/Penggelapan.

Ekspose dilakukan secara virtual yang dihadiri oleh JAM-Pidum Dr. Fadil Zumhana, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani, S.H., M.H., Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri yang mengajukan permohonan restorative justice serta Kasubdit dan Kasi Wilayah di Direktorat T.P. Oharda.

Kasus berawal pada hari Jumat tanggal 04 Februari 2022 sekira pukul 18.30 WIB, Tersangka awalnya telah berpura-pura sebagai pemilik rumah kontrakan membuat saksi korban ADI PUTRA yang sedang mencari rumah kontrakan bersedia meminjamkan 1 (satu) unit Sepeda Motor Merk Honda jenis Supra X warna hitam dengan Nomor Polisi BN 6411 QP miliknya dengan alasan akan pergi membeli kopi.

Tersangka kemudian langsung pergi meninggalkan kontrakan dan bukan untuk membeli kopi namun menjual HP milik Tersangka. Sebelum menjual HP tersebut, Tersangka menelpon saksi FAJRIE dan mengatakan hendak merental mobil. Tersangka lalu merental mobil pada orang tua saksi Fajrie dan menyerahkan uang sebesar Rp300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) kepada saksi Fajrie serta menitipkan sepeda motor tersebut di garasi mobil.

Tersangka sempat kembali ke rumah kontrakan dan dengan alasan sepeda motor milik saksi korban pecah ban meminta uang sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) lalu pergi meninggalkan saksi korban di rumah kontrakan dan pergi dengan menggunakan mobil rental. Akibat perbuatan Tersangka, saksi korban mengalami kerugian sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).

Adapun alasan Tersangka melakukan perbuatan tersebut adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dikarenakan tidak memiliki pekerjaan dan penghasilan, sementara Tersangka memiliki 1 (satu) orang anak yang berusia 1 (satu) tahun dan tinggal bersama mantan istrinya. Meski demikian, Tersangka harus memberikan nafkah kepada anaknya tersebut.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan yaitu:
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana/belum pernah dihukum.

Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun,
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.

Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya,
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi,
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Motor milik saksi korban tidak sempat dijual oleh Tersangka sehingga dikembalikan kepada saksi korban.

Pertimbangan sosiologis

Masyarakat merespon positif;
JAM-Pidum Fadil Zumhana, mengingatkan penyetujuan pemberian restorative justice sejatinya bukan untuk menghentikan perkara namun semangatnya adalah memulihkan keadaan saksi korban.

“Karena penghentian itu ranahnya tidak cukup bukti sedangkan perkara yang diajukan dalam restorative justice sudah memiliki cukup bukti dan P-21. Maka, setelah disetujui pemberian restorative justice, Jaksa Agung melalui JAM-Pidum menggunakan hak oportunitas untuk tidak melimpahkan perkara ke pengadilan,” ujar JAM-Pidum.

JAM-Pidum mengatakan bahwa yang ingin dibangun adalah keseimbangan dalam kehidupan masyarakat untuk tidak berhadapan dengan hukum yaitu dengan membuat permasalahan hukum menjadi lebih baik, treatment-nya lebih sehat, tidak memidana namun memulihkan.

Menurutnya, ini filosofis restorative justice yang harus didalami.

Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai Berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. ()

Beri komentar :
Share Yuk !