Keteladanan Serta Sopan Santun Dalam Pembelajaran Bahasa Jawa

Oleh: Ita Widyawati, S.Pd
Mapel : Pendidikan Bahasa Jawa
Sekolah : SMP Negeri 3 Karangreja – Purbalingga

Bahasa daerah merupakan bagian penting dari warisan budaya suatu bangsa. Bahasa daerah seringkali mengandung kearifan lokal yang tidak terdapat dalam bahasa resmi ataupun bahasa internasional. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, penggunaan bahasa daerah yang baik dan benar semakin berkurang, bahkan terancam punah.

Sebagaimana disampaikan Lafamane dan Susiati (2020) bahwa terjadi penurunan penggunaan bahasa
daerah, yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti urbanisasi, globalisasi, modernisasi dan penggunaan bahasa resmi atau internasional sebagai bahasa komunikasi sehari-hari.

Akibatnya, banyak penutur asli beralih ke bahasa resmi atau bahasa internasional dan anak-anak kurang mempelajari bahasa daerah dari orang tuanya.

Salah satu upaya melestarikan dan menjaga bahasa daerah sebagai identitas dan budaya bangsa ialah dengan diadakannya pembelajaran bahasa kepada siswa di sekolah, diantaranya yaitu Bahasa Jawa.

Dengan mempelajari Bahasa Jawa, generasi muda
diharapkan dapat memahami dan menghargai warisan budaya leluhur mereka.

Bahasa Jawa dikenal memiliki kaidah sopan santun dalam penggunaannya.

Termasuk juga dalam berinteraksi antara guru dan peserta didik pada pembelajaran Bahasa Jawa yang terjadi dalam konteks sosial di sekolah, oleh karena itu harus menjunjung tinggi etika dan kesopanan (Wang, et.al.,2005).

Penggunaan Bahasa Jawa dibedakan sesuai dengan
jenis interaksinya, misalnya antara orang yang sebaya, orang yang lebih tua, ataupun dengan
orang yang lebih tinggi status sosialnya.

Pembelajaran Bahasa Jawa di sekolah mencakup tindak tutur, pada konteks ini penuturnya adalah guru dan peserta didik sebagai mitra tuturnya (Setiawan, 2022).

Penggunaan Bahasa Jawa dalam berinteraksi dengan orang yang sebaya atau antar siswa dapat menggunakan ragam ngoko. Penggunaan ragam ngoko dinilai tidak sopan ketika berinteraksi dengan orang yang lebih tua atau lebih tinggi status sosialnya (Wijayanti, 2018), oleh karena itu interaksi siswa kepada guru lebih sopan menggunakan ragam krama.

Pada saat pembelajaran Bahasa Jawa berlangsung, guru dapat menyampaikan berbagai tuturan diantaranya untuk memberikan penjelasan, memperingatkan, mengkritik, ataupun meminta bantuan yang disampaikan secara halus dan santun.

Guru yang sopan menurut Wang, et.al (2005) akan menghormati kebutuhan siswa, dengan memfasilitasi, mengarahkan dan menyarankan daripada memaksakan suatu tindakan, dengan begitu akan memperkuat rasa percaya diri peserta didik dalam pembelajaran.

Maka dari itu, meskipun guru dapat saja menggunakan ragam ngoko dalam berinteraksi dengan siswa, namun guru harus mampu menjadi teladan bagi peserta didik dalam bertutur ragam krama serta dalam hal sopan santun lainnya mengingat terbatasnya penguasaan kosakata Bahasa Jawa dari peserta didik (Rumidjan & Arafik, 2016).

Sudah menjadi kewajiban guru untuk mengatasi kesalahan dan kesalahpahaman peserta didik, karena itu merupakan cara untuk mendorong keberhasilan belajar siswa dalam pembelajaran (Porayska-Pomsta, 2004).

Penting bagi guru untuk dapat memotivasi dan
melibatkan siswa dalam pembelajaran, serta memberikan umpan balik yang tepat untuk
membimbingnya keluar dari kesalahpahaman, agar pada akhirnya akan membawa peserta
didik pada capaian pembelajaran bahasa jawa yang diharapkan.

Penting bagi guru untuk memahami karakter serta kebutuhan peserta didik, sebagaimana hasil kajian Setiawan dan Dewi (2019) yang menunjukkan bahwa kompetensi guru dalam memahami karakter dan kebutuhan peserta didik dapat berpengaruh positif
terhadap pembelajaran Bahasa Jawa.

Hal ini akan membuat peserta didik lebih nyaman dan termotivasi terhadap tugas belajar, dengan mencoba membangun hubungan yang positif, serta akan merangsang minat belajar peserta didik. Peserta didik cenderung belajar lebih baik dan lebih mendalam jika mereka memiliki motivasi, minat internal dan keinginan untuk menguasai materi.

Guru sebagai teladan dengan menunjukkan sopan santun dan penggunaan ragam tuturan yang tepat diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan minat peserta didik dalam mempelajari Bahasa Jawa.

Dengan memahami Bahasa Jawa, akan terbuka pintu bagi peserta didik untuk melestarikan, mengeksplorasi dan, menerapkan nilai-nilai dalam tata krama budayanya, menghargai potensi bangsanya, sehingga mampu mengemukakan gagasan dan perasaan, serta berpartisipasi aktif dalam lingkungan masyarakat.

Beri komentar :
Share Yuk !