Terdampak Pandemi, Peternak Broiler di Banjarnegara Rugi Ratusan juta

BANJARNEGARA – Pandemi Covid-19 sangat berdampak bagi peternak ayam broiler. Bagi peternak kemitraan, harga per kilogram tetap sesuai kontrak. Namun mundurnya waktu panen membuat banyak ayam yang mati dan biaya operasional membengkak.

Peternak ayam broiler Tulus Hidayat mengatakan mundurnya waktu panen membuat kematian meningkat. “Ketika panen mundur, tingkat kematian tinggi jelas kerugian besar diderita sama peternak. Mungkin bukan hanya kami yang di Kebondalem (Kecamatan Bawang), tapi di Banjarnegara daerah lain termasuk Punggelan dan Wanadadi mungkin juga sama,” kata dia, Rabu (7/7).

Dikatakan dengan tingkat kematian sekitar empat persen dan ayam sampai umur 45 hari, kerugian sekitar Rp 200 juta per farm. “Angka kematian per hari kemarin pas lagi padat-padatnya itu per lantai 80 ekor, kita ada lima lantai. Siklus panen normal 35 sampai 36 hari sudah panen raya dan di 37 -38 hari sudah habis. Jadi 40 hari itu sudah bersih-bersih,” paparnya.

Namun saat ini pada umur 45 hari, di kandang masih ada sekitar 30 ribu ekor ayam. “Rentang waktu panennya sudah terlalu lama, kandang sudah terlalu padat,” paparnya. Menurut dia, kepadatan yang tinggi ini membuat banyak ayam yang mati. “Selaku mitra kita tidak bisa menjual keluar. Kita ngga punya order, karena selaku mitra hanya memelihara ngga berhak menjual,” paparnya. Dikatakan, kerugian semakin tinggi, kematian terus, kasih makan juga terus peningkatan bobot ayam sudah tidak efesien.

“Menurut saya dampak dari lock down-lock down. Selain itu mungkin daya beli masyarakat menurun,” tuturnya.

Keinginan peternak, pihak terkait yaitu broker, pembeli, peternak dan mitra duduk bersama. untuk mencari jalan keluar dan solusi dan menyesuaikan daya beli masyarakat.

Owner Saiful Farm, Saeful Muzad mengatakan peternak ayam sangat merasakan dampak pandemi Covid-19. Dia mengatakan produksi yang bisanya 100.000 ribu ekor biasa 35 hari panen, kini harus mencapai 45 hari karena serapan pasar menurun.

Dikatakan, ayam broiler memiliki sifat lemah. “Kalau udara ngga cukup, oksigennya ngga cukup lemas terus mati. Apalagi kalau panas. Biasanya kematian paling dua persen. Sekarang hampir empat persen. kerugian besar karena ayam yang mati sudah besar dan bobotnya lebih dari 3,5 kilogram,” paparnya.

Bagi peternak seperti dia, harga tidak terlalu berpengaruh. Sebab sudah kontrak dengan mitra. Namun karena waktu panen mundur, biaya operasinal membengkak. “Kalau peternak yang kecil-kecil bisa habis, kalau yang mandiri juga bisa habis,” paparnya.

Lebih lanjut dia meminta agar pemerintah memperhatikan para peternak. “Jangan membuat berita yang spekulatif seperti mau impor dan lain sebagainya, ini mengganggu pasar,” ungkapnya. (drn)

Beri komentar :
Share Yuk !