Bedah Buku ALDERA : Pius Lustrilanang Ajak Mahasiswa Merawat Demokrasi secara Bertanggungjawab

PURWOKERTO – Ribuan mahasiswa Universitas Jendral Soedirman ( Unsoed) menghadiri  Kuliah umum dan bedah buku Aliansi Demokrasi Rakyat ( Aldera) Potret Pergerakan Politik Kaum Muda 1993-1999, Rabu 17 Mei 2023.

Rektor Unsoed Ahmad Sodik,  dalam sambutannya mengungkapkan, buku mega best seller sangat relevan dipahami oleh mahasiswa.

Terutama untuk membangkitkan generasi muda jendral Soedirman. Sosok pius memiliki visi jauh kedepan, memahami situasi, dan cerdik.

Rekam jejak dalam membangun gerakan bersama masyarakat dan petani memperjuangkan hak hak dan mendobrak kungkungan orde Baru hingga reformasi.

” Mahasiswa hendaklah selalu kritis untuk masa depan, kolaborasi untuk memperjuangkan hal yang bermanfaat untuk kita semua, ” ungkap Rektor.

Ia berterima kasih karena Unsoed menjadi perjalanan awal dari bedah buku yang akan digelar diberbagai kota di Indonesia.

Pius Lustrilanang yang hadir selaku Key Note Speaker mengungkapkan, buku tersebut bercerita tentang kiprah rekan rekan perjuangan, yang rela ditahan disiksa dalam memperjuangkan demokrasi.

” Saya ingin menyampaikan lewat buku ALDERA  bahwa Demokrasi yang dinikmati hari ini, diperjuangkan dengan darah dan air mata, itu diperjuangkan oleh para pendahulu kita dan para mahasiswa. Saya berharap perjuangan mahasiswa dahulu, mampu diresapi oleh mahasiswa sekarang, dipahami dan secara bertanggungjawab merawat Demokrasi, ” terangnya.

Saat ini lembaga aspirasi diambil oleh Parlemen, namun terkadang ada kebuntuan. Dulu dan saat ini sama, bedanya saat ini tidak ada represi, dan komunikasi jauh lebih mudah.

Menurutnya, dulu Demokrasi diberangus oleh orde Baru. Bahkan tidak ada kebebasan berekspresi dan berpendapat atau berkumpul.

Dalam situasi tersebut mahasiswa punya peran besar dalam merebut demokrasi.

Meski banyak tantangan, termasuk penangkapan, penculikan, bahkan tindakan represif harus dialami.  Namun mahasiswa adalah kelompok aktivis yang dinilai paling aman. 

Ia juga bercerita tentang perjuangan menegakkan demokrasi, dan berbagai ancaman yang dialami.

Pius memberikan semangat kepada mahasiswa, agar senantiasa semangat dan menjadi agen perubahan.

Menjaga Demokrasi harus tetap ada, perlu solidaritas dan gotong royong.
Ditengah tengah paparannya ia juga  mengajukan poling kepada peserta, siapa yang setuju perpanjangan kekuasan dan presiden tiga periode.  Rupanya mahasiswa kompak menolak perpanjangan kekuasaan dan tiga periode.

Pius juga dengan tegas menolak segala upaya untuk kembali pada masa lalu. Yang merampok Demokrasi bukan tentara, tapi para pemimpin yang terpilih secara demokratis dan ingin mempertahankan kekuasaan. Dan tugas mahasiswa adalah mengingatkan.

Sementara itu narasumber bedah buku, Manunggal Kusuma Wardhana mengungkapkan, Aldera adalah aliansi atau persekutuan, bukan monolitik atau sosok perseorangan.

Menurutnya, dalam buku tersebut yang menarik adalah estafet pergerakan mahasiswa. Aldera tak lepas dari pergerakan tahun 80 mahasiswa UGM yang hanya mendiskusikan buku lalu dipenjara.

“Estafet ini penting, seperti halnya Reformasi itu bukan hanya lahir era saat itu, namun akumulasi gerakan dari estafet sebelumnya, ” ungkapnya.

Gerakan mahasiswa 98 juga bukan hanya saat itu, namun masih ada estafet dari gerakan sebelumnya.

“Justru saya bertanya Aldera ini setan atau pahlawan yang hari ini di glorifikasi, tiap zaman seperti itu. Dulu Sukarno dipuja  , tapi dulu juga di kekang ditangkap oleh Belanda, ” ungkap Wardhana.

Apakah kita akan melihat students movement seperti masa lalu yang dianggap membahayakan demi kelanggengan kekuasaan, atau justru menjadi pahlawan yang membawa perubahan.

Nara sumber Sofa Marwah S IP MS. i dalam Bedah buku tersebut justru mempertanyakan,  Kenapa Pius baru tahun 2022 mengungkap perjalanan perjuangan, karena Reformasi sudah berjalan 25 tahun.

“Apa tujuannya? buku ini tidak dibuka Aldera lahir, tapi dengan narasi Pius Menolak Bungkam, ini juga menjadi pemantik yang menarik, ” ungkapnya.

Mungkin ini adalah hal yang ingin ditularkan kepada mahasiswa.

Sofa Marwah juga menyinggung mahasiswa saat ini yang tidak connected dengan Reformasi 98. Namun saat membaca Aldera itu sangat bagus.

Sofa Marwah mengapresiasi terbitnya buku tersebut, menurut buku yang seperti bertutur. Aldera bukan hanya pergolakan tahun 98 tapi sejak Malari.

“Kekuatan buku ini seperti bertutur dari orangnya secara langsung dan saksi hidup. Data lengkap termasuk aktivis perempuan, ” jelasnya.

Terimakasih sudah menghadirkan buku ini untuk generasi z yang dapat menginspirasi semangat.

Termasuk aldera ketika tumbuh dan mengembangkan jejaring. Lalu harus kemana gerakan mahasiswa, agar amanat Reformasi tertata.

Saya berharap mahasiswa mengerti gerakan mahasiswa, buku ini penting untuk menjaga idealisme dari gerakan pragmatis.

Dalam buku tersebut dituangkan pula  Aldera gagal menjadi partai kemudian Pius bergabung dengan PAN, Gerindra lalu ke PDIP.

“Ini adalah buku yang jujur dan berimbang dan cerita yang utuh. Buku sejarah yang seperti novel. Menghadirkan klimaks di halaman depan, lalu dibawa pada mesin waktu perjalanan pergerakan menegakkan Demokrasi,” terangnya.

Beri komentar :
Share Yuk !