Gugatan Kewenangan Penyidikan Jaksa ke MK Dinilai Bermuatan Politis dan Tidak Mendasar. Pakar Hukum Unsoed Beri Tanggapan

Prof Dr Hibnu Nugroho SH MH

PURWOKERTO – Pakar hukum dan Guru Besar Universitas Jenderal Sudirman (Unsoed) Prof Dr Hibnu Nugroho SH MH memberikan tanggapan terkait ada gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyoal kewenangan Jaksa dalam penyidikan korupsi.

Prof Hibnu Nugroho mengungkapkan, gugatan yang dilakukan tidak mendasar dan dinilai bermuatan politis.

Sistem peradilan kita, yang tadinya menganut asas pemisahan antara penyidik dan penuntut umum, namun dalam kontek tindak pidana khusus seperti korupsi, itu penanganan nya dilakukan berbeda.

” Jika tindak pidana umum itu oke, kewenangan penyidik ada Polisi, kewenangan penuntut umum ada Jaksa, namun dalam tindak pidana khusus, seperti korupsi , kewenangan itu harus ditimpangi untuk progresifitas,” ungkapnya.

Karena dalam penanganan korupsi harus berfikir tepat. Jaksa sebagai penyidik maupun penuntut umum, sehingga kordinasi itu ada didalamnya. ” Bahkan hasil riset kami menujukan seperti itu, ” ujar Prof Hibnu.

Jika dipisahkan Jaksa sebagai penyidik dan penuntut dipisahkan , maka kembali ke akam bahula yang tak punya nilai kewenangan dalam pemberantasan kejahatan korupsi yang luar biasa.

Justru Jaksa sebagai penyidik dan penuntut umum itu kewenangan luar biasa dan sudah berjalan baik.

Kedua, Jika dilihat, jaksa selaku penyidik dan penuntut umum, punya hasil yang luar biasa. Terbukti mampu mengangkat reputasi dan kepercayaan masyarakat hingga 80 persen.

” Ini artinya Kejaksaan telah bekerja prima, terutama dalam menangani kasus kasus besar, dan kasus yang memiliki nilai strategis, ” terangnya.

Menangapi adanya gugatan ke MK justru patut disayangkan, dan diduga gugatan bermuatan politis. Hal itu juga bisa dianggap sebagai bentuk perlawanan koruptor. Agar Jaksa dikembalikan sebagai penuntut umum dan bukan lagi penyidik.

Ketiga, dalam penanganan korupsi, penyidikan itu tidak menjadi tunggal namun menjadi multy. Jaksa sebagai penyidik dan penuntut umum itu sudah terobosan luar biasa. dan Hal itu diikuti oleh KPK yang juga berperan sebagai penyidik dan penuntut umum.

Asas tepat penanganan perkara juga suatu yang luar biasa, pembuktian tepat, penetapan tersangka juga cepat, untuk diputus atau tidak diputus.

Keempat, Jika dilihat, gugatan tersebut sudah beberapa kali dilakukan oleh kelompok masyarakat, namun mentah semua

Justru Jaksa harus didukung, untuk mencapai Indonesia bersih. Jaksa mampu menangani korupsi besar dan saat ini hasilnya melebihi KPK. Apalagi kejaksaan memiliki aparatur mulai dari daerah hingga pusat.

Saya melihat ini perlawanan para koruptor, sebab kasus besar seperti Tambang, ASABRI itu ditangani kejaksaan semua. Patut diduga ada muatan politis untuk melemahkan kejaksaan.

Lebih lanjut diungkapkan, Kewenangan jaksa justru perlu ditambah, seperti melakukan evaluasi dalam penyidikan dari penegak hukum lain. Misal dengan OJK atau Polisi, sehingga kordinasi dapat dilakukan secepat mungkin, dan penanganan perkara tidak ber tele-tele.

Seperti di ketahui seorang advokat Yasin Djamaludin menggugat UU Kejaksaan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Yasin Djamaludin meminta kewenangan Kejaksaan untuk menyelidiki dan menyidik kasus korupsi dihapus.

“Menyatakan Pasal 30 ayat (1) huruf d Kejaksaan RI bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,” demikian permohonan Nurhidayat sebagaimana dikutip dari website MK, Minggu (12/3/2023).

Demikian juga kewenangan jaksa sebagaimana diatur dalam Pasal 39, Pasal 44 ayat 4 dan ayat 5 sepanjang frase ‘atau kejaksaan’ di UU Tipikor.

“Menyatakan Pasal 44 ayat (4) dan ayat (5) Khusus frasa ‘atau Kejaksaan”, Pasal 50 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Khusus frasa ‘atau Kejaksaan’ dan Pasal 50 ayat (4) khusus frasa ‘dan/atau kejaksaan’ Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,” pinta Yasin.

Hal tersebut juga dibantah oleh Ketut Sumedana selaku Kapuspenkum Kejagung.

Ketut mengungkapkan, kewenangan Kejaksaan dalam penyidikan di UU No 16 Tahun 2004 sebelum UU No 11 Tahun 2021 telah beberapa dilakukan gugatan, baik di MA maupun MK, dan selalu kandas. Sebab kewenangan penyidikan diatur secara menyebar diberbagai UU yakni UU Tindak Pidana Korupsi dan UU KPK.

“Apalagi dengan UU yang baru semakin menguatkan kewenangan Jaksa sebagai penyidik dalam tindak pidana korupsi, bahkan secara khusus UU yang baru ini justru diberikan kewenangan di bidang pencegahan tindak pidana korupsi,” ujarnya.

Beri komentar :
Share Yuk !