Garam Adipala Terganjal Legalitas

CILACAP – Uji laboratorium dari Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto menyatakan kualitas garam yang diproduksi di Desa Bunton Kecamatan Adipala dinilai sudah baik dan bisa bersaing. namun, sampai saat ini terganjal legalitas perijinan. Hal ini berupa izin legalitas untuk diperjualbelikan, yang hingga kini belum terealisasi.

Tak hanya itu, permasalahan lain seperti ketidaktersediaan lahan untuk produksi, serta tingginya biaya produksi yang tidak dibarengi dengan penjualan yang intens, menjadi masalah lain yang harus dihadapi petani garam setempat.

Ironinya, produksi garam rakyat Desa Bunton tersebut merupakan salah satu proyek percontohan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cilacap.

Kondisi tersebut sangat disayangkan oleh penduduk setempat. Para petani dan warga sekitar merasa kecewa dengan keadaan produksi garam tersebut.

“Kalau mau diteruskan akan memakan biaya yang banyak sedangkan hasil produksi garam tidak bisa perjualbelikan, karena tidak adanya label halal. Paling hanya dijual kepada peternak. Itu pun hasilnya sangat sedikit karena harga jualnya murah,” ungkap salah seroang warga Bunton, Saniem.

Menurutnya, mangkraknya produksi garam tersebut sudah berangsur selama setengah tahun. Dia sangat menyayangkan kondisi tersebut karena tidak ada perhatian dari pemerintah.

“Saya sering coba garam tersebut, kualitas dan rasa garam tersebut sangat baik bahkan enak. Hasil garam masih ada di gudang kini dibiarkan saja karena tidak ada tindak lanjut dari berbagai pihak,” kata dia.

Sementara itu, Ketua Kelompok Petani Garam Rakyat Desa Bunton Gunarto mengatakan untuk mengurus ijin legalitas butuh waktu lama, sedangkan petani sudah merasa putus asa lantaran hasil produksi tidak sebanding dengan biaya pengeluaran.

“Garam rakyat Desa Bunton masih belum bisa mendapatkan SNI. Kalau mau diurus butuh waktu dua tahun dan biayanya sangat banyak,” kata Gunarto.

Sementara itu, dia menambahkan produksi garam tersebut sulit untuk dikembangkan. Pasalnya lahan tempat produksi garam tersebut bukan milik pribadi maupun pemerintah.

“Pernah mau ada investor, namun karena lahan tersebut milik angkatan darat, akhirnya mereka tidak jadi. Karena terhalang pembebasan lahan. Selain itu petani juga sudah beralih profesi ke sawah, karena lebih menjanjikan,” pungkasnya. (ray)

Beri komentar :
Share Yuk !

Tinggalkan komentar