Situasi Sulit Hadang Ganda Campuran di All England

DALAM sejarah panjang bulu tangkis Indonesia, hanya ada tiga ganda campuran yang mampu menjuarai All England. Pertama, Christian Hadinata/Imelda Wiguna pada 1979. Lalu, setelah tiga dekade kering prestasi, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir mencuat dan melakukan dominasi total. Mereka mencatat hat-trick juara pada 2012, 2103, dan 2014. Hanya satu tahun tanpa trofi, Praveen Jordan/Debby Susanto naik ke podium tertinggi pada 2016.

Namun, hari-hari ini, perjalanan sungguh tidak mudah bagi Tontowi dan Praveen. Sebab, partner yang bertahun-tahun bahu membahu meraih kejayaan, sama-sama pensiun. Liliyana dan Debby, secara simbolik, pensiun dari bulu tangkis pada Indonesia Masters yang berakhir 27 Januari lalu.

Praveen sudah lama berpisah dari Debby. Kali terakhir mereka berpasangan tepat pada All England 2018. Setelah itu, pemain yang bulan depan berusia 26 tahun tersebut berpartner dengan Melati Daeva Oktavianti. Namun, mereka terus gagal meraih gelar. Pencapain terbaik Praveen/Melati adalah semifinal Korea Masters 2018.

Padahal, bertandem dengan Debby sejak 2014, Praveen sempat merasakan tiga gelar dan lolos ke Olimpiade Rio de Janeiro 2016.

“Memang sayang (Debby) pensiun (walau baru 29 tahun). Tapi bagaimana lagi, ya dijalanin saja,” kata Praveen kepada Jawa Pos sebelum latihan resmi pertama kontingen Indonesia di Arena Birmingham malam waktu setempat (dini hari tadi WIB). “Saat ini persaingan sangat keras. Negara-negara seperti Thailand dan Jepang mulai muncul dan mereka sangat tangguh,” imbuh dia.

Perjuangan yang sama, atau bahkan lebih berat, dijalani Owi, sapaan Tontowi. Bersama Butet, dia meraih segalanya. Termasuk dua kali juara dunia dan satu emas Olimpiade. Posisi Owi saat ini memang unik. Kalau dulu dia “diemong” oleh Butet yang dua tahun lebih tua, kini gantian Owi yang “ngemong” Winny Oktavina Kandow. Jarak Usia Owi dan Winny membentang 11 tahun.

Owi/Winny mulai berpasangan pada Barcelona Spain Masters dan German Open Februari lalu. Hasilnya, mereka kandas pada perempat final dan babak kedua. Menurut Owi, hasil tersebut tidak mencerminkan apa yang sebenarnya terjadi. Memang, mereka gagal minimal mencapai semifinal. Tetapi, komunikasi dengan Winny sedikit demi sedikit terus meningkat.

Saat ditanya apakah kualitas Butet dan Winny begitu jauh sehingga dia bakal kesusahan menjadi juara lagi, Owi hanya tersenyum lebar. “Yang jelas, banyak yang harus ditingkatkan,” ucap dia.

Dia mencatat ada empat faktor yang perlu Winny dan dia sendiri naikkan kualitasnya. Pertama ketenangan. Kedua, mencari solusi pada poin-poin kritis. Ketiga serta keempat adalah memperbaiki komunikasi plus menaikkan mutu bermain.

“Tanpa skill ya tiga faktor pertama itu tidak akan banyak berguna,” ucap Owi. “Jadi memang harus kerja sangat keras. Tapi dalam dua turnamen terakhir, saya mengambil banyak sekali manfaat yang bisa diterapkan pada turnamen-turnamen berikutnya,” imbuh pemain kelahiran Banyumas itu.

Sayang, pada All England 2019 yang berlangsung mulai pagi ini waktu Inggris, empat ganda campuran Indonesia akan langsung berduel di babak pertama. Praveen/Melati akan menantang unggulan kedelapan Hafiz Faisal/Gloria Emanuelle Widjaja. Sedangkan Owi/Winny menghadapi Alfian Eko Prasetya/ Marsheilla Gischa Islami.

Kemarin, di Birmingham, mereka berlatih bersama secara reguler, seperti biasanya. “Memang, sayang sekali harus bertemu teman sendiri di babak pertama. Tetapi bagaimana lagi, undiannya seperti itu,” kata Owi. “Intinya kami sama-sama tahu kelemahan dan kelebihan masing-masing. Kemungkinan sih akan rame,” lanjut pemain 31 tahun tersebut. (*/na)

Beri komentar :
Share Yuk !

Tinggalkan komentar