Legenda Cikal Bakal 3 Desa di Dayeuhluhur (Bagian 1): Pelarian Demang Bincarung dari Agung Wirasaba

Ada satu legenda yang dipercaya warga di Kecamatan Dayeuhluhur. Seperti legenda cikal bakal tiga Desa yakni Desa Datar, Desa Cijeruk dan Desa Cilumping.

Diceritakan, ini sangat erat kaitanya dengan kisah Demang Bincarung, seorang demang atau bangsawan dari daerah yang sekarang disebut Banyumas dan Purbalingga.

Menurut Juru Kunci Bojong Cilumping, Ki Karwa (68) menceritakan, Demang Bincarung adalah pelarian yang datang ke daerah Daya Luhur. Ia berwajah tampan dan gagah dengan ikat kepala yang unik berwarna ungu gelap (nila).

Konon dengan kesaktiannya, Demang Bincarung bisa membuat sebuah sumur dengan mata air yang tak pernah habis. Hingga akhirnya daerah tersebut banyak dihuni masyarakat.

Adapun ciri paling khas yang dimiliki Ki Demang adalah memiliki seekor burung kepodang (Bincarung) yang sangat jinak dan selalu dilepaskan. Namun sering kembali dan sering makan dari telapak tangannya.

Burung Bincarung tersebut konon sebagai penununtun penunjuk arah Ki Demang, ketika dalam pelarian dari kejaran Agung Wirasaba yang hendak menangkap dirinya.

Ketika burung Bincarung tersebut terbang ke arah barat maka Ki Demang Bincarung beserta beberapa anak buahnya mengikuti hingga burung tersebut berhenti di sebuah daerah di pegunungan Daya Luhur.

Ketika Demang Bincarung datang, Daya Luhur bukan wilayah kekuasaan Pajang atau Mataram. Namun, masih dalam perebutan pengaruh antara Kerajaan Pajajaran dengan Kerajaan Cirebon.

Ini yang diduga mejadi alasan Ki Demang Bincarung lari ke arah barat, karena Banyumas saat itu sudah dikuasai Kerajaan Pajang.

“Dalam posisi pelarian di Daya Luhur, dia tidak menyebutkan nama aslinya, maka masyarakat Pegunungan Daya Luhur mengenalinya lewat Manuk Bincarung, peliharaannya tersebut,” katanya.

Dalam Sejarah Kejawen Banyumas Demang Bincarung diduga adalah tokoh yang dikenal sebagai Ki Ageng Toyareka.

“Karena Ki Ageng Toyareka juga adalah keturunan Bangsawan Kadipaten Pasir Luhur maka dia juga memiliki jabatan sebagai Demang pada waktu itu,” terangnya.

Menurutnya, di masa era kerajaan Daya Luhur dan era akhir dari Kerajaan Pasir Luhur disebutkan Demang Bincarung menikah dengan Puteri Adipati Wirasaba.

Dalam perjalanan berumah tangga Demang Bincarung ternyata tidak bahagia, maka Puteri Adipati tersebut akhirnya pergi dari suaminya.

Sementara itu, Adipati Wirasaba ke 2 yang menantu Adipati Wirasaba oleh orang Daya luhur disebut sebagai Agung Wirasaba atau pemimpin para Wirasaba.

Suatu ketika Adipati Wirasaba mendapat ttitah Sultan agar mempersembahkan salah seorang putrinya untuk dijadikan Garwa Ampean atau Selir.

Sang Adipati berangkat ke Pajang mempersembahkan putri bungsunya yang bernama Rara Sukartiyah. Pada masa kecilnya, Rara pernah dijodohkan dengan putra saudaranya yaitu Ki Ageng Toyareka.

Namun setelah dewasa Rara Sukartiyah menolak untuk berumahtangga dan bercerai sebelum berkumpul.

Karena sakit hati akan kehilangan Rara Sukartiyah kemudian Ki Ageng Toyareka menyusul ke Pajang dan membuat fitnah dengan mengatakan kepada sultan bahwa wanita itu sudah menjadi isterinya.

“Padahal menyerahkan seseorang yang sudah bersuami sebagai selir Sultan, tentu itu dianggap sebagai sebuah penghinaan sehingga menyebabkan sultan menjadi murka,” katanya.

Selanjutnya Ki Ageng Toyareka datang menghadap sultan setelah Adipati Wirasaba keluar istana untuk pulang dan Sultan Pajang kemudian menyerahkan Rara Sukartiyah kepada Demang Bincarung untuk dibawa pergi keluar istana. (ben/bersambung)

Beri komentar :
Share Yuk !