Mandiri Benih Ikan dan Pakan, Cara Pokdakan Ulam Sari Tingkatkan Keuntungan

MAOS – Ditengah kelesuan ekonomi akibat pandemi COVID-19, pembudidaya ikan yang tergabung dalam Kelompok Budidaya Ikan (Pokdakan) Ulam Sari Desa Mernek, Kecamatan Maos masih bisa berdaya dan menikmati panen ikan. Kendati permintaan pasar menurun, namun masih bisa memperoleh keuntungan dengan cara mandiri benih ikan dan pakan.

Ketua Pokdakan Ulam Sari, Adnan, mengatakan, kelompoknya berdiri sejak 2014 sekarang telah berkembang. Awalnya hanya ada enam anggota pembudidaya ikan gurame, sekarang ada 21 anggota aktif.

“Sejak berdiri kita telah diakui oleh Desa dan Dinas Kelautan dan Perikanan Cilacap,” kata Adnan disela-sela memanen ikan di salah satu kolam milik anggota Pokdakan Ulam Sari, Desa Mernek, Maos, Kamis (3/9).

Dalam perjalanannya, lanjut dia, tidak sedikit kendala yang dihadapi para petani dalam budidaya ikan gurame. Salah satunya tingkat keberhasilan panennya. Disamping benih harus didatangkan dari daerah lain, yang utama adalah pakan ikan karena tergantung dari pakan pabrik dengan harga yang tinggi.

“Namun sekarang sudah bisa teratasi. Apalagi dalam dua tahun terakhir kita mendapat dukungan dari Pertamina Terminal BBM Maos. Tingkat keberhasilan panen meningkat. Bahkan kita berhasil meraih juara ketiga tingkat Provinsi Jawa Tengah,” tuturnya.

Menurutnya, selama dua tahun terakhir kelompok yang dipimpinnya, mendapat dukungan berupa bantuan dan pendampingan mulai dari sumur pantek berikut mesin, benih ikan dan mesin pelet.

“Untuk benih ikan, kita sudah mulai mijah sendiri. Jadi tidak mendatangkan benih dari luar daerah,” ujarnya.

Tak hanya mandiri benih ikan, kelompoknya berupaya untuk mandiri pakan untuk menghemat biaya. Dengan peralatan bantuan yang telah diberikan, lanjut dia, pihaknya telah memulai membuat pelet ikan. Untuk bisa membuat pakan,

“Januari kemarin kita sudah pelatihan membuat pelet dengan mengundang pakar dari Dinas Kelautan dan Perikakan Jepara. Estimasinya, dengan pakan buat sendiri bisa menghemat Rp 2.500 per kilogram. Harga pakan dipasaran kisaran Rp 14.000 per kilogram. Ini membuat teman-teman bersemangat untuk membuat pakan sendiri, biar mandiri,” bebernya.

Disebutkan, selama ini hasil panen ikan gurame kelompoknya dikirim ke empat kota yakni Tasikmalaya, Bandung, Puncak dan Pekalongan. Dalam kondisi normal, dalam satu tahun seluruh kolam milik kelompoknya menghasilkan hingga 16 ton.

“Satu anggota rata-rata bisa panen sekitar 800 kilogram per musim dengan waktu kurang lebih 10 bulan. Secara keseluruhan produksi yang dihasilkan mencapai 16 ton,” ungkapnya.

Adnan mengakui, masa pandemi COVID-19 ini dampaknya sangat terasa. Ikan yang seharusnya setelah bulan Agustus selesai panen dan kolam sudah pengeringan, sekarang masih ada yang belum dipanen.

“Karena permintaan ikan gurame dari rumah makan atau restoran berkurang,” tuturnya.

Namun demikian, Adnan merasa beruntung karena terus mendapatkan pendampingan dari Pertamina meskipun dalam situasi pandemi sekalipun.

Kepala Desa Mernek Bustanul Arifin mengatakan, awalnya banyak warga di desanya yang memiliki usaha kolam ikan. Kemudian dibentuk kelompok dan diberikan pelatihan-pelatihan manajemen sekaligus didaftarkan ke Dinas Perikanan dan Kelautan Cilacap.

“Mulai 2019 sampai sekarang sudah mulai ada kemandirian. Temasuk didalamnya proses penjualan kita bantu agar didalam proses penjualan tidak ada yang dirugikan. Karena langsung dijual ke tengkulak yang tidak bertanggungjawab nilainya bisa rendah. Dengan kelompok ini harga penjualan bisa dikendalikan,” kata Kades Mernek.

Arifin menekankan, pihaknya sedang mendorong program pelet mandiri Mernek jenek (Peri Enji).

“Kita harapkan untuk mengurangi cost operasional atau biaya pakan ikan di Pokdakan Ulam Sari,” tandasnya.

Dia menambahkan, luas kolam yang tersebar di desanya mencapai enam hektar. Dari jumlah itu sebagian besar merupakan kolam budidaya ikan gurame, kolam ikan lele hanya sedikit.

Dalam kesempatan itu Unit Manager (UM) Communication, Relations, & CSR MOR IV wilayah Jawa Tengah dan DI Yogyakarta, Anna Yudhiastuti, mengatakan, pemberdayan Pokdakan Ulam Sari di Desa Mernek itu sebagai bagian dari program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) atau Corporate Social Responsibility (CSR) yang dijalankan di sekitar wilayah operasi Fuel Terminal (FT) Maos.

“Pokdakan Ulam Sari semula memiliki kendala terkait budidaya ikan gurame yang angka keberhasilan panennya masih rendah. Namun setelah dibina Pertamina, keberhasilan panennya meningkat bahkan memperoleh keuntungan kelompok hingga Rp 60 juta per tahun,” katanya.

Anna menjelaskan dalam kurun waktu satu tahun terakhir, pihaknya telah memberikan bantuan berupa sarana prasarana budi daya mulai dari kolam hingga mesin pembuat pelet makanan ikan.

“Berkat mesin pelet yang kami berikan, masyarakat Pokdakan mampu memproduksi pakan ikan secara mandiri dan menghasilkan efesiensi biaya operasional hingga 30 persen dari semula,” jelasnya.

Ia berharap program yang dijalankan pihaknya mampu menyelesaikan permasalahan sosial yang ada dan membantu meningkatkan nilai ekonomi dan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan hingga masyarakat mampu mandiri. (gin)

 

 

Beri komentar :
Share Yuk !